19 - Mulai Misi

311 39 7
                                    

Hallo readers IMB, ada yang rindu author update?

Masih ada yang nunggu cerita ini, absen dong.

.
.
.

Seorang pemuda disibukkan dengan mengepak barang-barangnya ke dalam tas, terlihat beberapa potong baju dan celana ia masukkan pada ransel yang berukuran sedang. Sesaat setelah melakukan kegiatannya, ia melirik ke samping, dimana ada seorang gadis yang berjalan mondar-mandir bak kincir angin. Menatapnya sebentar lalu menghela napas panjang, ia mendekatinya.

"Sudahlah, kak. Sementara kamu menyelesaikan urusanmu, aku akan membawa Dinda pulang."

Ya, orang itu adalah Ara.

Setelah mereka mengetahui bahwa posisi Dinda sedang berada di villa puncak, segera ia akan bergegas menyusul. Namun, tiba-tiba saja roh Reza menghadang aksi Ara, Reza berniat menagih janji gadis itu agar memindahkan jenazahnya.

Sungguh Ara begitu panik kala ia mengetahui bahwa Dinda telah masuk ke wilayah istana jin, tempat para makhluk halus penunggu puncak bukit bersemayam. Rumor mengatakan bahwa penunggu hutan tersebut sangat berbahaya, apalagi Dinda berada digerbang antara manusia dan makhluk gaib, benar-benar posisi yang membahayakan.

Terlebih, Dinda mempunyai riwayat pernah dirasuki makhluk gaib, tentu hal ini bisa mengundang mereka datang lagi merasuki tubuh Dinda.

Disatu sisi Dinda harus diperingatkan supaya pergi dari villa, disisi lain roh Reza butuh agar segera dipindahkan demi ketenangan rohnya.

"Kamu yakin bisa membujuk Dinda?" Tanya Ara ragu.

Aris mengendikkan bahu. "Yah, semoga saja. Jika nantinya kakak sudah selesai dan Dinda belum bisa ku ajak pulang, kakak bisa menyusulku."

Mengecak rambut frustasi, Ara menatap sang adik dengan memelas. Menghela napas, buang.

"Baiklah, Ris. Aku mohon bawa Dinda pulang, bujuk rayu dengan apapun itu, sepintar-pintarmu membujuk orang. Aku tidak mau tahu, setelah aku menyelesaikan urusanku, ku harap kamu dan Dinda sudah berada di rumah."

Ara tidak ingin mengambil resiko apapun, meski ia tahu bahwa Dinda adalah gadis yang sulit dirayu. Saat ini, hanya Ara yang mampu mempengaruhi gadis itu, karena ia yang paling dekat dengan Dinda. Setitik keraguan menghinggapinya, Ara tidak yakin jika Aris mapu membujuk Dinda yang sedang dalam mode kaburnya.

Seandainya Aris belum berhasil membawa Dinda pulang, maka dari itu terpaksa Ara harus menyusulnya.

Yah, semoga saja.

"Akan ku usahakan, berhati-hatilah selama kakak menyelesaikan urusan." Aris menatap Ara dengan sendu, kini mereka menjalankan misi dengan cara berpisah.

Ara sudah mengatakan keberadaan Dinda pada Amina dan Hardi, tapi ia meminta kedua orangtuanya untuk tidak memberitahukan pada orangtua Dinda. Hal ini mengingat sifat Dinda yang tak suka jika ketenangannya diganggu oleh si pembuat masalah, Zinta. Ia berusaha meyakinkan orangtuanya jika keduanya mampu membawa Dinda pulang.

Rencananya Aris dan Ara akan berpisah dipertengahan jalan, karena Ara harus menyelesaikan misinya mala mini juga.

"Tentu saja, adikku." Ara memeluk Aris dengan erat, semoga saja ini bukan pertemuan terakhirnya.

Bunyi dering ponsel meyentak suasana haru kakak beradik itu, Ara meraih ponselnya yang terpampang nametag seseorang pada layarnya.

Diyon calling....

"Ris, sepertinya kita harus keluar sekarang, ayo!" seru Ara.

Ia berjalan keluar dari kamar sang adik sembari menjawab deringan ponselnya, diikuti Aris yang menggendong ransel dipunggungnya.

Ara meraih tas gendongnya yang sudah berisi beberapa alat perlindungan diri untuk misi membahayakannya. Tak tanggung-tanggung, ia memasukkan pisau lipat, air cuka garam dan juga kotak P3K untuk berjaga-jaga.

Ia sudah memutuskan tekat untuk segera mengakhiri urusannya, yaitu memindahkan jenazah Reza. Dengan bantuan anggota polisi, ia berharap agar tulang belulang Reza bisa ditemukan.

Keduanya sudah berdiri diruang tamu, Ara dan Aris saling bertatapan sejenak lalu mengangguk kecil.

"Ma, Pa. Kita akan pergi sekarang." Ujar Ara.

Raut wajah Amina terlihat tak rela, seolah akan berpisah lama.

"Kalian Papa antar saja ya?" Amina berusaha membujuk sekali lagi, entahlah firasat seorang ibu.

"Ma, kita sudah membahasnya. Aris dan kakak akan membawa kendaraan sendiri."

Hardi mengusap pelan bahu sang istri, menghirup napas panjang akhirnya Amina mengangguk pasrah.

"Hati-hati, tetap bersama-sama apapun yang terjadi." Nasehat Amina pada anak-anaknya.

Dalam hati Ara meminta maaf beribu ribu kali pada Mamanya, sungguh ia tak berniat membohongi sang Mama, Ara hanya tak ingin jika Amina khawatir. Ia tidak pergi menyusul Dinda, melainkan pergi menuntaskan permasalahan jasad Reza.

"Kita pergi, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Amina dan Hardi melihat dari pintu rumah mereka, sedangkan Aris dan Ara mulai melangkahkan kaki menuju mobil.

Menatap wajah sang Mama sebelum dirinya benar-benar memasuki kendaraan, Ara mengulas senyum kecil yang dibalas oleh Amina.

Pintu mobil sudah tertutup sempurna, Aris mulai menjalankan mesinnya. Perlahan kendaraan roda empat itu keluar dari gerbang rumah, Ara yang duduk didepan berdampingan dengan sang adik pun menatap jalanan perumahan itu.

Diyon dan kakaknya menunggunya diluar perumahan, ia sudah merencanakannya.

Jika pun Ara meminta izin untuk menyelidiki kasus berbahaya ini, ia yakin jika Amina tidak akan mengizinkannya. Mengingat nyawanya yang hampir melayang ketika berada di Pendem Asih untuk mengungkap pemujaan sekte sesat, Amina tidak akan membiarkan anak-anaknya terluka lagi, cukup sudah.

Menghela napas panjang, Ara menoleh menatap sang adik. Dilihatnya Aris yang berbelok menuju pintu keluar perumahan, semoga saja adiknya mampu membawa Dinda pulang.

"Ris, kita harus berjanji untuk sama-sama berhasil menjalankan ini semua. Kamu bawa Dinda pulang, dan aku akan memindahkan jasad Reza."

Aris melirik sang kakak sekilas, lalu menganggukkan kepala.

"Tentu saja, kita harus berhasil."

Tepat saat kendaraan Aris keluar area perumahan, Ara bisa melihat sebuah mobil berwarna putih milik kakak Diyon.

Aris mulai menepikan mobilnya. "Kak, hati-hati dan pulang dengan selamat tanpa luka apapun."

Keduanya saling berpelukan sesaat, setelahnya Ara keluar dari kendaraan dan sudah disambut Diyon dihadapannya.

"Sekarang!" Tukas Diyon langsung.

"Ya, aku siap." Jawab Ara.

Dilihatnya mobil Aris telah menjauh, Ara pun melangkahkan kaki dimana kendaraan Diyon berada. Disana ia juga bertemu dengan kakak Diyon, seorang anggota kepolisian yang sudah berkecimpung didunianya selama kurang lebih sepuluh tahun.

Zain—kakak dari Diyon telah membawa surat perintah membongkar lab praktik fakultas kedokteran. Rencananya mereka akan mengunjungi kediaman rektor terlebih dulu untuk menyerahkan surat tersebut, setelahnya mereka akan langsung mengunjungi kampus dimana jasad Reza dikuburkan dengan tak layak.

Semoga semuanya berjalan dengan semestinya.

(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..

INDRA MATA BATINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang