20 - Penyelidikan

238 28 7
                                    

Tiga orang berjalan menyusuri rumah rector kampus, mereka menatap sekeliling rumah yang terlihat sepi mencekam. Tentu saja, ini adalah malam hari, semua orang berada didalam rumahnya masing-masing.

Zain, kakak dari Diyon memegang amplop coklat berisi surat pembongkaran gedung praktik, ia telah mendapatkan izin dari atasannya, dan yang lainnya akan menyusul langsung ke tempat kejadian perkara nantinya.

Tok Tok Tok...

Zain mengetuk pintu bercat putih dengan ornamen kaca yang indah, benar-benar tipikal kediaman orang kaya. Beberapa menit kemudian, suara jawaban terdengar.

Muncul seorang ibu paruh baya yang mereka yakini sebagai istri dari rektor, ia mengernyit bingung karena melihat Zain yang sedang memakai seragam dinasnya.

Diyon dan Ara saling melirik, lalu mengangguk pelan.

"Selamat malam, Pak Vero ada?" Tanya Zain tanpa basa-basi, lihat saja wajahnya tanpa ekspresi.

"Suami saya ada didalam, memangnya ada keperluan apa?" Istri dari Vero menatap ketiganya satu per satu, tapi tetap saja ia merasa was-was dengan Zain yang berseragam.

"Boleh kami bertemu dengan Pak Vero?" Zain tidak menggubris pertanyaan perempuan itu.

"Emm ya, silahkan masuk." Tangannya terulur untuk membuka pintu agar lebih lebar.

Ketiganya duduk pada sebuah sofa panjang, Ara menunggu dengan harap-harap cemas karena memikirkan jika saja Vero melakukan perlawanan dan akan menghambat penyelidikan ini. Sedangkan Diyon yang mengetahui ekspresi khawatir Ara dengan segera ia menenangkan gadis itu.

"Kamu tenang saja, kakakku pasti bisa mengatasinya. Jika nantinya Pak Vero melawan, maka didepan sana sudah ada rekan tim Kak Zain yang siap meringkusnya."

Ara menautkan alisnya, "mereka mengikuti kita?"

"Tentu, mereka tidak akan membiarkan kita sendiri tanpa perlindungan apapun, jadi kamu tenang saja."

Syukurlah Ara bisa merasa tenang sekarang, mengedarkan pandangannya ke penjuru ruang tamu, tak ada yang aneh dengan rumah mewah rektor kampusnya. Tapi Ara merasakan sesuatu hal yang negatif, entah hanya firasatnya saja mungkin.

Pintu penghubung ruang tamu dan ruang tengah terbuka, memperlihatkan Vero dan juga sang istri sedang berjalan menghampiri ketiga tamunya. Vero duduk berhadapan dengan Diyon, ia mengenalnya. Diyon adalah mahasiswa aktif dan sering membawa nama baik kampus itu.

Berdehem pelan, Vero menggulirkan bola matanya menatap Zain.

"Ada keperluan apa?"

Zain langsung menyerahkan amplop coklat tersebut, buru-buru Vero membukanya dan mendapati sebuah kertas putih didalamnya.

Vero membelalakkan mata terkejut, tapi ia buru-buru menormalkan ekspresinya.

"Kalian menuduh saya melakukan hal kejam ini?" Vero menatap sengit Zain, Ara dan juga Diyon.

"Kami tidak menuduh, maka dari itu saya membawa surat perintah pembongkaran, untuk mengetahui ada atau tidaknya jasad bernama Reza. Lagipula, Reza tidak terlihat lagi setelah ia melakukan masa orientasi, dan anda adalah rektor dari kampus Reza." Zain mencoba menjelaskan, ia harus ekstra sabar.

Sedangkan istri Vero sedang harap-harap cemas, sebenarnya apa yang dilakukan suaminya hingga harus berurusan dengan kepolisian?

Suasana ruang tamu menjadi mencekam, sejak suara Zain yang menggema tadi, kini tidak ada lagi sahutan dari Vero. Pria paruh baya itu menatap lekat surat pemberian Zain, sorot matanya terlihat berapi-api hingga ingin menghanguskannya.

"Atas dasar apa kalian memberiku surat ini?" Vero mengangkat selembar kertas tersebut, ia tersenyum miring seolah meremehkan.

"Roh Reza meminta saya untuk mencari jasadnya, ia berkata bahwa rohnya terkubur di gedung lab. Dia juga mengatakan penyebab dirinya mati terbunuh dan juga siapa saja dalangnya." Ara bersuara, ia menatap rektornya dengan tajam.

Tiba-tiba saja suara terkikik geli terdengar. "Kamu percaya hantu? Ahh, atau hanya mengada-ada cerita untuk menjatuhkan nama baikku sebagai rektor."

Ara menatap rektornya dengan benci, sungguh ia sangat membenci rektornya sekarang.

"Apa keuntungan saya menjatuhkan nama baik anda, saya tidak punya dendam terhadap anda. Marcel, Gunkan, anda mengenalnya kan?" Ara menyeringai diakhir kalimatnya, menatap Vero yang lagi-lagi membelalakkan mata.

Gunkan adalah Ayah dari Marcel, orang yang menyuap Vero agar menutupi kejahatan anaknya. Dengan itu Marcel masih bebas berkeluyuran dimanapun, merasa tak memiliki salah karena telah membunuh Reza.

Vero menatap Ara tak kalah tajam, merasa bahwa keburukannya akan dibongkar oleh gadis itu. Sedangkan Zain yang paham mengenaik karakteristik ekspresi seseorang pun sudah mendapatkan kesimpulan, Vero ada terlibat dengan kasus pembunuhan Reza. Ara tidak menceritakan tentang penglihatannya pada Zain, ia membiarkan Zain menyelidikinya dengan pandangan hukum, bukan karena penglihatan Ara yang pernah memimpikan kisah pilu Reza.

"Saya harap anda mau ikut kami ke tempat kejadian perkara." Sudah habis kesabaran Zain untuk basa-basi terhadap Vero, sekarang ia mencurigai pria tersebut.

Vero menganggukkan kepala kecil. "Ya, aku akan ikut denganmu."

Vero berdiri dari duduknya, ia menghampiri sang istri yang sedang menunggunya tak jauh dari ruang tamu. Ia membisikkan sesuatu ditelinga istrinya, hingga perempuan itu mengangguk sembari menangis tersedu.

"Biarkan aku menggunakan kendaraan pribadi, aku tidak level menggunakan mobil murahan."

Ingin sekali Diyon menghantam mulut sialan rektornya, Ara menggenggam tangan Diyon yang saling terkepal, memberinya sebuah perasaan untuk bersabar.

Zain hanya mengangguk kecil, pria itu terlalu kaku dan datar. Ia tak mempermasalahkan jika Vero ingin menaiki kendaraan pribadinya, selagi tidak untuk kabur.

Mereka keluar dari kediaman Vero bersamaan, meninggalkan istri dari Vero yang menatapnya dibalik jendela.

Diyon dan Ara memasuki mobil milik Zain. Mereka membiarkan Vero lebih dulu melaju, lalu disusul oleh Zain.

Saat perjalanan menuju kampus, Diyon memberi kode pada Ara untuk menoleh ke belakang. Benar saja, disana ada dua kendaraan yang mengikuti arah mobil Zain. Itu adalah rekan tim dari Zain yang sedang memantau pergerakan Vero, dan juga akan muncul ketika Vero melakukan perlawanan.

"I-itu dari kepolisian semua?" Tanya Ara antara takjub, kaget dan juga entahlah.

Diyon mengangguk. "Untuk berjaga-jaga jika Pak Vero melawan, lagi pula sebenarnya Pak Vero adalah orang yang diincar sejak beberapa bulan lalu."

"Diincar, kenapa?" Ara bertanya dengan logat penasarannya.

Diyon menyenderkan kepalanya dijok mobil, menceritakan hal ini sama saja membongkar kebusukan rektornya. Diyon dan Vero saling mengenal dengan baik, Diyon selalu disambut hangat tatkala ia memenangkan beberapa kejuaraan olimpiade antar kampus. Vero memberikan Diyon beasiswa penuh selama berada dikampus itu, ini karena kepandaian dan juga keaktifan Diyon dalam berorganisasi.

"Penggelapan dana, Kak Zain dan timnya tengah menyelidiki kasus ini karena diutus langsung oleh lembaga pendidikan." Awalnya Diyon merasa tak percaya dengan apa yang didengar dari Zain, rektornya yang terkenal baik dan juga ramah menggelapkan dana pendidikan?

Zain memberitahu pada Diyon tentang kasus yang tengah ia selidiki, beberapa kali Diyon menyangkalnya. Pemuda itu bersikeras membela rektor yang menurutnya baik, Zain hanya mengacuhkan sangkalan adiknya.

Tapi, kenyataan lain menambah fakta kebusukan rektornya. Ya, Vero terlibat dengan kasus pembunuhan Reza.

"Aku tidak menyangka bahwa kampus yang selama ini kita bangga-banggakan ternyata menyimpan seorang kriminal." Ara bergumam dengan pelan.

Hidup penuh dengan kejutan, ada banyak rahasia yang disimpan oleh seseorang dengan kedoknya.

(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..

INDRA MATA BATINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang