Terhitung hampir dua jam kau dan
Jin Hyuk duduk santai pada ayunan di belakang rumahmu. Jin Hyuk masih mengusap lembut suraimu dan kau juga tetap bertahan menyandarkan kepalamu di atas pundak kekasihmu itu.Rasanya nyaman. Pundak Jin Hyuk adalah yang kedua, yang mampu menenangkan gundah gulanamu selain kedua orangtuamu. Bak sihir, Jin Hyuk tak pernah gagal meredam emosimu, menggunakan sentuhan halusnya.
Tiba-tiba kau ingat jika beberapa hari ini kau terganggu oleh satu pertanyaan besar yang sengaja kau simpan untuk Jin Hyuk. Secara perlahan, kau menegakkan kepalamu. Gerakan kecilmu ini membuat Jin Hyuk menyerahkan seluruh atensinya kepadamu.
Mengamati wajah Jin Hyuk yang entah mengapa bisa memberikan efek tertentu disaat yang tepat. Termasuk sekarang.
"Kau pernah tidak berpikir, tentang alasan mengapa kau sanggup menjadi seseorang yang setia berada di sisiku, sejauh ini? Sementara, kau dan aku tahu, gadismu, bisa dibilang, gadis yang tidak normal."
Jin Hyuk menampilkan ekspresi ketidaksukaannya atas pertanyaanmu. Sangat benci kalau kau mulai mengungkit soal 'penderitaanmu'. Maka acap kali dia memergokimu menangis diam-diam, Jin Hyuk tidak akan membiarkannya begitu saja.
Jin Hyuk mengapit kedua pipimu seraya menggeleng.
"Kau gadis normal, sayang. Demi Tuhan apa yang sedang kau bicarakan?"
Kau mengerti, Jin Hyuk paling malas kalau kau membahasnya. Namun serius, 'monster' itu tidak bisa kau tahan pemberontakannya. Dan lagi-lagi kau harus meloloskan lelehan bening dari netramu. Padahal kau sudah tenang sejak Jin Hyuk memelukmu.
"Kita tidak usah bersandiwara, Jin Hyuk Kau sering mendapati aku diliputi amarah besar disebabkan hal-hal sepele. Kemudian menangis sesenggukan berjam-jam dan nyaris tak absen berpikir menyudahi hidup. Kau mau menampik kalau aku ini gila?"
Jin Hyuk mengusak kasar wajahnya. Meskipun dia tidak suka kau menyinggung perihal depresimu, Jin Hyuk bersikukuh menerapkan saran psikiater untuk tidak membantah atau mendebat seseorang dengan kondisi pikiran yang seperti milikmu.
Hal itu membuka peluang kian dalam rasa putus asamu. Yang tentu saja akan berujung fatal pada dirimu sendiri.
"Kau adalah seseorang yang berharga, Jin Hyuk. Kau tampan, berbakat dan layak meraih impianmu tanpa perlu dibayangi ikut menanggung penderitaan seorang gadis yang tidak waras, kau tahu?"
Jin Hyuk bangkit dari duduknya dengan kedua tangan terlipat. Hatinya sakit mendengarmu menyebutkan dirimu sendiri tidak waras.
"Cinta. Cinta menjadi alasan utamanya."
Kau memandangi punggung Jin Hyuk dari belakang. Tubuhnya memang kurus, tapi siapa sangka, dialah satu-satunya sosok yang tak kenal lelah menemanimu.
"Dalam sudut pandangku, cinta tidak hanya berisi kebahagiaan. Cinta juga tentang bagaimana kehadirannya bisa mengubah rasa sakit yang luar biasa menjadi kekuatan yang dahsyat. Cinta rela kuberikan karena kau berharga untukku. Dan ketika aku tahu kau mempunyai sakit itu, aku mulai menetapkan bahwa salah satu impianku adalah membuat seseorang yang aku cintai tetap merasa berharga dan tenang dalam menjalani kehidupannya."
Jin Hyuk kembali mendudukkan dirinya di sampingmu. Ibu jarinya menyeka sisa aliran air matamu sedangkan kini giliran dirinya mengalami hal yang sama. Jin Hyuk-mu tampak berbeda, tak terlihat tangguh seperti biasanya.
"Kau memiliki aku yang membutuhkanmu dalam hidupku. Kau memiliki aku yang mencintaimu tanpa batas waktu. Kau memiliki aku yang siap menjadi bahumu kapanpun kau mau. Jangan pernah menganggap dirimu sia-isa, jangan pernah berpikir mengakhiri hidupmu lagi. Jangan pernah. You're a precious girl like others."
Sesuai janjinya, kau merebahkan tubuhmu di pelukannya. Kembali mengecap nyaman dalam kasih sayang Lee Jin Hyuk.
.
.
.Buat readers yang merasa insecure, me too😁, jangan patah semangat. Kamu istimewa😊. Happy satnight guys🤭..
KAMU SEDANG MEMBACA
Lee Jinhyuk Imagines (Completed)
Short StoryKepada vdans, selamat membaca imagine ini😊.