Setelah mengalami banyak hal selama berada di desa penuh misteri, para muda-mudi itu memilih melupakan kenangan pahit yang telah mereka dapatkan. Waktu berjalan dengan cepat, mereka kini memiliki kehidupan yang perlu dilanjutkan.
Seperti halnya Ara, ia memilih fokus pada studi dan hobinya.
Sedangkan Aris dan Dinda. Kedua remaja itu memutuskan untuk masuk dikampus yang sama seperti sang kakak, Ara.
Jika sebelumnya Aris ingin berkuliah diluar kota, maka pemuda itu membatalkan niatannya karena alasan suatu hal. Begitupun dengan Dinda yang langsung mendaftar di kampus yang sama, gadis itu sudah merasa lengket dan klop dengan Ara.
Ara hanya mendengus mendengarkan alasan tak masuk akal dari adik-adiknya itu.
Kini mereka bertiga duduk di ruang tamu milik Hardi, ketiganya saling melempar obrolan sembari menonton acara tv yang tak ada seru-serunya.
"Ouh, aku jadi tidak sabar menunggu masuk kuliah." Gumam Dinda sembari menekan remot tv secara acak.
Ara yang berada disampingnya pun bertanya. "Kenapa?"
"Mau nyari cowok-cowok ganteng." Dinda terkikik geli dengan pemikirannya sendiri.
Aris yang sedang makan kacang pun segera melemparkan kulitnya pada Dinda, ia menatap gadis itu dengan mendengus.
"Imajinasi mu ketinggian, Din. Yang aku tahu, kuliah tidak seperti di novel-novel ala remaja. Jika kuliah bisa seenak itu dalam mencari pasangan, maka kak Ara tidak akan menjomblo dari awal semester hingga saat ini."
Mendengar namanya disebut-sebut, apalagi membawa kata keramat 'jomblo' membuat Ara menatap Aris dengan kesal. Ara meraih bantal sofa lalu melemparkannya tepat dimuka Aris.
"Aduh! Ampun kak, kan emang bener kalau kakak jomblo." Teriak Aris sambil mengejek sang kakak.
"Aku kuliah untuk mencari ilmu, bukan buat mencari jodoh." Tukas Ara, ia mengambil gelas berisi jus mangganya.
"Heleh, palingan juga nungguin Andi kan?"
Ara terbatuk-batuk tersedak jus mangganya, kali ini ia menatap Dinda dengan kesal.
"Hahaha... Kamu benar, Din. Kakak kan masih menunggu cinta dokter tampan itu, yang sampai sekarang tidak peka-peka." Bagaikan kompor menyala-nyala, Aris adalah gasnya.
Ara merengut mendengar ejekan adik-adiknya. Oh ayolah! Ara memang tidak berminat pacaran untuk saat ini.
Terakhir gadis itu pacaran adalah saat kelas tiga SMA, itupun mereka putus karena pacar Ara berselingkuh. Hal ini lah yang memicu kejombloan Ara hingga detik ini, ia trauma diselingkuhi.
Ngomong-ngomong mengenai dokter tampan yang dimaksud Aris adalah Andi. Pria itu bekerja di rumah sakit yang berada tak jauh dari rumah Ara, masih dalam satu kota. Hardi menepati janjinya untuk memperkenalkan Andi pada relasinya, hingga kemampuan Andi bisa diakui dan diterima di rumah sakit itu.
Hubungan mereka masih sama seperti dulu, belum ada kemajuan. Andi yang memang bersifat cuek memilih untuk fokus pada karirnya, pria itu belum ada niatan untuk mencari pasangan hidup.
"Ciee, cie.. pasti lagi mikirin Andi nih." Dinda menggoda Ara sembari menoel-noel pipi sang kakak.
Tersadar dari lamunannya, Ara buru-buru mengedarkan pandangannya.
"Hmm begitu ya.. Fyi, aku yang akan memegang masa orientasi kelompok kalian selama masa perkenalan kampus. Lihat saja nanti, akan ku buat perhitungan." Ara berkata dengan tampang menyeringai, membayangkan mengerjai dua adik-adiknya ini.
Aris dan Dinda meneguk ludah dengan kasar, mereka lupa bahwa keduanya adalah junior Ara dikampus. Dan kakaknya itu, memegang kendali atas masa orientasi mahasiswa baru.
"Habislah kita." Gumam Aris meratapi nasibnya.
Ara melenggang dari ruang tamu, gadis itu masih menamatkan senyuman jahilnya.
"Kamu sih Ris, mancing-mancing keributan." Ujar Dinda sambil berdecak sebal.
***
Part awal masih anget-anget dan berisi canda tawa, maafkan kalo sedikit banget isinya hehe.
(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRA MATA BATIN
HorrorMemiliki masa lalu kelam yang hampir saja merenggut nyawa, membuat muda-mudi itu lebih berhati-hati. Kini ketiga remaja dengan mata batin terbuka mulai berusaha membiasakan diri dengan hal-hal gaib. Ara, Aris, dan juga Dinda. Tiga bersaudara itu be...