37 | Titik Awal

1.9K 145 5
                                    

Papa yang datang tiba-tiba ke rumah sakit membuatku terkejut. Aku mengutarakan semua perkataanku di depannya dengan begitu halus, agar dia mau memahaminya sedikit saja.

"Yasmin emang shift malam Pa, Yasmin nggak jagain Arzakan semalaman. Yasmin cuma nengok dia sebentar untuk lihat keadaannya, karena Yasmin merasa bersalah. Papa bisa tanyakan semuanya sama Pak Rian, aku nggak bohong kalo ada shift malam. Ya, memang sempat aku mengunjungi Arzanka, tapi itu pun nggak lama hanya untuk melihat keadaanya," kataku sedikit tegas pada akhir kalimat.

"Sudah Yasmin, sudahlah Mas, nggak mungkin juga Yasmin bohong. Kamu tahu kan anak kita?" seru Mama.

"Kenapa hubungan kalian menjadi seperti ini hanya karena seorang pria? Bukannya kita bisa memutuskan hubungan dengan baik? Bukan seperti ini caranya," sambung Mama.

"Oke, baik."

Hanya perkataan itu yang Papa katakan, apakah beliau tidak memiliki rasa bersalah? Tentu saja aku malu menemui tante Yulia. Bagaimana sikap Papa yang semena-mena pada Arzanka, dan mengatakan hal buruk padanya. Kepalaku benar-benar pening sekarang, aku ingin piknik dan melepas sejenak semua masalah yang ada.

"Kita akan pergi piknik nanti secepatnya," seru Mama yang mulai mengerti keadaanku. "Tenangin diri kamu dulu ya, jangan sampai bentak Papa. Mama tau yang Papa lakukan emang salah." Aku hanya membalas dengan senyuman.

***

Pekerjaan yang Pak Rian perintahkan lewat email sudah selesai. Saat ini aku sedang berjalan menuju ke ruangannya, pintu terbuka alangkah terkejutnya diriku saat mengetahui Abhi ada disana. Mengapa dia ada disini? Tanda tanya besar mulai berdiri di kepalaku.

"Kebetulan kamu di sini Yasmin. Abhi mau ketemu sama kamu, katanya temen? Temen apa temen nih?" seru Pak Rian dengan mata jahilnya.

Keningku mengerut, untuk apa dia datang menemuiku? Bukankah aku sudah mengatakan padanya bahwa kita tidak bisa melanjutkan hubungan itu? Segera aku sampaikan dokumen milik Pak Rian.

Kami keluar ruangan Pak Rian bersama.

"Ada apa?" tanyaku pelan.

"Nggak papa, aku cuma mau liat kamu kerja aja. Nggak boleh, ya?"

"Ya nggak papa sih, cuma aku sedikit risih aja. Papa nyuruh kamu kesini, ya?"

"Sebenarnya iya sih, karena kamu tolak ta'arufan kita, Papa kamu nyuruh kita temenan. Nanti siang ada waktu luang? Aku mau ngajak kamu makan diluar."

"Oh, tapi aku ada kerjaan lagi nanti siang juga ada jadwal masuk ruang operasi. Kamu nggak kerja emang?"

"Aku kan pemilik rumah sakit jadi kamu tahu betul bagaimana pekerjaannya. Seharian ini aku cuma pengin keliling di rumah sakit Harapan, pengin liat aja siap tahu mau investasi disini hehehehe."

Aku membalas dengan senyum kecil, lalu kakiku melangkah pelan, dia pun ikut melangkahkan kaki. Jangan sampai Arzanka melihat pria di sampingku, entah bagaimana reaksinya nanti.

Jauh dari pandangan mata seseorang yang aku sebut dalam hati, tiba-tiba muncul bersama dokter Marga. Pria itu sedang dituntun Marga, kakinya belum sembuh total tapi kenapa dia keluar ruangan tanpa memakai kursi roda?

"Loh Marga?" sahut Abhi. Sepertinya mereka saling mengenal.

"Biar aku bantu, Yasmin kamu boleh kembali ke ruangan kamu. Nanti aku nyusul." Abhi meraih tangan Arzanka yang satunya untuk menuntunnya kembali ke ruangan. Bukannya aku kembali ke ruangan, aku malah mengikuti pria itu.

My Handsome Captain | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang