34) 4 Minggu

8.2K 1K 357
                                    


"Hei, Bro ...," sapa laki-laki yang baru datang itu pada temannya yang sudah duduk dengan segelas bir di depannya.

"Tumben kau kemari. Tidak sibuk, Tuan Direktur?" tanya laki-laki yang menggunakan kemeja putih itu.

Yang ditanya hanya meninju pelan lengan temannya. "Jangan panggil aku seperti itu, Jimin!"

Jimin tertawa hingga matanya tertutup. Ia kemudian meneguk birnya. "Aku hanya terkejut melihat Direktur Kim Seokjin ada di sini."

Seokjin mendesis. "Ya terserah apa kata Anda, Tuan Park. Rumah sakit bukan perusahaan aku harus memanggilmu dengan apa, sih?"

"Panggil saja aku Jimin tampan."

"Stress!"

Jimin lagi-lagi tertawa, ia kemudian menawarkan bir pada Seokjin dan diiyakan oleh Seokjin. Mereka minum bersama sembari berbagi cerita.

"Jadi bagaimana dengan kisah cintamu, Jimin?" tanya Seokjin.

Jimin hanya bisa memasang wajah kesalnya, ia paling sensitif kalau ditanyakan soal percintaan. Kisahnya terlalu suram untuk diceritakan.

"Masih tergantung pada Ibunda tercinta rupanya ...," ucap Seokjin kemudian tertawa. "Ibumu masih sering menyuruhmu kencan dengan anak teman sosialitanya?"

"Sekarang sudah tidak. Terakhir dia menyuruhku untuk bertemu dengan adik dari Jeon Jungkook."

Alis Seokjin mengerut. "Memangnya Jeon Jungkook punya adik?"

"Adik sepupunya. Putri dari mendiang Tuan Choi."

"Oh aku tahu! Jadi bagaimana, kau sudah bertemu dengannya?" tanya Seokjin lagi.

Jimin menggeleng. "Ibuku hanya menyuruh tapi tidak menentukan waktunya. Dan sampai sekarang juga dia tidak pernah lagi membahas itu."

"Malang sekali kau ini. Makanya, cobalah cari pacar. Di rumah sakit banyak perawat cantik-cantik. Masa tidak ada satu pun yang terpikat dengan Kepala rumah sakit yang masih muda dan tampan ini?"

Jimin hanya tertawa sembari memukul lengan Seokjin. "Berhentilah membahas kisah cintaku. Sekarang bagaimana denganmu? Kapan kau akan menikah dengan Sowon?"

"Secepatnya. Aku masih sibuk meminta restu ayahku. Dia masih saja tidak suka pada Sowon. Kalau ibuku, sudah memberikan lampu hijau."

"Selamat, ya ... semoga hubunganmu langgeng."

"Terima kasih. Semoga kau—tunggu sebentar!" Seokjin merogoh saku jasnya dan mengambil ponselnya yang bergetar. Ternyata Sowon menghubunginya. "Lihatlah, baru dibicarakan dia sudah menghubungiku. Memang kekasihku satu ini ...."

"Sudah sana angkat saja teleponnya!"

Seokjin tertawa mengejek Jimin, kemudian mengangkat panggilan Sowon. "Halo, sayangku. Ada apa menghubungi worldwide handsome ini?"

Jimin mendengar ucapan Seokjin hanya tertawa, temannya satu itu memang ada-ada saja tingkahnya. Ia mendorong Seokjin agar jauh-jauh. Bisa-bisa Jimin emosi mendengar kata-kata yang Seokjin keluarkan.

"Jin, apa kau bersama Jimin?" kata Sowon dari seberang sana.

"Wah iya ... bagaimana kau bisa tahu, kau cenayang ya, Sayang?"

"Berhentilah bercanda, Jin. Aku serius!"

"Baiklah, maaf. Memangnya kenapa?"

"Kau dan Jimin bisa ke apartemenku? Temanku sakit, dari tadi siang dia muntah-muntah terus."

Surrogate WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang