Sekalian double up, itung-itung ngelunasin yang kemarin jarang up
.
.
.Sementara itu ditempat lain, seorang pemuda dengan susah payah mendaki perbukitan yang cukup tinggi, napasnya terengah-engah karena lelah. Ia menapaki aspal jalanan yang menanjak, berharap untuk segera sampai ditujuan.
Dilihatnya hilir mudik penduduk yang juga sama berjalan kaki sepertinya, tapi mereka tidak merasa kelelahan sama sekali.
"Ahh, aku lelah!" Keluhnya, ia adalah Aris.
Tadinya Aris dengan percaya diri menancap gas pada jalanan yang menanjak, tapi dipertengahan tanjakan tiba-tiba saja mobilnya merangsek mundur. Alhasil, ia memilih menitipkan mobilnya ke kantor kelurahan desa yang jaraknya pun cukup jauh dari villa Dinda, karena memang sedikitnya penduduk dipuncak bukit ini.
Udara dingin langsung merangsek masuk membalut tubuhnya, Aris mengeratkan jaketnya. Orang-orang yang tadinya bersimpangan dengannya telah menjauh, Aris kini berjalan sendirian ditengah malam.
Melirik sekelilingnya yang kebanyakan adalah pohon-pohon tinggi menjulang, ia merasakan tengkuknya meremang. Menatap kesana kemari, matanya mendapati sebuah asap yang membentuk sebuah tubuh.
Kuntilanak merah.
"Astaga! Kamu membuatku terkejut, bisa tidak sih muncul dengan pemberitahuan dulu, tidak usah meniup-niup tengkukku." Aris menggerutu sebal, sebetulnya ia telah menerima kehadiran kuntilanak merah dengan setulus hati. Tapi jika pada akhirnya kuntilanak merah itu sering membuat jantung Aris terkejut karena tindakan munculnya secara tiba-tiba, maka lebih baik Aris mengusirnya sejak dulu.
"Hihihihi.... Bukan aku yang meniup tengkukmu, tapi penghuni tempat ini." Kuntilanak merah tersebut tertawa nyaring hingga memekakkan telinga Aris.
"Ma-maksudmu penghuni tempat ini?" Oke, dirinya mulai ketakutan sekarang.
Kuntilanak merah menatap sekelilingnya, lalu melayang cepat dihadapan Aris, membuat sang majikan terhuyung ke belakang karena terkejut.
"Sstttt... jangan bersuara, mereka menuju kemari."Kuntilanak merah itu mengarahkan jari telunjuknya ke bibir, jangan lupakan kuku tajam nan hitamnya itu.
Aris semakin tidak mengerti dengan ucapan kuntilanak merah, memangnya siapa yang menuju ke arahnya.
Kuntilanak merah itu terbang menjauh dari Aris, melayang-layang di udara. Sesekali menatap Aris yang tengah bingung, rambut hitam kusutnya berkibar-kibar diudara, gaun merah lusuhnya pun berterbangan tak beraturan.
Mata kuntilanak itu menajam, lalu dengan segera ia kembali mendekati Aris.
"Sembunyi! mereka sudah dekat, ayo sembunyi." Perintah kuntilanak merah pada Aris.
"Maksudmu apa sih?"Aris memutar boa mata acuh, terkadang sifat kuntilanak merah ini menyebalkan, dibanding menyeramkan.
Kuntilanak merah berusaha mendorong-dorong tubuh Aris agar menjauh dari jalanan tersebut, tapi ia adalah makhluk transaparan hanya menembus tubuh Aris.
"Penghuni tempat ini, mereka akan melewati jalan ini."Lagi, kuntilanak merah itu berkata dengan panik.
Sejenak Aris terdiam, otaknya memutar memikirkan perkataan orang-orang mengenai puncak ini. Seketika matanya membelalak, ia baru ingat bahwa sedag berada di puncak yang terkenal sebagai istana para jin.
"Ha- hantu, maksudmu?" Aris menelan ludahnya susah payah, malang sekali nasibnya.
Kuntilanak merah mengangguk.
"Jadi, dimana aku harus bersembunyi?" Aris menggaruk kepalanya frustasi, mondar-mandir mencari tempat persembunyian yang aman.
Jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, jika ditengah kota, maka jam ini merupakan jam yang masih pagi, banyak orang yang masih berkeluyuran dijalanan. Namun, saat ini Aris berada di puncak Sewu Nyowo, tempat yang dikenal sangat angker dan mistis.
Setelah melewati manghrib, maka akan jarang ditemukan orang yang berlalu lalang. Penduduk disini sudah hapal, apalagi jika di malam-malam tertentu.
Tunggu, ini adalah malam jum'at kliwon. Bibir Aris bergetar rasanya ingin menangis saja, ia lupa bahwa fakta dimana jin penunggu puncak akan berkeliaran dimalam ini.
