TUJUH: Kenangan

302 51 2
                                    


Senja Bayu POV



Semoga saja pak Oji bisa membantu!

Motor ku dorong keluar dari pintu rumah. Tapi tiba-tiba sesampai beberapa langkah di halaman,

Pssshhh...

"Yaaah!" jeritku kesal melihat ban depan motorku kempes parah. Paku sepanjang satu setengah inch menancap di karet ban motorku. Rasanya ingin kutusukkan paku itu ke kepala orang yang sembarangan membuang paku sepanjang itu. Tapi jalanan sepi, bahkan tak ada satu orangpun yang lalu-lalang.

Wajar saja kalau sepi, ini hari sabtu. Dan rencanaku pergi jam sepagi ini, hanya agar bisa ke kantor siangnya nanti. Tapi seketika paku itu merusak semuanya.

Butuh ratusan kali berpikir, sampai-sampai hampir saja aku mengurungkan niatku bertemu pak Oji. Orang yang sudah seperti ayahku sendiri. Sebenarnya bukan karena tak mau bertemu dengannya, tapi ada banyak sekali kenangan buruk di sekitar tempat tinggalnya. Tentang rumahku dulu sewaktu ayah dan ibu masih hidup dan berakhir gantung diri disana, juga tentang obat bius yang diberikan pak Adri yang waktu itu menyamar sebagai pak Oji. Semuanya bukanlah sesuatu yang ingin ku ingat lagi. Dan sekarang paku itu menambah deretan alasanku untuk tidak pergi ke rumah pak Oji.

Dengan gontai aku berjalan menyusuri trotoar. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke halte bus terdekat.

"Kalau bukan karena darurat, sekarang aku pasti sudah tidur lagi di rumah" gumamku kesal.

TIIIIIIN TIIIIINNN......

Separuh terperanjat tubuhku terhuyung ke depan. Hampir saja sumpah serapah ku lemparkan ke orang jahil yang membunyikan klakson itu.

"Hey, mau kemana?" Tanya seorang wanita berkacamata hitam yang duduk di depan kemudi.

"Indira?" tanyaku memastikan. Ia hanya mengangguk.

"Ayo, kuantar" ucapnya sambil tersenyum.

Aku terdiam. Bukan karena bingung bagaimana caranya masuk ke dalam mobil itu. Tapi masalahnya, aku ke tempat pak oji bukan untuk main-main.

"Ayo masuk!" ucapnya memaksa.

***

"Mau kemana?" tanya Indira.

"Ke rumah ayahku" jawabku. "Kau sendiri mau kemana?"

"Ohh, aku hanya keliling hehe" ujarnya sambil tetap menatap lurus ke depan.

"Bisa kebetulan ya" balasku. "Rumahmu dimana?"

"Enggak terlalu jauh sih dari sini" jelasnya. "Aku baru pindah"

"Ohh, wajar aku tak pernah melihatmu di sekitaran komplek"

"Tenang, aku tak membuntutimu kok..."

Aku hanya tertawa.

"Oh ya, bagaimana dengan karyawanmu itu?"

"Oh, iya, aku lupa" ujarnya sambil memukul pelan dahinya sendiri. "Kapan jadwal temu kita selanjutnya?"

"Dua minggu lagi" ujarku. "Sesuai obat yang aku beri minggu lalu"

"Hmm, baiklah"

Tepat setelah mobil ini melewati pos penjaga, aku mengalihkan pandangan ke luar jendela. Memastikan bahwa semuanya masih sama seperti dulu terakhir kali aku ke area perumahan ini. Ternyata banyak yang berubah. Beberapa rumah bahkan sudah tampak jauh lebih mahal daripada sebelumnya. Mungkin beberapa keluarga sudah jauh lebih kaya dibanding terakhir kali aku di sini. Beberapa wajah baru juga nampak berlarian di sepanjang trotoar. Sepertinya aku sendiri yang terjebak di rasa takutku, semua sudah berbeda.

THE STITCHES (Sibling 2nd season)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang