2 - Maba Gaib

487 50 4
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga, kini Aris dan Dinda sudah bersiap-siap dengan seragam mereka. Atasan berwarna putih, dan bawahan yang berwarna hitam. Keduanya menaiki mobil bersama Ara, karena kakaknya juga akan menjadi ketua kelompok Dinda dan Aris.

Masing-masing membawa tas ransel hitam yang di dalamnya berisi syarat-syarat yang diperlukan selama masa orientasi, sedangkan Ara hanya membawa sling bag kecil yang mampu menampung dompet dan juga ponselnya.

Dinda harus merelakan bedak dan lipstiknya terabaikan sia-sia, karena masa orientasi ini tidak membolehkan mahasiswi memakai make up sepeser pun.

"Sudah siap semuanya? Jangan sampai ada yang ketinggalan, atau aku akan menghukum kalian nantinya." Tukas Ara dengan nada sadisnya.

Aris dan Dinda menekuk wajah masam, Ara memang tidak main-main ketika dirinya ditugaskan menjadi pemimpin, gadis itu akan berlaku tegas terhadap siapapun.

Selama perjalanan dua puluh menit, ketiganya hanya diam sembari menatap jalanan yang masih lenggang karena terlalu pagi. Orientasi dimulai tepat pukul enam pagi, dan mereka sudah berangkat jam lima pagi. Aris bahkan masih menguap, merasakan sisa-sisa kantuknya.

Merasakan sesuatu tak mengenakkan, Aris mengedarkan pandangannya. Matanya melotot terkejut, kuntilanak merah yang menghuni hutan desa Pendem Asih sedang melayang mengikuti mobil itu. Aris ingin menangis saja rasanya, ini lah alasan mengapa pemuda itu memilih melanjutkan studi di dalam kota, karena ia tak mau jika kuntilanak merah itu menemaninya jika berada di kost-kost an.

Tadinya ia merasa bebas karena terlepas dari teror-teror anggota sekte, tapi kenyataannya lain. Kuntilanak merah itu terbawa dari desa hingga ke kota, sepertinya sosok itu menyukai aura Aris hingga memilih mengikuti pemuda itu sampai sekarang.

Sesekali sosok itu mengetuk-ngetuk kaca mobil yang berada tepat disamping Aris, sosok itu hanya menghendaki Aris yang bisa melihatnya.

Mengabaikan godaan demi godaan, Aris memilih menselonjorkan tubuhnya di jok belakang yang luas, karena Dinda duduk bersama Ara di jok depan.

"Kak bisa dipercepat lagi laju mobilnya?" Ujar Aris pada kakaknya, ia berniat membuat kuntilanak merah itu tertinggal dibelakang.

"Santai saja, masih lama juga kok." Jawab Ara.

Mendengar itu membuat Aris mendengus kesal, bahkan kini kuntilanak merah itu tertawa lebar memperlihatkan gigi-gigi ompongnya.

Selang beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi mulai memasuki kawasan kampus. Terlihat ada sebuah monumen kecil di tengah jalan yang menjadi penanda bahwa mereka telah sampai, Ara memilih parkiran dosen karena hanya ada beberapa dosen saja yang berangkat mengikuti jalannya orientasi.

"Ayo turun." Titah Ara menginterupsi.

Aris terlihat malas-malasan, hari pertamanya telah kacau karena kuntilanak merah tadi. Ia mengedarkan pandangan dan tak mendapati sosok yang mengganggu dirinya, setidaknya Aris telah aman selama beberapa saat nanti.

Berbeda dengan Aris, Dinda terlihat berseri-seri dengan semangat. Sepertinya gadis itu benar-benar berniat mencari cogan di kampus itu.

Ara membuka pintu mobilnya, sesaat ia tertegun kala angin dingin membelai tengkuknya. Ia mengedarkan pandangan, seperti banyak pasang mata yang tengah mengintai keberadaannya.

"Kalian langsung cari kelompok 8 dan berkumpul lah dengan mereka, aku akan kesana sebentar lagi." Ujar Ara, gadis itu mendekati mahasiswa yang telah ditunjuk sebagai pembina orientasi, mereka mengadakan rapat kecil sebelum memulai acara.

Aris dan Dinda berjalan mencari-cari anggota kelompok mereka, kedua sepupu itu memang memilih fakultas dan prodi yang sama, sama seperti Ara juga.

"Din, kamu ngerasa aneh tidak?" Tanya Aris, sembari mereka berkeliling lapangan mencari kelompok nomor 8.

"Aneh apanya?"

Aris mengendikkan bahu. "Kampus ini sepertinya banyak makhluk halusnya."

"Kebiasaan lama tidak usah dibawa-bawa, hantu mulu yang dipikirin." Jawab Dinda cuek, gadis itu menatap segerombolan calon mahasiswa baru yang tengah membawa kertas bertuliskan angka 8.

"Hei firasatku mengatakan begitu--"

Perkataan Aris terpotong kala Dinda menarik ranselnya kuat-kuat hingga pemuda itu hampir terjerembab, Aris mendengus sebal.

"Sudahlah! itu disana kelompok kita, Ayo."

Calon mahasiswa mahasiswi baru telah berkumpul di lapangan luas kampus, suasana masih pagi membuat mereka nampak sangat bersemangat. Ketua BEM membuka sambutan dan juga memberi arahan selama masa orientasi, Ara berada di barisan depan para calon mahasiswa karena ia adalah pembina mereka.

Dinda menoel-noel lengan Ara.

"Kak Diyon keren ya..." Bisik Dinda sangat pelan, ia menatap ketua BEM dengan berbinar.

Dinda tetaplah Dinda, gadis centil yang suka sekali berburu pria-pria tampan.

"DIAM!" Ujar Ara sedikit memperkeras suaranya, ia tidak habis pikir dengan adik sepupunya itu.

Mula-mula calon mahasiswa baru diminta untuk membuka bekal mereka sesuai syarat yang telah ditentukan oleh pihak kampus. Buah jeruk, susu putih, nasi telur dadar, dan juga sayuran mentimun.

Para anggota mahasiswa baru memperlihatkan bekal mereka terhadap pembina masing-masing. Ara pun mengelilingi anggotanya yang berjumlah sepuluh orang itu, meneliti bekal yang mereka bawa harus lengkap dan sesuai dengan ketentuan.

"Bagus, kelompok 8 tertib." Ucap Ara pada anggotanya.

Ara kembali ke depan barisan, gadis itu mengedarkan pandangannya melihat-lihat kelompok lain yang beberapa anggotanya tidak tertib.

Matanya bergulir mendapati pemuda yang berada di parkiran mahasiswa, menggunakan atribut sama seperti mahasiswa baru dan wajahnya terlihat sangat pucat. Ara mengernyitkan dahi, ia memanggil salah satu temannya yang juga berada disampingnya.

"Git, itu kenapa ada maba yang malah berdiri disana?" Tanya Ara pada temannya.

"Mana ada? Kosong gitu kok, tidak ada apa-apa disana Ra." Jawab Gita sembari melihat tempat yang Ara tunjuk.

"Lho, tadi ada Git. Dia berdiri disamping tiang bangunan parkiran, wajahnya pucat kayak sakit gitu." Ara masih kekeuh dengan penglihatannya.

"Hantu mungkin, palingan juga kamu salah lihat." Gita terkekeh pelan.

Ara menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Ah mungkin aku hanya halusinasi—  Gumam Ara dalam hati.

Toh mana mungkin ada orang disana, pasti anggota BEM lain juga berjaga-jaga disekitar kampus guna memantau para calon-calon mahasiswa ini.

.
.
.
.

Udah mulai nampak horor horornya

(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..

INDRA MATA BATINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang