Seperti debu yang terbang seiring dengan embusan napasmu. Aku tanpamu kosong.
"Lima, empat, tiga." Niken mengangkat jarinya sambil berhitung keras. Memberi kode supaya teman-temannya segera menyelesaikan tugasnya, "yang telat ngumpulin mesti traktir gue mie ayam plus pop ice coklat! Dua, dua lebih seperempat, dua setengah ..."
"Ah elah, niat banget ni sekretaris cari gratisan," gumam Rizal.
"Banyak cara menuju gratisan."
"Mungkin dia lagi bokek, Zal," timpal Adit.
"Gue denger ya kalian ngomong apa," sengit Niken dengan mata tajam yang menyipit. "Saaaa tuuuu! Cepet kumpulin!"
"Kurang satu Nikeeennnn," teriak Yunita kesal. "Sepuluh menit lagi yaa? Yaa? Yaa..."
"Kagak!! Gue mau makan siang di kantin. Kalo lo telat, kumpulin sendiri," sengit Niken sambil menerima buku dari murid lainnya.
"Lo ... gue end. Jahat banget jadi temen ishh," gerutu Yunita.
"Makanya dikerjain, bukan malah ngoceh."
"Udah, sekarang ke kantin aja, aku yang traktir. Mie ayam plus pop ice coklat," ucap Nando. Merangkul bahu Niken dan mengambil alih buku yang ada di tangannya kemudian memindahkan di telapak tangan Yunita sambil berkedip.
Niken cemberut dengan tingkah Nando yang seolah membela temannya, tapi kehilangan gratisan itu juga perlu diperhitungkan. Memang keduanya sudah janjian tidak bawa bekal hari ini. Niken merengek ingin makan mie ayam ditemani Nando. Masih terdengar keduanya tengah beradu argument karena sikap Nando. Sedangkan Yunita berteriak kegirangan.
"Makasih Nando," teriak Yunita senang. Dengan kecepatan kilat Yunita menyalin jawaban Niken begitu juga murid lain. Lebih baik mengumpulkan ke ruang guru meski telat daripada jawaban kosong.
"Nando sekarang beda ya," ucap Ainun santai.
"Beda gimana?" tanya Rizal masih dengan jari yang bergerak cepat.
"Dia lebih hangat, ramah dan murah senyum juga. Keliatan banget kalau sayang Niken. Gue doain semoga mereka jadian."
"Iya deh, cuman dia yang bisa meredam kemarahan Niken setelah ketua kelas."
"Amiiinnn,"
"Lagipula gue baru tahu kalo Nando bisa sebaik itu barengan dengan aura cakepnya yang baru keluar. Haduh, mata kenapa baru keliatan sih!" kesal Yunita, tapi sedetik kemudian matanya berbinar sambil memikirkan sikap Nando yang sudah berubah perlahan. "Bikin meleleh."
"Dan lebih seneng lagi dia tidak berlarut-larut dalam kesedihan karena Sivel," sahut Ainun. Dirinya sendiri bingung mau membela siapa karena keduanya seolah memang tidak pernah ada perasaan sama sekali. Seolah sikap hangat mereka kemarin adalah angin lalu.
Tanpa sadar apa yang mereka ucapkan mampu memantik asap yang hampir kehilangan apinya. Lalu kembali menyala seperti disiram gas sehingga berkobar lagi.
Iya, itu perasaan Sivel. Dengan tangan terkepal dia berjalan ke kantin ingin tahu bagaimana sikap manis Nando yang dielu-elukan oleh teman sekelasnya. Ingin membuktikan apa Nando menjaga Niken dengan baik seperti pesannya. Sehingga teman-temannya begitu memujanya.
Sivel pikir hanya dirinya yang paling mengerti Niken. Sivel pikir hanya dirinya yang bisa merebut perhatian Niken. Membuat Niken tergantung padanya. Mengalihkan seluruh perhatian Niken untuk dirinya. Menjadikan dirinya sebagai penopang senyumnya. Dan hanya dirinya lah alasan gigi putih bersih itu terlihat kala tertawa dan tersenyum manis.
Namun Sivel salah, kini di hadapannya Niken dengan manja dan merengek meminta sambal pada Nando yang mengangkat tinggi tempat sambal itu. Wajahnya terlihat sangat menggemaskan. Adu argumen kembali terjadi, persis saat dirinya dan Niken dulu adu mulut. Sivel rindu saat seperti itu.
Setetes air bening itu jatuh tepat di telapak tangan Sivel. Digenggamnya erat lalu duduk di meja dekat dua insan itu. Menyakiti hati sendiri dengan menyaksikan kedekatan keduanya. Itu adalah cara paling ampuh untuk membuatnya menyesal dengan keputusan bodoh nya.
Sivel pikir Niken akan kembali pada dirinya. Sivel pikir Niken akan mengucap maaf atau meminta penjelasan mengenai hubungan mereka atau sikapnya akhir-akhir ini. Sivel kira Niken akan merasa kehilangan dan kosong. Nyatanya dia tetap tersenyum seperti biasa.
Cintanya bertepuk sebelah tangan. Tak pernah ada namanya di doa Niken. Bahkan dalam napas Niken saja Sivel hanya sebutir debu yang tertiup bersamaan dengan embusan napasnya.
"Dikit lagi Nando," rengek Niken.
"Enggak."
"Ini kurang pedas Nando."
"Nanti kamu mules, Ken."
"Ujung sendok."
"Cepat makan!"
"isshhhh!" Niken menancapkan garpu dengan sangat emosi. Melahapnya dengan rakus. Kalau bisa sekalian mangkuknya dia telan. Menyalurkan kekesalan pada Nando.
"Habiskan atau bayar sendiri," bisik Nando yang dibalas dengan tatapan kesal Niken, tapi Nando malah tertawa keras. Senang sekali melihat kekesalan Niken.
Karena kesal Niken jadi tersedak. Dengan cepat Nando mengambilkan minum serta mengusap keringat Niken dengan tisu. Setelah itu mengikat rambut Niken yang terjatuh. "Badan gede, tapi kayak bocil."
"Gak denger, wlee."
"Semoga keselek lagi."
"Jahat." Niken memukul lengan Nando dan kembali dia tertawa.
Sivel hanya bisa memandangnya. Ditimpa beribu sesal yang menumpuk menyesakkan dada. Dulu dia yang di sana yang tersenyum sambil menopang dagu. Mengusap peluh dan mengambil sisa makanan di sekitar mulut Niken. Dulu dia yang menjaga dan memanjakan Niken. Selalu bahagia mendengar rengekan manja Niken.
"Berengsek!!" Sivel hanya titip untuk dijaga, bukan untuk dicintai Nando. Sivel paham makna sikap dan tatapan Nando, dan itu bukan sebagai teman, tapi sebagai cowok yang menyayangi cewek.
Sangat menyesal telah mengambil keputusan bodoh. Melepas Niken dan mendapatkan Vista. Bahkan setelah sebulan dia bersama Vista tak ada tanda-tanda Niken cemburu. Semua sia-sia. Pohon ditebang masih bisa tumbuh kalau nasi yang menjadi bubur? Tinggal buang atau makan.
"Berbahagialah. Aku mencintaimu," batin Sivel.
Sivel pergi tak menoleh ke belakang. Tak tahu ada hati yang ikut tersayat melihat sikapnya yang menjauh dan tak bisa dijangkau. Ingin menangis juga percuma. Yang ada kejadian dulu akan terulang lagi dan Niken takut akan bertambah parah. Menghela napas Niken meminum pop ice coklatnya.
"Nanti sore latihan basket yang terakhir, ya." Nando juga meminum air putih dalam botol. "Lusa kan kamu harus ketemu dengan pak guru itu."
Mengalihkan pembicaraan untuk menghindari sakit hati adalah hal paling mujarab. "Sekalian buktiin kalau sore aku nggak sia-sia."
"Siap kapten."

KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Rindu
Jugendliteratur{ Estrella projects } "Lo ... suka sama Vista?" "Nggak." "Lalu kenapa lo pacaran sama dia?" "Karena pengen jauh dari lo."