9 - Menjenguk Putra

369 47 16
                                    

Haiyooo.. siapa yang rindu sama Putra?

Di part ini Putra sudah muncul gaiss, sedangkan Andi akan muncul di bab-bab selanjutnya dengan tidak terduga.

Tetap stay tune,,, terimakasih sudah mengikuti cerita ini :))

--IMB--

Ara, Aris dan Dinda memiliki jam kuliah yang sama. Mereka pun memutuskan untuk berangkat kuliah bersama, jika Ara memiliki perbedaan jam kuliah dengan Aris dan Dinda. Maka mereka akan mengendarai motor masing-masing. Dinda akan menebeng pada Aris karena mereka satu kelas, sedangkan Ara akan mengendarai motornya sendiri.

Pagi tadi Aris dan Ara masih saling diam, Ara enggan untuk membuka obrolan. Pikirannya masih tertuju sehari yang lalu, kala dirinya bersusah payah menantang maut demi menyelamatkan sang adik, Aris malah lebih memilih untuk berdamai dengan sosok itu.

Bukan apa-apa, Ara hanya takut jika sosok itu akan mengkhianati adiknya. Tak masalah jika makhluk penjaga adalah keturunan dari silsilah keluarga, tapi berbeda dengan sosok makhluk gaib asing yang mengikuti Aris. 

Ara akui, dirinya memang memiliki sosok penjaga. Sosok makhluk gaib penjaga Ara adalah buyutnya sendiri, Suryoto Diningrat. Buyut Ara tidak akan menyakiti cucunya, sedangkan kuntilanak merah yang tak jelas asal usulnya bisa saja mencelakai Aris.

Ara mengusap wajahnya dengan gusar, berlama-lama mendiami adiknya sama sekali tidak membuat Ara senang. Justru Ara akan merasa canggung, karena keseharian Ara akan dihabiskan dengan Aris untuk mengobrol ataupun saling berbagi curhatan.

Kini mereka sudah keluar dari gerbang kampus, Ara membawa kendaraan roda empat untuk menampung tiga orang.

Dinda duduk dijok depan, menggantikan Aris yang sering berada disana. Ia sesekali menoleh pada Ara dan Aris, kedua sepupunya masih saling diam. Dinda menggigit bibirnya dalam, sebenarnya ia ingin melakukan sesuatu untuk mendamaikan kakak beradik itu."

"Aku akan menurunkan kalian didepan gapura perumahan, aku ingin menjenguk Putra setelahnya." 

Ara berkata dengan tatapan datar, Aris dan Dinda hanya mengangguk-anggukkan kepala kecil.

"Eumm, kak. Apa aku boleh ikut denganmu? Aku juga ingin melihat kondisi Putra."

Dinda memberanikan diri mengucapkan beberapa patah kata, sejujurnya ia juga takut pada Ara yang sedang dalam mode ngambeknya. 

"Boleh." Ara hanya mengatakan satu kata, selebihnya ia diam.

"Aku juga ingin ikut, boleh?" Tanya Aris mencicit.

Ara menghela napas panjang.

"Ya, boleh."

Aris tersenyum simpul mendengar jawaban sang kakak, jika Ara sudah mau berbicara padanya, itu merupakan tanda-tanda akan adanya perdamaian. Mula-mula Ara akan diam, setelahnya ia akan menetralkan emosinya serta mau menjawab pertanyan yang dilontarkan, tak lama lagi Ara pasti akan kembali seperti biasanya.

Ara berbelok ke arah kiri menuju kediaman Putra, karena ia tidak jadi mengantar Aris dan Dinda pulang.

Putra telah dirawat oleh ayahnya, Harun. Putra yang menderita gangguan psikis akut mula-mula menolak kehadiran Harun, karena ia mengalami trauma berat. Namun, saat itu Ara berhasil membujuk Putra agar mau dipindahkan ke kota untuk menjalani perawatan sebaik mungkin.

Perlahan-lahan Putra mampu mengingat Harun dengan baik, Putra mau tinggal serumah dengan sang ayah. Tentu hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri oleh Harun, pria paruh baya itu bahkan mengatakan terimakasih sebesar-besarnya pada Ara, karena bujukan dari Ara lah Putra mau menerima Harun.

INDRA MATA BATINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang