Apology

354 35 0
                                    

Bus kembali melaju setelah kau turun di sebuah halte. Ingin sekali kau segera tiba di rumah. Tenagamu tersisa hanya untuk berjalan beberapa meter menuju rumah. Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan. Namun, ketika mencapai beberapa langkah, kau bertemu seorang nenek yang berdiri di pinggir jalan. Ia terlihat celingukan, seolah menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang.

Karena tidak tega, kau menghampirinya. Dengan lembut, kau meraih pergelangan tangan beliau sembari tersenyum.

"Nenek akan menyeberang kan?"

Nenek tersebut mengangguk.

"Aku ingin ke rumah sakit itu, Nak. Tolong ya."

"Baiklah, pegang erat tangan saya."

Setelah dirasa jalan mulai sepi kendaraan, kau benar-benar menuntun nenek itu sampai di rumah sakit yang dimaksud. Di depan pintu masuk, dia melepaskan pegangan kalian

"Terimakasih banyak, Nak. Semoga Tuhan memberkatimu."

"Amin. Sama-sama, kalau begitu saya pamit."

"Hati-hati."

Kau berbalik, bergegas kembali ke rumah. Saat kau kembali menunggu jalanan sepi, sebuah mobil berwarna hitam yang akan masuk ke area rumah sakit, mendadak berhenti di dekatmu. Kau yang penasaran, memandang salah satu kaca mobil yang sedang dibuka oleh penumpangnya. Dan diluar dugaanmu, kau melihat seseorang yang sudah lama tidak kau jumpai.

Seseorang yang datang di saat yang tepat kala itu. Seseorang yang mampu mencuri hatimu meski kehadirannya dapat dihitung hari. Sekaligus seseorang yang dengan mudahnya meninggalkanmu hanya karena sebuah perdebatan kecil serta meninggalkan luka dalam hidupmu.

Tiba-tiba seolah hatimu dihantam jutaan batu besar. Begitu sakit, begitu sesak. Apa saja yang kalian ciptakan dalam kebersamaan selama satu hari itu, apa saja yang dia ucapkan. Semuanya berputar dalam otakmu sekarang.

Kenangan yang selalu kau upayakan pudar dari ingatanmu, malah tampak terang saat ini. Terlebih manakala mata itu menyorot ke arahmu. Entah, kau harus mensyukuri atau menyesali kejadian ini.

Satu yang pasti, kau harus pergi secepatnya. Sangat berharap dia tidak akan mengejar dirimu nanti. Iya, kau segera berlari menyeberangi jalan sekuat yang kau bisa. Sampai di tengah, kau baru sadar kalau ada sebuah truk sedang melaju dengan kecepatan tinggi ke arahmu. Kau pikir, kai harus terus melangkah, namun yang kaurasakan malah sebuah tubuh besar memeluk sembari menarikmu ke suatu tempat.

Kalian sempat berguling ke arah trotoar. Sebelum seseorang yang menolongmu terbentur trotoar, giliranmu berinisiatif menahan tubuhnya sebisamu. Syukurlah itu berhasil.

Dan air matamu tak lagi bisa kau halangi keluarnya. Mendapati senyuman khas darinya yang tetap terpatri meski beberapa bagian dari wajahnya tergores dengan darah segar mengalir.

"Jangan menangis. Kita sudah melewatinya."

Lee Jin Hyuk, kau membahayakan nyawamu untuk menyelamatkan nyawaku.
Bagimana bisa kau melarangku menangis? Bahkan kau tak tahu, kalau kebencianku telah dikalahkan oleh perasaan cintaku sendiri terhadapmu.

.

"Tidak ada luka dalam, kami sudah memeriksa dan bisa memastikannya, Nona. Saat ini pasien memang belum sadarkan diri, tapi Anda sudah bisa menjenguknya."

"Terimakasih banyak, dokter."

Selepas berlalunya dokter yang menangani Jin Hyuk, kau mengintip laki-laki yang terbaring di dalam itu.

"Ini takdir, kurasa."

Kau terkejut ketika nenek yang tadi sempat kau tolong berdiri di belakangmu.

"Nenek?"

"Duduklah dulu, jika belum ingin melihatnya."

Kalianpun duduk di kursi tunggu.

"Mohon maaf, jika boleh saya tahu, nenek sedang menunggui siapa sebenarnya?"

"Cucu nenek, dia juga seusiamu sepertinya.  Sudah tiga hari dia dirawat disini."

Kau hanya ber-oh ria, merasa tak perlu mengorek hal-hal lainnya. Tangan kanan nenek itu terulur menyingkirkan anak rambut yang menutupi dahimu. Ia meringis menyaksikan selembar perban disana. Kemudian dipindahkan tangannya ke atas kepalamu.

"Kalian saling mencintai meskipun tidak satupun dari kalian yang mengungkapkannya. Semoga setelah ini, Tuhan tidak memisahkan kalian lagi.".

Kau terdiam. Tidak tahu harus merespon bagaimana ucapan nenek tersebut. Siapa yang dia bicarakan? Kau? Kau dan Jin Hyuk? Kau ingin menanyakan hal itu bersamaan ia beranjak dari duduknya.

"Aku kembali dulu ya. Aku harus mengecek cucuku."

Mau tak mau kau membiarkan nenek itu pergi. Disatu sisi, kau bimbang. Inikah waktu yang tepat untuk menemui Jin Hyuk? Kau menarik nafas dalam-dalam. Memilih menuruti suara hatimu guna memeriksa Jin Hyuk.

Rupanya dia sudah siuman. Jin Hyuk lagi-lagi melempar senyum sembari mencoba bangkit. Tapi dengan cepat kau menghadangnya.

"Ada bagian lainnya yang sakit? Beritahu aku."

"Tubuhmu yang lebih banyak sakitnya. Mengapa kau malah bertanya padaku?"

Kau melihat ekspresi lega terukir pada wajah tampan Jin Hyuk. Ia seolah tak peduli bahwa kau tengah memasang tampang kesal sekaligus khawatir padanya.

"Kau merusak wajahmu demi diriku? Dasar bodoh."

Jin Hyuk tertawa ringan.

"Lebih baik daripada kubiarkan hatiku rusak karena diam saja melihatmu akan tertabrak."

Jujur saja, kau kurang mengerti maksud omongan Jin Hyuk.

"Jadi, agar hatiku tetap kuat, tolong maafkan aku. Maafkan aku yang meninggalkanmu begitu saja dulu. Aku, aku menyesal, setelah aku menyadari bahwa aku sudah melepaskan seseorang yang berarti bagiku. Maukah kau memaafkanku?"

Jin Hyuk mengulurkan tangannya padamu.

"Kau boleh marah atau membenciku, tapi kumohon, maafkan aku?"

Kau memukul tangan Jin Hyuk lalu memeluknya erat. Tak lama, kau merasakan dia membalasmu.

.
.
.









Ini masuk drama gak sih😅



Lee Jinhyuk Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang