Seorang perempuan mendobrak pintu dengan kerasnya, membuat seorang gadis yang sedang merebahkan tubuh pun menatap tajam pelakunya.
"APA-APAAN KAMU HAH? BIKIN MALU ORANGTUA SAJA, MAMA TIDAK PERNAH MENDIDIKMU BERPERILAKU MENJIJIKKAN SEPERTI TADI."
Suara tersebut sangat memekakkan telinga siapa saja.
Siapa lagi pelakunya jika bukan Zinta, setelah acara sosialitanya kacau karena ulah sang anak, ia langsung memarahi Dinda habis-habisan.
Dinda berdiri dengan tegap, ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Oleh karena itu ia sudah menyiapkan hati dan mental.
"Jika Mama ingat, Mama tidak pernah mendidikku sama sekali! Pulang dan pergi seenaknya, melupakan bahwa ada seorang anak yang membutuhkan kasih sayang dari orangtuanya. Apakah itu yang Mama sebut dengan mendidik? Bahkan aku tidak pernah merasakan bagaimana suapan dari tanganmu, hidupku sepenuhnya dirawat oleh pelayan. Kemana dirimu saat aku sedang tumbuh dan berkembang? Mama hanya sibuk dengan harta dan gengsi, tidak pernah memberiku kasih sayang selama ini." Dinda berkata dengan tegas dan lugas, ia sudah muak menantikan kasih sayang dari orangtua.
Zinta tersentak mendengar ucapan Dinda. Dalam hatinya ia membenarkan hal itu, tapi Zinta tetaplah perempuan keras kepala yang tidak akan kalah begitu saja.
"Berani sekali kamu berkata selantang itu pada Mama, selama ini kamu hidup mewah karena harta yang ku perjuangkan-- "
"Aku tidak menginginkan kemewahan kalian, aku butuh kasih sayang nyata dari orangtua. Harta membuatmu lupa bahwa ada seorang anak yang membutuhkan kasih sayang Papa dan Mama, kalian sangat egois."
Dinda mulai menitikkan air mata, saat seperti inilah kerapuhan seorang Dinda terlihat sangat jelas. Dibalik sifat cerianya, ia memendam luka yang begitu menyayat.
"Ya, aku memang tidak mengharapkan kelahiranmu di dunia ini. Kamu anak yang tidak ku harapkan, jika bukan karena Troy yang memaksa, maka sudah lama aku menggugurkan kandunganku."
Sakit. Itulah yang dirasakan Dinda setelah mendapati fakta ini.
Jadi, selama ini benar adanya desas-desus yang mengatakan bahwa Zinta tidak mengharapkan kehadiran Dinda.
Setelah puas berkata demikian, Zinta keluar dari kamar dengan tangan yang mengepal erat menahan emosi.
Dinda meluruh ke lantai, walaupun hatinya terasa sakit, namun ia puas karena telah mengungkapkan isi hatinya selama delapan belas tahun ini.
Pikirannya sangat kacau, ia butuh ruang untuk menenangkan diri.
Ia menyeka air matanya, Dinda bangkit dan mengukuhkan hatinya. Pandangan matanya kosong tak tentu arah, hatinya sangat sakit. Ia hanya seorang anak yang menginginkan kehangatan keluarga, kenapa orangtuanya tidak bisa mengabulkan hal itu.
Saat ini ia sudah meluapkan pada Zinta. Entah kapan ia akan meledakkan emosinya pada sang papa-- Troyandi.
Troyandi memang menyayangi Dinda, tapi pria itu lebih mementingkan pekerjaannya daripada anaknya sendiri. Semuanya sama, tak ada beda.
Dinda sudah membulatkan tekad, ia segera menghampiri koper besar yang ada disamping lemari. Ia sudah tidak tahan berlama-lama di rumah yang sangat menyesakkan dada.
Ia mengemasi semua pakaian yang ada, Dinda akan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Ia benar-benar membenci orangtuanya.
Meninggalkan semua fasilitas yang selama ini diberikan kepadanya. Kunci mobil, atm, kartu kredit dan lainnya. Dinda meninggalkan benda-benda itu diatas nakasnya, baju pun ia hanya membawa yang dibeli dari uangnya sendiri hasil dari membuka tempat les untuk anak-anak sekolah dasar.
Dinda sudah berada di gang perumahan, ia memesan taksi untuk menuju ke tempat yang bisa menenangkan pikirannya. Hanya satu tempat yang saat ini ia tuju, yaitu villa yang diberikan mendiang Oma-nya.
Villa tersebut berada dipuncak kota, dengan jalan yang berliku-liku membuat tempat indah nan menyeramkan itu menjadi buah bibir masyarakat.
Dibalik keindahannya, villa-villa yang ada dipuncak menyimpan banyak misteri karena adanya hutan yang benar-benar masih asri. Konon kabarnya, hutan tersebut dihuni oleh berbagai macam jenis makhluk halus.
Suara klakson taksi membuyarkan lamunannya, Dinda segera masuk ke dalam taksi dan memberinya alamat menuju villa.
"Selamat tinggal..."
Mulai sekarang ia akan hidup mandiri, memiliki orangtua ataupun tidak, itu sama saja.
Villa miliknya sangat terawat dan bersih, ditambah dengan perkebunan sayur dan buah-buahan milik mendiang Oma-nya membuat Dinda semakin yakin untuk hidup merakyat dan sederhana. Ia tidak butuh kemewahan yang dibanggakan oleh Zinta, Dinda butuh kasih sayang.
Perjalanan membutuhkan waktu hampir satu jam, tempat ini cukup jauh dari rumah Dinda. Ia berharap tidak akan ada orang yang bisa menemukannya disini. Jalan berkelok-kelok telah Dinda lalui, matanya menangkap hamparan kaki hutan yang mulai terlihat jelas, pohon-pohon pinus menjulang tinggi yang bahkan mampu menghalangi cahaya matahari, jalanan puncak sudah beraspal dan layak untuk dilewati.
Tak banyak masyarakat yang tinggal disini karena suasananya yang masih pedesaan, sangat sulit mencari sinyal disini meskipun lokasinya berada di dataran tinggi.
Memikirkan semua itu membuat Dinda teringat dengan Desa Pendem Asih, masa-masa akan adanya Ara dan Aris yang akhirnya melakukan 'petualang' bersama. Sayang sekali disini hanya ada dirinya seorang, tidak ada Ara maupun Aris yang menemani.
"Maaf, Non. Saya tidak bisa mengantar sampai ke villa tujuan, karena tempatnya benar-benar diujung puncak bukit. Mobilnya tidak kuat menanjak sampai kesana." Ujar sopir dengan tak enak hati.
Ya, memang villa milik Dinda berada diatas bukit. Benar-benar sangat atas, hingga tak ada lagi villa-villa maupun desa yang melebihinya.
Mendiang Oma sengaja membangun villa itu karena lebih dekat dengan hutan, hal ini juga yang bisa membuat perkebunan milik Oma bisa terus berjalan dengan baik karena sangat dekat dengan alam.
Apalagi tidak ada asap dari kendaraan yang lewat, karena villa miliknya satu-satunya yang berada paling atas. Benar-benar nyaman dan tenang.
"Hmm ya, tidak apa-apa. Turunkan saya sebelum tanjakan saja, selanjutnya saya akan berjalan kaki." Ujar Dinda.
Berjalan kaki disekitar bukit tak ada salahnya, ia akan menikmati keindahan alam dan udara segar tanpa asap dan polusi ditemani rindangnya pepohonan.
(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRA MATA BATIN
HororMemiliki masa lalu kelam yang hampir saja merenggut nyawa, membuat muda-mudi itu lebih berhati-hati. Kini ketiga remaja dengan mata batin terbuka mulai berusaha membiasakan diri dengan hal-hal gaib. Ara, Aris, dan juga Dinda. Tiga bersaudara itu be...