Kamu tahu angin? Seperti itu cinta. Menyejukkan dan menggerakkan hati yang perlu diisi.
Sivel menyandarkan kepalanya di setir. Mengeluarkan sesak yang sedari tadi mengimpit dada menjadi buliran bening. Mungkin terlihat cengeng atau banci, tapi dirinya perlu mengeluarkan semuanya agar lebih kuat menghadapi kenyataan selanjutnya. Jalan hidupnya masih panjang, tak tahu halangan apa yang ada di depan sana mungkin tanah yang berkerikil, berkumpul atau tanah gersang.
Tak pernah dia membayangkan akan menjadi serumit ini. Awalnya dia hanya ingin Niken menyadari perasaannya sendiri untuk dirinya maka dari itu dia menjauhi cewek bawel kesayangannya, dan lebih memilih berpura-pura mencintai adik kelasnya Vista. Namun, semua itu tak seindah rencana. Bukan malah menyadari perasaannya, Niken semakin menjauh bahkan tak bisa digapai.
"Apa yang harus aku lakuin, Mbul? Bagaimana caranya membuat mu tetap disisiku? Maafkan kebodohanku ... maafkan aku, Mbul," ucap Sivel parau. "Apa masih ada kesempatan untukku bisa bersamamu, Mbul, setelah kebodohanku ini?"
Perlahan Sivel menarik tuas dan menjalankan mobil. Dari tadi dirinya masih nyaman di halaman sekolah yang sekarang mulai sepi. Hanya beberapa siswa OSIS yang terlihat wara wiri. Sampai di lampu merah, pandangan Sivel berhenti di taman, tempat dia dan Niken biasanya makan bakso untuk sekadar melepas penat.
"Bakso satu, Pak. Bakso sama mie putih aja," ucap Sivel datar.
Setelah pertimbangan lama saat lampu merah menyala, akhirnya Sivel memberhentikan mobilnya di parkiran taman. Entah untuk apa. Dirinya pun bingung. Duduk di sini sama saja membuka luka lama, tapi hatinya ingin tinggal sementara. Jadi, dia memesan bakso dengan pemandangan lapangan basket.
Di taman ini bukan hanya ada lapangan basket, tapi ada lapangan futsal, badminton, dan lapangan lari jarak lima ratus meter. Di sebelah timur ada berbagai permainan anak-anak seperti ayunan, jungkat-jungkit, perosotan, panjat besi, jaring laba-laba dan lainnya. Sebelah Utara tempat parkir kendaraan. Sebelah selatan ada pedagang kaki lima dan sebelah barat ada joglo untuk latihan tari. Lapangan itu terletak di tengah dan saling bersisian.
Sivel masih ingat dirinya sering kesini Minggu pagi. Menyeret Niken yang memajukan bibirnya karena gangguan dari dirinya. Sivel tersenyum melihat kilasan bayangan yang lewat itu. Meski sekilas tapi mampu membuat seulas senyum terbit.
"Aku mencintaimu dan aku sangat sangat merindukanmu," ucap Sibel pada angin. "Sehat ya, Mbul."
Tak terasa waktu sudah sore. Sivel menengok jam di pergelangan tangannya sudah jam setengah empat. Pantas saja ramai. Jam segini orang pulang kerja banyak yang mampir. Sekadar melepas stress atau menghilangkan rasa lelah akan kewajiban yang menumpuk. Atau menghabiskan uang jajan yang masih tersisa.
Sivel berdiri melangkah menuju parkiran. Sudah waktunya pulang dan menghabiskan hari di apartemen yang sepi dan selalu sendiri seperti biasanya. Namun, langkah kakinya berhenti kala mendengar suara tawa seseorang. Tawa renyah yang sangat dikenal dan dirindukan. Saat Sivel menoleh mencari sumber suara, dirinya menemukan Niken dan Nando yang sedang melakukan gerakan pemanasan.
Kembali Sivel memutar tubuh mencari tempat aman untuk mengawasi keduanya. Antara lapangan yang satu dan yang lain ada batas jalan dengan pohon rindang di sekitarnya. Disediakan pula tempat duduk panjang untuk beristirahat setelah lelah berolahraga dan Sivel duduk di sana.
Bahkan Sivel bisa mendengar obrolan keduanya. Tawa kecil dari Niken dan jawaban datar dari Nando. Sudah selesai pemanasan, kini waktunya bermain basket. Terlihat Niken kewalahan dengan gerakan Nando yang mendribble bola. "Tubuhmu terlalu pendek, Mbul, makanya nggak bisa ambil bola itu," ucap Sivel pada Niken yang tak mungkin didengar. Matanya masih memerhatikan keduanya. Tak akan pergi jika mereka belum selesai.
![](https://img.wattpad.com/cover/230758047-288-k903568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyanyian Rindu
Teen Fiction{ Estrella projects } "Lo ... suka sama Vista?" "Nggak." "Lalu kenapa lo pacaran sama dia?" "Karena pengen jauh dari lo."