Matahari mulai menampilkan sinarnya, jam bergulir menunjukkan pukul sebelas siang. Dimana sinar matahari sedang senang-senangnya menampakkan diri, membuat calon mahasiswa baru yang tadinya bersemangat, kini mulai letih.
Mereka di bawa ke aula gedung olahraga yang sangat luas, mampu menampung hampir dua ribu calon mahasiswa baru.
Aris dan Dinda, keduanya mendapatkan tempat duduk di atas tribun. Setidaknya mereka bersyukur, karena tidak mendapat tempat di bawah tribun yang cukup berdesakan dan juga gerah.
Kipas angin pun tepat berada pada samping mereka, membuat keduanya tak perlu bersusah payah mengibaskan kertas untuk mendapatkan angin.
Disana mereka disajikan oleh pidato-pidato dari rektor, wakil rektor, dekan hingga jajarannya. Aris menguap menahan kantuk, kini ia menyandarkan kepalanya ke samping.
Rambut Aris mulai berterbangan, ia juga merasakan elusan pelan pada kepalanya. Terdengar dengkuran kecil disana, sesekali kepalanya terantuk pelan.
Sayup-sayup suara Rektor yang sedang memberikan pidato semangat membara terdengar di telinga Aris, pemuda itu mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Kalian semua adalah generasi penerus bangsa, maka belajarlah dengan giat. Hidup mahasiswa!"
"HIDUP!!!"
Sorak sorai antara Rektor dan calon mahasiswa baru terdengar sangat keras, bahkan mampu membuat Aris membuka matanya dengan sempurna.
Ia menoleh kesamping mendapati sosok yang sangat ingin Aris hindari duduk tepat disebelahnya, Aris memekik kaget.
"Argh.. Astaga."
Beberapa orang yang duduk pada tribun depan menoleh menatap Aris dengan pandangan sebal, seolah suara Aris sangat mengganggu kenyamanan mereka.
Setelahnya kuntilanak merah langsung lenyap dari pandangan Aris.
Aris frustasi, ia menggila karena di ganggu oleh makhluk gaib.
"Ada apa sih, Ris? Berisik banget." Dinda bertanya dengan sebal.
Aris hanya menggeleng pelan, pasti Dinda pun tak akan percaya padanya jika diceritakan.
Rasa kantuknya sudah hilang tak berbekas, kini Aris mengikuti jalannya masa orientasi dan mendengarkan baik-baik pidato yang disampaikan.
Sedangkan Ara, gadis itu berjalan mengitari aula. Melihat-lihat jika seandainya ada anggota yang pingsan atau sakit, karena ruangan itu cukup pengap.
Sesekali Ara melihat Aris, ia menggertakkan gigi-giginya kesal ketika mendapati adiknya tertidur di atas tribun. Namun, anehnya Ara melihat ada bayangan merah yang sedang mengelus-elus puncak kepala Aris tadi, Ara hanya diam dan mengamati dari jauh.
Ia heran, kenapa sekarang dirinya dapat melihat hantu-hantuan setelah melalui banyak hal di desa kakeknya. Ara seolah mendapati mata batinnya terbuka, ia bisa merasakan dan melihat sosok gaib disekitarnya.
Ara kembali berkeliling ke tiap-tiap barisan calon mahasiswa baru yang sedang duduk berjejer, ia berjalan ke barisan paling belakang.
Matanya mengamati seseorang yang tak asing, Ara mendekati orang tersebut yang berwajah sangat pucat.
Ara menepuk pelan bahu orang itu.
"Kamu sakit? Ayo ku antar ke pos kesehatan."
Orang itu hanya menggelengkan kepala, ia diam sambil menatap lurus ke depan.
Ara paham sekarang, berarti tadi ia tidak berhalusinasi. Seseorang itu adalah pemuda yang berdiri di parkiran dengan wajah pucat pasi seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRA MATA BATIN
HorrorMemiliki masa lalu kelam yang hampir saja merenggut nyawa, membuat muda-mudi itu lebih berhati-hati. Kini ketiga remaja dengan mata batin terbuka mulai berusaha membiasakan diri dengan hal-hal gaib. Ara, Aris, dan juga Dinda. Tiga bersaudara itu be...