"Ayo sembunyi, disana saja!" Kuntilanak merah menginterupsi kebingungan Aris, ia menunjuk pada sebuah gazebo reot yang terbuat dari bambu.
Dengan segera Aris mengikuti interupsi kuntilanak merah, tubuhnya merinding ketika mendengar suara bergemuruh yang makin jelas terdengar, seperti debu yang terseret bersamaan dengan angin. Gazebo reot tersebut tertutupi oleh ilalang yang cukup tinggi, tapi Aris masih bisa melihat jalanan dibalik semak-semak tersebut.
Sedangkan kuntilanak merah sendiri sudah menghilang entah kemana, jika seperti ini rasanya Aris ingin memiliki kemampuan menghilang saja.
"Kuntilanak kurang ajar, dia enak bisa menghilang, sedangkan aku?" Aris menggerutu sebal.
Beberapa menit setelahnya suara hembusan angin kian terdengar jelas, meski tidak ada pepohonan yang bergerak sedikitpun. Hal ini membuat Aris semakin takut dan merinding, ia sudah mulai berkeringat dingin.
Bayangkan saja, suara angin berhembus terdengar keras, tapi tidak ada satupun pepohonan yang bergerak diterpa angin itu. Benar-benar hal gaib diluar nalar!
Dari sela-sela ilalang, matanya fokus ke arah jalanan yang sempat ia lewati. Detik berikutnya, Aris membelalakkan mata terkejut.
Disana ia melihat rombongan makhluk tanpa kepala, ada juga yang bertubuh seperti kera dengan bulu-bulu lebat. Rombongan tersebut berjalan dengan cara aneh, mereka menggerakkan tangannya ke depan bagai zombie, tubuhnya transparan bak bayangan, tapi anehnya kaki-kaki mereka menapaki tanah.
Rombongan jin tersebut berjalan lurus menapaki jalanan beraspal, seolah memang sengaja disediakan untuk mereka.
Apakah ini yang dimaksud sebagai jin penunggu Puncak Sewu Nyowo?
Aris semakin menggigil ketakutan, tubuhnya meringkuk. Disaat bersamaan kuntilanak merah muncul tepat disamping Aris, membuat pemuda itu hampir memekik terkejut. Untungnya ia langsung mendekap bibirnya sendiri, jika tidak maka keberadaannya pasti sudah diketahui oleh makhluk-makhluk itu.
Jika dipikir-pikir, baik kuntilanak merah ataupun jin penunggu puncak ini adalah sama-sama makhluk gaib, tapi kenapa kuntilanak merah seakan takut pada mereka?
Hantu takut hantu??
"Kekuatan mereka jauh diatasku, aku bukan tandingan mereka, dengan mudah mereka mampu membasmiku hingga menjadi abu." Bisik kuntilanak merah, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Aris.
Aris mengangguk pelan, matanya masih menerawang ke depan. Rombongan yang terdiri sekitar tiga puluh jin itu mulai menjauh, tapi ada satu diantara mereka yang menatap tepat pada bola mata Aris.
Ia adalah pemimpin jalan para jin tersebut, posisinya berada paling depan. Makhluk itu menatap tajam Aris yang berada disemak-semak, bibirnya bergemelatuk menahan geraman. Aris terhuyung ke belakang, semoga saja nyawanya terselamatkan.
Bola mata hitam mencekam, tubuhnya seperti manusia normal pada umumnya, tapi bulu-bulu kasar disekitaran wajahnya mampu memberi tanda bahwa ia bukanlah manusia.
Itu adalah Genderuwo.
Untung saja jin-jin itu sudah benar-benar pergi, Aris menghela napas lega.
"Ya Tuhan, aku benar-benar melihat hantu, hantu penunggu puncak ini." Aris berkata dengan nada lemah, ia tidak menyangka akan melihat menampakan mengerikan ini.
Terlebih, salah satu dari mereka menyadari keberadaannya.
Menurut kabar yang beredar, orang yang tak sengaja melihat rombongan jin itu, bisa dipastikan akan mengalami hal gaib selama hidupnya, dan akan dihantui oleh sosok-sosok itu.
Betapa malang sekali dirimu, Aris.
(Bersambung)
Pembaca yang baik hati, tolong tekan bintang dan beri komentar membangunnya ya. Terimakasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
INDRA MATA BATIN
HorrorMemiliki masa lalu kelam yang hampir saja merenggut nyawa, membuat muda-mudi itu lebih berhati-hati. Kini ketiga remaja dengan mata batin terbuka mulai berusaha membiasakan diri dengan hal-hal gaib. Ara, Aris, dan juga Dinda. Tiga bersaudara itu be...