Regret

84 14 0
                                    

"Aku anggap itu sebagai penolakan."

Tangan itu berhenti mengusap tengkuknya. Dengan segenap kebingungan yang dirasakan, Lee Jin Hyuk menatapmu. Kalimat yang baru kau rapal mendadak seperti segelintir percakapan yang sulit dimengerti.

Memangnya adakah dari jawaban darinya yang berarti bahwa dia menolak perasaanmu? 

"Ya?"

Sekali lagi, Jin Hyuk mau memastikan. Kau tersenyum, senyum yang bagi Jin Hyuk terlihat mirip dengan reaksi guru yang putus asa menerangkan pelajaran pada muridnya yang tak pernah berniat belajar.

"Begini, kau mungkin tidak mengerti apakah jawabanmu mengandung unsur penolakan atau tidak. Tetapi, sebagai perempuan, dengan mudah aku merasakannya. Pria selalu menggunakan logika, dan di dalam logika yang ia kemukakan, terdapat pengakuan perasaan yang diselipkan."

Jin Hyuk belum merespon. Dia semakin berputar-putar saat kau mencoba menjelaskan segalanya. Kau menaruh tanganmu pada salah satu pundak Jin Hyuk. Ia sempat meliriknya sekilas.

"Jika kau sungguh-sungguh mencintai seseorang, kau tidak akan berpikir terlebih dahulu saat kau berada pada situasi dimana kau harus mengungkapkannya. Kau bahkan mencari sebuah alasan yang tepat sebagai perisainya. Supaya, kau tidak tampak jahat dan aku tidak terluka. Tapi aku bisa memahaminya, Jin Hyuk."

Kau tersenyum.

Lagi.

Membuat Jin Hyuk merasa tidak enak. Kini dia tahu, bahwa seorang perempuan tidak hanya mengedepankan logika, tetapi juga perasaan mereka yang terkenal sensitif. Bukankah itu jauh lebih menyakitkan? Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisimu.

"Tidak apa-apa, Jin Hyuk. Cinta yang sebenarnya tidak pernah memaksa. Begitu juga denganku. Mungkin, kita bertemu bukan untuk berpasangan, tetapi berteman. We can still be friends, right?"

Kau mengulurkan tanganmu yang tadi kau tempatkan pada pundaknya. Pada akhirnya, kalian tetap mentaati garis pertemanan tersebut karena salah satu pihak tidak bisa menerobosnya. Dan sepertinya, kau tidak keberatan dengan fakta itu.

Kau pernah mengalami ini sebelumnya, sehingga tanpa kau sadari, hatimu telah mempersiapkan perisai khusus seandainya kisah yang sama akan terulang. Atau mungkin memang perasaanmu setulus itu, sepenat itu, yang menyebabkanmu dengan mudah menerimanya.

Jin Hyuk menyambut dengan baik sodoran tanganmu. Kini tangan kalian bertaut sebagai tanda pertemanan yang baru.

.

Jin Hyuk memandang lekat undangan bernuansa putih yang di dalamnya tertera namamu dengan nama seorang pria dan disandingkan sangat indah.  Terlihat begitu seriusnya sampai kau merasa ragu untuk menegurnya. Tetapi ini bahkan sudah sepuluh menit lebih berlalu, dan ponselmu yang semula hanya bergetar, kini mengeluarkan  dering sebagai tanda bahwa nomormu mendapat panggilan.

Panggilan tersebut cukup efektif memecah kebekuan seorang Lee Jin Hyuk, namun belum sempat dia bertanya, kau sudah menempelkan ponselmu ke telinga lebih dulu.

"Ya? Tentu saja. Baiklah, tunggu sebentar lagi, oke? Aku akan segera ke sana. Hm."

Jelas Jin Hyuk menyadari kalau kau tengah ditunggu oleh seseorang, berarti mau tak mau kau akan meninggalkannya, lagi. Jin Hyuk tak ingin kehilangan kesempatan.

"Kau tidak bisa mengobrol lebih banyak denganku dulu, ya?

Kau mengerutkan dahimu mendengar pertanyaan Jin Hyuk. Mengapa tiba-tiba dia ingin berbincang denganmu?

"Apakah ada sesuatu yang penting?"

"Tidak. Hanya saja, aku ingin mengobrol denganmu."

Kau semakin heran oleh jawaban penuh misteri Jin Hyuk.

"Sebelum kau resmi menjadi milik orang lain."

Rasa penasaranmu lenyap seketika. Walaupun Jin Hyuk tampak gugup sehingga kalimat paling akhir darinya  volumenya berubah pelan. Entah mengapa, kau merasakan suatu permohonan kuat di dalamnya.

Sesungguhnya kau berharap hari ini akan menjadi hari terakhir kau bertemu dengan Jin Hyuk.

"Kalau sekarang aku tidak bisa. Mungkin besok saja, jam empat sore di taman kota. Tapi aku akan meminta izin kepada calonku dulu. Jika boleh, nanti malam aku akan menghubungimu. Tidak apa-apa kan?"

Tanpa pikir panjang Jin Hyuk mengangguk. Setidaknya dia masih memiliki peluang kecil untuk mempertahankanmu. Kau berpamitan padanya kemudian berlari kecil ke arah sebrang jalan. Kau masuk ke dalam sebuah mobil berwarna putih dan menjauh dari tempat Jin Hyuk berada.

Pria jangkung itu tidak melepaskan perhatiannya padamu sedikitpun. Ada sejuta hal yang ingin Jin Hyuk ungkapkan sebenarnya padamu. Tetapi dia hanya bisa mewujudkan harapannya tersebut besok.

.

"Bukankah, waktu itu kau bilang padaku kalau kau mencintaiku?"

Kau benar-benar menepati janjimu untuk bertemu lagi dengan Jin Hyuk. Kalian berada di taman kota sekarang. Kau dan Jin Hyuk masing-masing duduk di sebuah ayunan ditemani puluhan anak-anak kecil yang tengah bermain di sana.

Senyum simpul terpancar di bibirmu, pernah terbayang Jin Hyuk akan menyodorkan pertanyaan seperti ini kepadamu suatu saat. Hanya ada satu kemungkinan dan kau sudah siap membalasnya dengan penuh ketenangan.

"Memang. Aku tidak berbohong saat itu."

Kau ingin mengatakan segala perasaan yang menghinggapimu tetapi biarlah Jin Hyuk yang mengkulitinya terlebih dahulu.

"Lalu, kenapa kau malah menikahi orang lain?"

Kau beranjak dari ayunan, kedua tanganmu bersedekap. Kau menghadap Jin Hyuk, kau dapat membaca rasa penasaran melalui sorot matanya.

"Apakah mencintaimu berarti aku tidak boleh menikahi orang lain? Aku sungguh-sungguh ketika kubilang aku mencintaimu, tetapi pada saat itu, kau menunjukkan keraguan atas perasaanmu sendiri. Kau tidak mencoba meyakinkanku soal hatimu, lalu bagaimana denganku? Bagaimana bisa aku terus berpikir positif kalau di masa mendatang kau akan mencintaiku? Aku menunggumu tidak satu atau dua bulan, satu tahun. Seberapa banyak aku harus membuang waktuku untuk menunggu orang yang salah? Berapa orang lagi yang harus kubuat kecewa karena terlalu berharap kepadamu? Sedalam apa aku harus menyakiti hatiku kemudian mengobatinya seorang diri? Kau mau membuatku takut mencintai laki-laki di sisa hidupku? Beri tahu aku?!"

Kau mendekatinya, kemudian menarik kerah bajunya. Hari ini, kau sudah tidak mampu menahan segalanya. Amarah, kecewa, sakit hati, air mata, kau tuangkan semua hari ini padanya. Ini seperti kau sudah bersusah payah mengeringkan sebuah luka dan Jin Hyuk mendadak datang untuk menyayatnya lagi.

."Aku mencintaimu sekarang."

Kau terdiam beberapa saat. Dia mengakuinya hari ini. Pengakuan yang sudah lama kau tunggu sebenarnya. Pengakuan yang kemungkinan akan mengubah sesuatu.

.

"Sekarang aku sedang menunggu hari dimana aku akan menikah dengan pria lain. Kau tahu itu. Menurutmu, apakah hal ini masih pantas kau lakukan? Seharusnya, jika kau memang mencintaiku, kau perjuangkan aku sebelumnya. Tolong ingat dari sekarang,  kalau perasaanmu adalah urusanmu, perasaanku adalah urusanku. Kita sudah berjalan masing-masing sejak lama. Apa kau tidak menyadarinya?"

Perkataanmu tadi sore terus terngiang di telinga Jin Hyuk. Tiada kata yang sesuai untuk menggambarkan kondisi hatinya saat ini selain kata penyesalan. Memang, kau tidak memaksa Jin Hyuk membalas cintamu walau tidak sebentar juga kau menunggunya. Kau sudah merelakannya bahkan kau akan segera mengikat dirimu dengan laki-laki lain. Seharusnya itu sudah berakhir.

Tetapi menjadi berantakan kala Jin Hyuk merasa jika sekarang dia benar-benar mencintaimu. Jin Hyuk mencoba memperjuangkannya tetapi itu ternyata jalur yang salah sebab ia sudah terlambat.

.
.
.









Makin kesini makin banyak sad ending. Entahlah, otakku ngarah ke sad terus. Mungkin refleksi dari hati kali ya😂.










Lee Jinhyuk Imagines (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang