Lilia POV
"Kau yakin dengan rencana ini mas?" tanya Lydya masih separuh tak percaya. Aku juga mengangguk sambil menyeruput soda jeruk di tanganku.
Hampir semua orang di dalam kafe ini menoleh ke arah kami. Suara Lydya memang cukup besar barusan.
"Psssttt, pelankan suaramu itu" ujar mas Bayu.
"Tapi kita bahkan tak tahu pasti mana pesan yang benar-benar dari bu Nino" jelas Lydya lagi.
"Bagaimana kalau Indira tahu rencana kita?" tambahku.
Laki-laki di depanku itu, yang biasanya tak pernah terlihat ragu ataupun gelisah selama aku bekerja bersamanya, kali ini tampak benar-benar kewalahan. Ia menarik napas panjang dan menyandarkan punggungnya sepenuhnya ke kursi.
"Masalahnya sekarang kita tak punya rencana lain selain mencoba-coba" jawabnya pelan. Tidak, tapi jauh seperti lirih, pasrah dengan kemungkinan apa saja yang akan terjadi.
Aku lihat Lydya sudah menyerah bertanya. Ia memalingkan wajahnya ke kaca jendela.
"Bahkan sudah enam jam kita disini" ujar Lydya memulai lagi.
"Lihat!" tangannya menunjuk ke arah barisan gelas kopi dan es soda jeruk di atas meja. "Sudah berapa banyak yang kita pesan? Kita bahkan tak tahu kapan orang gila itu meninggalkan tempatnya"
Aku menarik bibirku dari sedotan es soda jeruk itu, merasa bersalah karena minum terlalu banyak.
"Lilia sangat gugup dengan rencana kita ini" ujarnya lagi seperti bisa membaca isi kepalaku.
Tapi sejujurnya aku memang selalu gugup jika berurusan dengan hal ini. Semuanya hal baru untukku. Seperti melihat bagian buruk dari dunia yang tak pernah aku lihat sebelumnya.
Kau benar, aku sangat gugup!
"Lilia, kau menunggu di sini saja" ujar Mas Bayu mendekatkan kepalanya ke arahku.
Aku sempat melirik ke arah Lydya yang tampaknya makin kesal karena ucapannya sama sekali tak dianggap.
"Biar kami berdua yang masuk kesana nanti setelah aman" jelas mas Bayu lagi. "Kalau ada apa-apa, tolong segera hubungi kami berdua"
Aku mengangguk ragu, Lydya masih tampak kesal.
***
Sudah pukul 20.00 dan sama sekali tak ada tanda-tanda wanita gila itu keluar dari kantornya. Mobilnya bahkan masih setia parkir di depannya.
"Lain kali saja mas!" Ujar Lydya yang langsung berdiri.
"Sebentar lagi, kita tunggu sampai jam sepuluh" jawab Mas Bayu.
"eh, itu" ujarku menunjuk ke arah bangunan di luar.
Suara mesin mobil itu akhirya menyala. Dan sekitar dua menit kemudian mobil itu menghilang dari pandangan.
"Baiklah, ayo!" ajak Mas Bayu menarik tangan Lydya.
Hanya dalam hitunngan beberapa menit saja, dua orang itu sudah masuk ke dalam toko.
"Waa, sepertinya mereka sudah pernah melakukan hal seperti ini berulang kali" ujarku yang melihat mereka berhasil membuka pintu kantor Indira hanya dalam hitungan 2-3 menit saja.
Ku harap yang mereka cari benar-benar ada di sana.
***
Aku menempelkan daguku ke meja. Setelah mereka berdua pergi, rasanya kafe ini benar-benar sepi. Hanya ada sekitar 4 orang pengunjung lagi selain aku. Benar-benar hanya suara ponsel dan musik jazz pelan yang memenuhi bangunan ini.
Setelah mendengar kisah hidup mas Bayu dari Lydya kemarin malam, aku pasti akan melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukannya sekarang, kalau aku di posisinya. Pak Oji benar-benar orang penting yang harus dilindunginnya. Takdirnya bertemu dengan Indira benar-benar takdir buruk yang membawa banyak sial dalam kehidupannya.
"Haahh.... Berapa lama lagi kiranya harus menunggu. Baru saja aku akan merebahkan kembali kepalaku ke permukaan meja, buru-buru aku membenarkan duduk ku lagi.
"Sudah selesai?"
Baru sekitar dua puluh menit rasanya mereka masuk ke dalam. Dan sekarang mereka berdua muncul lewat lorong kecil di sebelah bangunan itu.
Buru-buru aku berlari menghambur keluar dari kafe. Akhirnya aku bisa pulang!
"Cepat sekali?" tanyaku. "Kabar itu bohong ya?" tanyaku pada mas Bayu dan Lydya.
Wajah mereka separuh kaget melihatku tiba-tiba muncul di sebelah mereka.
"Kau darimana?" Tanya Lydya.
"Kalian kan memintaku mengawasi dari kafe" ujarku bingung.
"Oh, iya" jawab Lydya sambil tersenyum. "Ayo makan dulu"
"Suaramu kenapa agak serak" tanyaku setelah menyadari kalau suara Lydya lebih serak dari di kafe tadi.
"eh, tunggu dulu" ucapku lagi.
Mereka berdua berhenti dan menatapku, diam.
"Kenapa baju kalian ganti?"
"ohh, ini... samaran saja" ujar Lydya lagi. Mas Bayu ikut mengangguk. "Bukannya dari awal aku memimtamu memakai baju dua lapis agar bisa ganti baju?"
"Iya kah?"
"Kau tahu, CCTV di sekitar sini ada banyak sekali. Bagaimana kalau Indira memeriksanya" jelas Lydya lagi.
Aku mengangguk. "Jadi bagaimana di dalam?" tanyaku lagi menuntut carita yang lebih detil dari mereka berdua.
***
Bayu POV
"Kenapa mudah sekali membukanya?" ujarku kaget seletah berhasil dalam sekali percobaan mendongkel lubang kunci pintu itu dengan bobby pin.
"Kau sudah pernah melakukan ini dimana saja mas?" tanya Lydya yang juga ikutan heran.
"Entahlah" ujarnya tersenyum. "Ayo cepat!"
Setelah berhasil membobol pintu depan, kami bergegas masuk. Satu hal yang terngiang di kepala hanyalah menemukan pak Oji secepatnya, lalu kabur sebelum Indira kembali.
Lama kami berkeliling di ruang bawah tanah bahkan di atas, sama sekali tak ada tanda apa-apa. Semuanya bersih, bahkan terlalu bersih untuk bangunan ini.
"Kau bilang di sini sama seperti di ruang bawah tanah pak Adri dulu?" tanyaku meminta penjelasan Lydya. Tapi orang itu juga ikut-ikutan kaget dengan apa yang dilihatnya saat ini.
"Kau benar kemarin sembunyi disini?" tanyaku lagi pada Lydya.
"Kemarin tak seperti ini mas" ujar Lydya.
Tangannya lurus menunjuk ke salah satu sisi ruangan. "Di-di sana ada meja besar dengan mayat di atasnya" jelasnya. Suara Lydya juga ikut bergetar, sepertinya ia benar-benar tak berbohong soal ruang bawah tanah ini.
Tapi masalahnya, ruangan ini sama seperti gudang pada umunya. Hanya berisi lemari kayu yang terjejer kotak-kotak berisi berbagai jenis kain dan peralatan jahit lainnya.
"Tak ada yang aneh" ujarnya.
"Justru karena itulah rasanya jadi jauh terasa aneh" ucapku. "Ayo pulang, sebelum indira kemari lagi"
Kami benar-benar ditipu. Sepertinya Indira yang mengirimkan salah satu pesan kemarin. Dan Apa yang ditakutkan Lydya makin terasa benarnya.
Baru saja kami mau keluar dari bangunan itu, Suara sirine mobil patroli berdengung keras dari arah depan. Sebuah mobil patroli berhenti di depan pintu.
"Kenapa ada polisi?" tanyaku.
"Angkat tangan kalian" ujar salah seorang petugas.
"kenapa pak?" tanya lydya bingung.
"Kalian masuk ke bangunan orang lain tanpa izin" ujar Indira tiba-tiba muncul dari balik badan petugas tersebut. "Apalagi yang kenapa?"
"Kita dijebak" celetukku kesal. Kemana Lilia? Kenapa ia tak memberi tahu kita kalau indira sudah pulang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STITCHES (Sibling 2nd season)
Mystery / Thriller"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali dari awal" Senja Bayu, setelah akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan pasiennya dari seorang psikopat yang ingin mengoleksi kepalanya...