Empat

14 3 0
                                    


Cinta itu selain bikin senang, juga kenyang. Buktinya doi sering traktir makan, hohoho.












Niken mengembuskan napasnya sekali lagi. Melirik seseorang di sampingnya dengan malas. Cowok keras kepala alias tidak nurut. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya, sang ketua kelas paling kece badai se-Estrella high school, Sivel. "Vel, lo ke kantin dulu aja, gue belakangan," ucap Niken sekali lagi.

"Lo itu, kalo udah nugas gini pasti lupa makan! Gue nggak mau ngantin, biar kelaparan bareng," tolak Sivel lebih keras kepala. Sivel, pikir hanya Niken saja yang bisa keras kepala? Dirinya juga bisa, ck.

"Salah sendiri pilih gue jadi sekretaris!" ketus Niken. Jadi, sepuluh menit sebelum bel berbunyi Niken disuruh menulis di buku absensi kelas. Sebenarnya bisa dikumpulkan besok lalu minta tanda tangan wali kelas, tapi dasarnya Niken tidak suka menunda pekerjaan jadi, dia menulis sekarang.

"Oke, salah gue lagi. Hobi lo berubah ya, Ken?"

"Nggak. Gue tetep suka baca."

"Dan nyalahin gue!" ketus Sivel yang kemudian beranjak pergi keluar kelas.

Niken mengangkat kepalanya, menatap kepergian Sivel dengan sendu. Sivel, seseorang yang mampu membuat Niken nyaman karena keberadaannya. Membuat Niken tersenyum meski sedih menampar dirinya. Menggenggam tangan Niken memberi kekuatan dan berada di samping Niken memberi perlindungan.

Sebenarnya perut Niken sudah menyanyi dari tadi, tapi Niken malas ke kantin apalagi dengan Sivel. Tidak kenyang karena makanan, tapi karena ghibahan. Malas sekali bukan.

Siapa yang tidak kenal Sivel? Cowok dengan sejuta pesona. Diam aja udah keren, ganteng dan manis. Apalagi senyum? Rasanya kayak makan gulali deh. Namun sayang, Sivel tak sadar akan pesonanya. Dirinya terlalu sibuk dengan Niken, gadisnya. Membuat Niken merasa bersalah dan minder sendiri. Alasan lain Niken membawa bekal adalah dia tidak ingin mendengar obrolan apapun tentang dirinya dan Sivel. Jadi, bisa kenyang tanpa keluar kelas.

Pernah suatu hari ketika Niken dan Sivel berjalan beriringan saat akan ke kantin. Bisik-bisik terdengar jelas bahkan tanpa menguping, membuat Niken mendengus. Hobi yang menjadi kebiasaan di Estrella high school, yaitu membicarakan dirinya dan Sivel ketika terlihat bersama. Anehnya Sivel pun tak pernah menegur atau melabrak langsung. Sivel hanya menutup telinga Niken dan melanjutkan perjalanan.

"Sivel kena pelet kali, ya, kok bisa-bisanya dia deket sama Niken yang nggak ada manis-manisnya sama sekali. Bahkan levelnya jauh di atas Sivel."

"Kena guna-guna, tuh."

"Atau disantet."

"Hush ngawur! Kalian semua salah. Pasti Sivel dihipnotis."

Saat Niken menundukkan kepalanya, Sivel menggenggam erat dan berkata, "Mau makan apa?"

'Merusak suasana banget. Hibur kek, tanya keadaan gue atau bikin joke receh, ini malah tanya mau makan apa. Kesel. Pengen tak hihh,' batin Niken.

"Makan mereka," ketus Niken. Bukannya menjawab, Sivel malah tertawa terbahak. Memegang pundak Niken dan perutnya. "Ketawa lagi." Niken berjalan cepat meninggalkan Sivel. Hatinya sungguh dongkol. Tidak bisakah Sivel memberi sedikit pelajaran saja kepada mereka sang penghibah? Atau otak mereka blank makanya yang keluar omongan kotor aja.

"Kenapa gue ditinggalin?" tanya Sivel ketika dirinya berhasil menyamai langkah kaki Niken. Untung kakinya panjang jadi cepet ngejarnya. Coba sama pendeknya dengan Niken, bisa-bisa mereka kejar-kejaran dan telat makan.

"Lo rese, udah tau mereka ngomongin yang jelek-jelek tentang gue, bukannya belain ini malah nanyain makan apa? Nggak ada hati lo," sengit Niken.

Tersenyum, Sivel meraih kedua pundak Niken supaya menghadapnya. "Kenapa gue tanya itu dan nggak nenangin hati, lo? Itu karena gue tahu bahwa lo nggak gitu. Lo istimewa bagi gue dan itu alasan yang cukup buat lo tetap disamping gue."

Nyanyian RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang