Dua

28 5 2
                                    

Ketika cinta tak memberi bahagia dan hanya meninggalkan luka. Maka jangan salahkan diri jika memilih trauma untuk membalut asa.






Rizal menepuk pundak Niken dari belakang. Sengaja membuat Niken kaget karena dari tadi ocehannya belum berhenti. Iya, Niken masih mendumel karena teman sekelasnya bersekongkol memilih dia menjadi sekretaris lagi. Hari pertama sukses kesal karena mereka. "Udahlah, dibikin enjoy aja. Lagian enak kan bisa deketan sama Pak Ketua terus."

"Deketan, Mbahmu!" sembur Niken yang masih dalam mode galak. "Takdir apa yang sedang aku mainkan sehingga bisa sekelas sama kalian lagi?" ucap Niken dengan wajah memelas. Bukannya kasihan, Rizal malah tertawa.

"Jangan, marah-marah mulu. Nggak sayang sama skincare lo? Cantik enggak, tua iya." Sivel menengahi pertengkaran Rizal dan Niken. Merangkul pundak Niken untuk menjauh dari temannya dan membawanya ke kantin. "Mau makan apa?" tanya Sivel pada Niken yang masih cemberut.

"Makan orang!" kesal Niken.

Biasanya Niken membawa bekal untuk dirinya dan Sivel, tapi karena hari pertama masuk, jadi dia tidak membawanya. Kangen suasana kantin katanya. Sivel tak masalah sih, uangnya banyak apapun akan ia lakukan untuk kesayangannya.

Niken membawa bekal itu juga karena Sivel sering telat makan. Kasihan juga terus menerus makan makanan warung. Jadi, masakan rumahan ala Niken selalu ada di siang hari untuk Sivel. Itu alasan Niken membawa bekal. Ya, kehidupannya akibat broken home membuat Sivel harus menempati apartemen sendirian ditemani sepi.

"Ululuhh ... udah dong kesalnya. Mereka pilih lo itu, karena mereka suka sama kinerja lo. Lagipula kan enak bisa deket gue terus," ucap Sivel dengan kekehan dan dibalas Niken dengan lirikan. "Lagipula kegantengan gue yang paripurna ini bisa lo nikmati sepuasnya."

"Deket lo bentaran aja udah mual, puas dari mana?"

"Terima kasih untuk pujiannya. Gue suka."

"Sinting."

"Nanti jadi kan, keluarnya?"

"Males ah, mood gue jelek."

"Ada gue untuk memperbaiki mood lo." Sivel menarik turunkan alisnya menatap Niken membuat Niken semakin malas. "Nando!" panggil Sivel pada temannya. Beruntung yang dipanggil berhenti dan menoleh sebentar.

"Makan juga lo? Gue kira main basket, bikin lo kenyang," tanya Sivel pada Nando yang sudah ada di hadapannya. "Eh, kenalin ini Niken."

"Gue tau," ucap Nando lalu pergi.

"Dia sekelas sama kita," lanjut Sivel. Pandangannya masih ke depan kala berbicara saat ini.

"Sekelas?" tanya Niken dengan ekspresi kaget, tapi pandangannya lurus pada Nando. Matanya melotot dan alisnya terangkat. "Gue rasa, punya teman sekelas kayak lo udah bikin pusing. Kenapa mesti ketambahan makhluk kayak dia?" ucap Niken dengan nada takut, bahkan tubuhnya bergoyang seperti melihat hantu.

Baru melihat saja, Niken tahu kalau Nando itu anak yang dingin, cuek dan keras kepala. Pasti akan sangat mati kutu, ah salah, bukan hanya kutu tapi semut, ular dan hewan lain yang mengerikan yang menggambarkan sifat si Nando Nando itu.

"Dia baik, tau. Emang gitu pembawaannya. Malah sebenarnya dia itu agak manja dan nggak tegaan, tapi sama yang kenal deket aja sih." Sivel menarik kursi untuk Niken dan dirinya. "Jadi ... soto ayam sama coklat dingin?"

"Waahhh pinter! Hapal, sama favorit gue. Nggak rugi liburan sebulan, begitu masuk hapal semua." Senyuman lebar ada di bibirnya, lupa bahwa tadi dia mendumel karena ulah teman sekelasnya.

Nyanyian RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang