Cinta adalah jebakan. Karena kita melihatnya sebagai cahaya, bukan bayangan.
.
.
.
"You looks gorgeous."
Seulas lekuk simpul lantas tergambar pada sosok yang menerima pujian, memang tidak lagi asing di telinganya yang sejak pagi tak henti dibanjiri kalimat serupa, "Thanks, Eric." tubuh semampainya sigap bangkit dan merengkuh pria bertubuh kekar itu erat, "I miss you, a lot..." setitik air mata tidak sanggup ditahannya.
Entah apa arti air mata tersebut ketika hari yang dinanti banyak orang termasuk dirinya hendak berlangsung tak lama lagi. Aroma bunga yang khas pun tak ingin kalah untuk terus memenuhi ruangan megah di sana.
"Hey, kenapa kau malah menangis? Kau akan menjadi pemeran utama sebentar lagi. Mereka akan mengira jika aku adalah pria yang masih belum merelakan kekasihnya untuk dimiliki lelaki lain."
"Kau memang priaku, Eric! Jangan bercanda... Aku tahu kau sedih,"
Eric tidak bisa mengelaknya dan kalimat yang barusan terucap adalah kebenaran- selain peran kekasih yang terselip. Dirinya sungguh tidak rela jika sosok rupawan dalam dekapannya ini tidak akan lagi dapat diraihnya, pun rasa syukur mengalir meski hatinya sakit.
"Ingin melarikan diri bersamaku? Kita bisa tinggal dimanapun, demi dirimu aku rela menjadi buron."
Jaejoong tertawa kecil, "Aku yang tidak rela! Aku menyayangimu, namun maafkan aku, Eric." helaan kecil mengalun diantara bibir tipis nan indah itu, "Apapun yang kau ketahui saat ini, tolong lupakanlah. Biar bagaimanapun aku tetap akan kembali pada Yunho, dia telah menjadi tangis kencangku, dia nerakaku. Kau pasti paham itu,"
"Kau memang gila, Jeje." Eric tertawa pun tak selepas biasa, bagaimana mungkin dia merasa baik-baik saja ketika sosok yang didambanya akan menjadi milik orang lain seutuhnya?
Dibandingkan surga dan indahnya dunia yang selama ini Eric ciptakan, Jaejoong malah memilih untuk melompat ke jurang milik Yunho. Jaejoong sukarela memasuki megahnya neraka Yunho dan meleburkan diri pada panasnya api yang tak henti berkobar di sana, bersisihan dengan luka dan penderitaan dalam istana kegelapan pria Jung itu.
"Kau tahu aku ini seorang masokis?" Jaejoong melempar sedikit gurauan demi meleburkan suasana yang ada. Melepas pelukannya pada Eric dan melempar senyum terlebar yang pernah Eric lihat, "Aku sangat menyukai tantangan, meski harus mati rasa berulang kali namun aku tahu Yunho layak untuk dipertaruhkan."
Eric tidak lagi dapat menimpali dan hanya mengulurkan segelas air pada Jaejoong, tentu saja dirinya lantas mendapatkan air wajah penuh keraguan pria rupawan itu. Manik bulat yang menatap lekat gelas berisi air di tangannya. Eric tidak benar-benar tahu apa saja yang terjadi pada Jaejoong sebelum mereka bertemu, bahkan hingga kini dirinya masih berusaha memahami pria berwajah indah itu.
Meraih cangkir kosong dari atas meja dan menuang setengah airnya di sana untuk menenggak habis setengah lainnya dari gelas, "Jika aku keracunan maka kita akan mati bersama, Jeje."
Kembali dengan senyum lucu pada bibirnya yang kemudian meraih cangkir dari uluran Eric dan menenggaknya hingga tandas, "Aku selalu percaya padamu, Eric. Hanya sedikit teringat kenangan lama," menggerakan bahunya tak acuh, "Jadi kau benar-benar datang bersama seluruh teman kuliah kita?"
Eric melebarkan bola matanya begitu teringat kejadian beberapa hari lalu, "Aku hampir merusak guci kebanggaan nenekku begitu mendapatkan telepon dari bibi Minyoung. Seperti mendapatkan undian, Jeje! Fu*king crazy lottery! Aku bahkan harus menjaga sikap di dalam jet pribadi yang mahal dan merasakan hidup sebagai tuan muda selama seminggu kedepan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blossom
FanfictionDalam sebuah drama, kisah seorang pria kaya raya yang mencintai wanita miskin dan lugu hingga rela melakukan apapun untuk mendapatkan sang wanita. Namun pada kenyataannya tidaklah seperti itu. Sang pria kaya raya bisa saja mencintai seorang wanita...