Chapter 41

8K 889 22
                                    

JR's House

Namja tampan itu tengah bersantai sembari mengecek jadwal Jeno, atasan barunya, juga perkembangan perusahaan Baekho. Saat sedang asyiknya melihat data-data di tab miliknya, dia dikejutkan oleh suara kekasih hatinya. Minhyun, si namja cantik berpostur tinggi itu adalah pemilik hati Jonghyun.

"JR-ie~ ada paket untukmu." Ujar Minhyun sembari memberikan sebuah map coklat agak tebal kepada Jonghyun.

"Darimana?" Minhyun menggeleng tak tahu.

"Kurirnya bilang ini memang dikirim tanpa nama pengirim kecuali tanda "RV" disudut amplop." Jonghyun membalik amplopnya dan menemukan inisial huruf tersebut. Sejenak dia berpikir, siapa gerangan temannya yang memiliki inisial "RV", hingga matanya membulat kaget.

"Wonshik hyung" pekiknya. Dia segera membuka amplop tersebut dengan terburu. Minhyun menatap suaminya heran.

"Kau ini kenapa sih?" Tanya Minhyun keheranan.

"Oh, itu, data penting untuk Jeno dan Sanghyuk." Jawabnya, Minhyun geleng kepala dan meninggalkan suaminya di ruang tengah apartement mereka. Jonghyun mengeluarkan setumpuk kertas berisi informasi yang ia butuhkan.

"Jadi mereka orang yang sama?" Gumam Jonghyun, dia membaca teliti kalimat demi kalimat yang ada di sana.

"Mereka merubah identitas agar bisa kembali ke Korea, setelah dideportasi oleh Kun ke luar negeri, hmmm pintar juga." Jonghyun sesekali mengernyit.

"Minhyunnie~"

"Apa, bugi?" Namja cantik itu muncul dengan apron di badannya.

"Kau pernah membantu Hongbin hyung menangani kasus Park Kyunsang dan Park Siyeon?" Tanya Jonghyun. Minhyun berjalan mendekat dan membaca kertas yang ditunjukkan suaminya.

"Pernah, mereka dideportasi karena tuduhan yang diberikan oleh Kun, tidak hanya kasus penculikan dan pemerkosaan pada kekasih Kun, tapi juga Park Kyunsang diduga korupsi besar-besaran, beberapa perusahaan yang bekerja sama dengannya kebanyakan gulung tikar, dan beberapa lembaga kemasyarakatan juga berhenti bekerja karena dana yang tidak ada. Sebenarnya mereka bisa saja tidak dideportasi, tapi waktu itu aku tak mengerti apa keputusan hakim kenapa bisa sampai dideportasi dari negara." Jonghyun mengernyit heran.

"Kau tidak terlibat saat pengadilan?" Tanya Jonghyun. Minhyun menggeleng.

"Aku keguguran bukan saat itu? Kau sendiri saksinya" lirih Minhyun. Jonghyun menghela nafas lalu mengusap jemari Minhyun.

"Maaf Bugi-ya" Jonghyun menggeleng.

"Harusnya aku yang minta maaf karena tak bisa menjagamu dengan baik" Minhyun tersenyum tipis.

"Aku hanya terlibat dalam penyelidikannya, Hongbin hyung juga tidak ikut proses pengadilan karena kecelakaan, kami tak tahu kenapa saat itu kami berdua terlibat masalah. Sebenarnya Hakim kami juga nyaris celaka, beliau nyaris tertabrak mobil juga, dan Kun sendiri yang mengajukan gugatan juga nyaris tewas, tapi masih selamat." Jonghyun menatap kertas di depannya.

"Maksudmu seperti Park Kyunsang tidak ingin diadili?" Minhyun mengangguk. Jonghyun diam berpikir.

"Yang diadili Park Kyunsang saja? Park Siyeon?" Minhyun diam mengingat.

"Dia... Tidak diadili. Jangan-jangan-!" Jonghyun mengangguk.

"Saat itu kemungkinan dialah yang menyerang Hongbin dan Pak Hakim." Minhyun geleng kepala.

"Mungkin Pak Hakim tahu itu dan merubah hukumannya, ditambah Park Kyunsang telah banyak melakukan hal yang merugikan negara." Jonghyun mengangguk paham.

"Saat itu usiamu 20 tahun, kau jadi jaksa termuda kala itu, benar? Kau sekolah akselerasi semua, dan saat kuliah kau lulus di usia 20 tahun, ditambah saat itu kau hamil karenaku, maaf ya membuatmu melalui masa itu dengan berat." Minhyun menggeleng, ia memeluk suaminya yang duduk itu.

"Aku baik-baik saja sekarang, tak usah dipikirkan hal yang lalu, lagipula aku masih kerja dengan baik kan? Menjadi jaksa dan mengawasi Baekho?" Jonghyu mengusap lengan Minhyun.

"Minhyunnie, kalau aku minta kau berhenti menjadi pengawas Baekho, mau? Sudah ada Aron hyun dan Ren yang membantunya. Fokus saja pada pekerjaan jaksamu, ne?" Minhyun diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.

"Akan aku bicarakan nanti dengan mereka, ayo makan dulu." Jonghyun mengangguk. Ia lalu meletakkan kertas-kertas itu dan pergi makan.

.

.

Keesokan paginya Jonghyun pergi menemui Jeno di rumah sakit, dimana disana juga ada Hendery, Xiaojun, dan Lucas yang sedang berkunjung juga kebetulan.

"Apa aku mengganggu?" Tanya Jonghyun pada orang-orang di dalam. Jeno mendongak dan menggeleng.

"Ada apa hyung?" Dia meletakkan Jaemin di sofa panjang, membiarkan pria manisnya terlelap nyaman. Namja manis itu kelelahan setelah menangis dan seharian menjaga Mark dan Haechan, saking lelahnya suara besar Lucas saja tidak mengganggunya.

"Ini" Jonghyun menyerahkan kertas yang ia dapatkan kemarin. Jeno mengambilnya dan membacanya dengan teliti.

"Ini semua-!" Jonghyun mengangguk. Jeno memberikan itu pada Hendery, Lucas, dan Xiaojun. Saat ketiganya menerimanya, mata ketiganya membulat kaget.

"Berikan itu pada Sanghyuk, dia juga butuh tahu itu." Lucas segera undur diri setelah mengucapkan terima kasih.

"Oh ya, aku butuh tahu rumah Johnny, aku lupa arah rumahnya." Ujar Jonghyun, Jeno pun segera memberikan alamat pada Jonghyun.

"Hyung, terima kasih" ujar Jeno sebelum Jonghyun keluar dari sana. Jonghyun tersenyum dan mengngguk.

"Bukan masalah besar, sampaikan salamku pada hyungmu, dan Jeno besok kau mulai bekerja, aku dapat pesan itu dari Tuan Lee tapi untuk penunjukan resmimu masih nanti setelah wisuda, jadi persiapkan dirimu, mengerti?" Jeno tertawa kikuk dan mengangguk.

"Bagus, aku sekretaris yang cukup kejam, kau harus tahu itu." Jonghyun pergi setelah mengatakan itu, Jeno hanya menghela nafas.

"Sayangnya dia yang terbaik dari yang terbaik." Gumam Jeno. Dia lalu mengusap surai Jaemin sebelum mencium keningnya dan duduk di sebelah bangkar Haechan. Dia menatap sepupu dan sahabatnya yang masih betah tertidur itu.

"Bangunlah kalian, aku rindu kalian berdua" lirihnya.

.

.

"Lee Taeyong, tunggu aku!"

.

.

.

-tbc-

*Up pendek dulu lagi ga dirumah wkwkwk

*Aku up lainnya nanti.

*Vote dan komennya ditunggu yaw~💚💚💚💚

[NOMIN] To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang