Senyumin aja, ini bukan tentang kesombongan dia yang sudah memiliki. Namun tentang kekuatan hatimu, goyah atau tidak.
"Lo nggak ngantin, Ken??" tanya Yunita yang sedang merapikan bajunya setelah duduk lama mendengarkan pelajaran.
"Gue bawa bekal. Lo mau?" Niken mengangkat bekalnya. "Sandwich dan roti isi selai coklat."
"Waooww, mau dong! Nggak boleh nolak gratisan, nanti dosa. Lagian gue tuh kasian tubuh langsing lo, nanti gendut, gue aja," ucap Yunita sumringah.
Niken tersenyum sambil menggelengkan kepala mendengar ucapan temannya. Memutar tubuh menghadap belakang. Mencari seseorang yang kini terbiasa berada disekitarnya menggantikan seseorang yang kini sibuk dengan status barunya. "Nando!" Melihat yang dipanggil mendongak, Niken melanjutkan ucapannya, "lo bawa bekal nggak? Sini, makan bareng."
"Sejak kapan lo deket sama, cowok es krim itu?" bisik Yunita menyenggol lengan Niken.
"Cowok es krim?" Niken menyatukan alis mendengar ucapan Yunita.
"Iya. Es krim, manis tapi dingin." Yunita menutup mulutnya karena tak kuat menahan tawa dengan panggilan ciptaannya itu. "Psstt, ada orangnya."
"Kamu bawa bekal apa?" tanya Niken pada Nando yang menarik kursi di sebelah kirinya. Meraih kotak bekal Nando yang diletakkan di mejanya. "Woah! Nasi goreng sosis dan ayam krispi."
Setelah mengucapkan itu, wajah Niken berubah sendu. Itu adalah menu favorit Sivel. Saat Niken berkunjung ke apartemennya, Sivel selalu minta buatkan menu itu. Katanya, meski cara memasaknya simple, tapi mempunyai cita rasa bintang lima. Niken mengeluarkan ingatan itu dengan cara membuang karbondioksida banyak-banyak. Tak baik terus diingat. Setiap orang punya jalan bahagia sendiri.
"Yaa ... menu yang menginspirasi." Nando meraih bekalnya, mendongak melihat Sivel yang tengah asyik dengan ponselnya, Nando menawarkan bekalnya. "Vel, lo nggak ngantin?"
"Mau ikut makan?" tawar Niken. Tak ada yang sadar bahwa Niken perlu menelan ludah yang seperti api untuk menutupi kecanggungan. "Nando bawa nasi goreng dan gue sandwich, maybe you want one of them."
"Gue nunggu Vista," ucap Sivel tanpa mengalihkan pandangannya. Berkata dengan nada datar dan ucapan yang menusuk. Sangat bukan Sivel yang mereka bertiga kenal.
"Ok." Niken harus tetap tersenyum dan kuat. Bukankah tujuannya sudah tercapai? Sivel sudah tak berada di sekitarnya. Tak mengisi hari harinya lagi. Niken tak perlu lagi merasakan perasaan terkutuk itu. Dan yang paling penting ... tak ada korban jiwa seperti dulu lagi. Niken tersenyum, hidupnya akan baik-baik saja. Doanya terkabul.
"Sandwich buatan Tante Fira emang de bes. Enyak banget," teriak Yunita memecah suasana yang mendadak dingin. Yunita tahu itu menyakitkan untuk Niken, tapi mengasihani Niken juga bukan pilihan baik, apalagi membuatnya menyesal sangat tidak dianjurkan. "Besok bawa lagi dong, Ken. Lumayan kan gue bisa irit dikit," ucap Yunita terkekeh.
"Maunya lo," ucap Niken pura-pura kesal. Ketiganya sibuk dengan apa yang ada di mulut dan tangan mereka. Sesekali candaan keluar untuk mematikan hawa yang kian mendingin.
"Sayang!" panggil Vista yang sengaja dikeraskan, menarik perhatian semua orang. Melangkah ringan ke tempat Sivel duduk. "Ayo ke kantin. Perut aku lapar," katanya dengan manja dan wajah sok imut.
Sivel berdiri dari posisinya. Tahu bahwa adik kelasnya ini akan membuat onar dan menyakiti kesayangannya dengan kata kasar. Sebelum itu terjadi lebih baik Sivel membawanya kabur. Lagipula berlama-lama di kelas akan menambah sakit hatinya. Bagaimana tidak, dirinya hanya bisa melirik bekal Niken tanpa bisa menyentuh apalagi menelannya. Meski dia rindu itu, dia harus tetap bertahan dengan keputusan yang diambil.
"Wow wow wow ... apa ini?" ujar Vista dengan nada terkejut dan senyum meremehkan. Matanya memindai Niken dan kawan-kawan yang sedang santai memakan bekalnya. Berkacak pinggang dan berkata dengan angkuh, "yang kayak gini mau jadi pacarnya Kak Sivel? Helllooo, lo nggak selevel sama dia. Yang ada Kak Sivel bakalan masuk rumah sakit karena bekal nggak higienis lo! So, please, ngaca deh!"
"Vista ...," panggil Sivel pelan.
"Gue kasih tahu lo satu hal dan inget baik-baik. Jauhkan tubuh lo dan bekal tidak sehat itu dari pacar gue."
"Vista," panggil Sivel sekali lagi. Menahan geram dengan gigi bergemelatuk.
"Gue nggak mau kehilangan Kak Sivel karena bekal lo, paham?" ucap Vista dengan wajah kejam.
"Vista!" teriak Sivel. Sangat tidak suka dengan ucapan pacarnya yang sudah sangat keterlaluan. Tak ingin menambah penyesalan nantinya. Menarik tangan Vista supaya mengikutinya keluar kelas. Tak peduli dengan teriakan dan ringisan Vista. Yang ada di pikirannya hanya menjauhkan Vista dari Niken. Menariknya hingga sampai di kantin. "Lo apa-apaan sih?"
"Apa? Aku bener kan? Aku nggak mau kehilangan kamu karena bekal dia, Sayang." Vista mengangkat tangan ingin menyentuh pundak Sivel, tapi ditepis kasar.
Sivel menarik napas kesal. Menjambak rambutnya dengan rasa frustrasi. Meraup wajahnya diiringi dengan hembusan napas penuh amarah.
"Lo ...," ucap Sivel dengan menunjuk Vista tepat di depan wajahnya. Ingin mengeluarkan segala amarah dengan ucapan menyakitkan, tapi dia tidak bisa. Niken selalu berkata jangan menyakiti perempuan walaupun dengan kata-kata. Kembali menarik jarinya dan mengepalkan tangannya, lalu pergi tanpa kata.
Vista yang kebingungan dengan sikap Sivel karena meninggalkannya begitu saja berlari mengejar sambil memanggil nama Sivel. "Kak Sivel, tunggu! Kita makan dulu. Kak Sivel!"
"Jangan ikuti gue!" ucap Sivel dengan geram dan mata menyorot tajam penuh kebencian. Lalu melangkah meninggalkan Vista. Lupa dengan perutnya yang minta diisi.
Vista yang diperlakukan seperti itu mengepalkan tangannya dan berkata, "Niken, nggak seharusnya lo hidup dan tertawa bahagia."
Di kelas, meja Niken sudah penuh dengan anak-anak lainnya yang selesai mengisi perut di kantin. Mereka ikut mencicipi bekal Niken yang terlihat menggiurkan.
"Lo jangan ambil lagi, cuka asin," ucap Adit kesal karena Rizal mengambil roti Niken satu lagi.
"Iri, bilang bos."
"Gue goyang mama muda baru tahu rasa lo. Siniin jatah gue!" Adit mengambil paksa roti di tangan Rizal.
"Tolooongg gue dikejar janda bolong," teriak Rizal berlari mengelilingi kelas.
"Lo nggak papa?" tanya Yunita pada Niken yang tersenyum terpaksa. "Gue akan selalu menemani lo, Ken. Jangan merasa sendiri."
"Hareudang hareudang panas panas panas ...." Rizal menyanyi disebelah Adit yang kini menatap Ainun sendu. Ainun sedang bercanda dengan murid cowok kelas lain. "Cowoknya cowoknya cowoknya bikin hati panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Rindu
Novela Juvenil{ Estrella projects } "Lo ... suka sama Vista?" "Nggak." "Lalu kenapa lo pacaran sama dia?" "Karena pengen jauh dari lo."