Senja Bayu POV
"Ada kabar dari Lilia?" tanyaku.
Lydya hanya menggeleng, lagi dan lagi. "Rasanya seperti ada yang aneh" ujar Lydya.
Aku mengangguk setuju, memang ada yang aneh. Sangat jelas bahkan.
Ping!!
Sebuah pesan masuk ke ponselku. Melihat nama pengirimnya saja aku sudah muak, Indira.
Sepertinya ada yang hilang lagi ya, Aku hanya ingin semuanya terjadi sama persis seperti dulu, hanya ada kita bertiga.
"Sudah jelas Lilia hilang kemana" ujarku setelah membaca pesan itu.
Lydya mendelik padaku. "Pak Adri?" tanyanya.
Aku mengangguk. Anak yang malang. Harusnya ia tak usah bertemu dengan kami berdua, sehingga ia tak perlu berurusan dengan orang gila seperti pak Adri atau Indira, atau apalah itu.
"Apa yang harus kita lakukan mas?" tanya Lydya yang makin kebingungan. Sama sepertiku.
"Aku benar-benar tak paham apa yang sebenarnya harus kita lakukan" jelasku membanting tubuhku ke sofa.
Sudah sehari semalam tepatnya Lilia hilang. Entah apa yang terjadi padanya. Mengingat betapa tak bisa ditebaknya langkah yang diambil oleh orang tak waras seperti pak Adri, Lilia mungkin saja sudah tak bernyawa lagi saat ini. Bahkan untuk meyakini kalau pak Oji masih hidup saja, harapanku sudah semakin tak ada.
"Siapa yang ada di pihak kita saat ini?" tanya Lydya.
"Ku rasa hanya kita berdua" jelasku pasrah.
Siapa lagi yang harus diharapkan. Ratma yang telah jadi hantu saja, masih membela Indira. Sedangkan Bu Nino, hanya hidayah saja yang mungkin dapat menyadarkannya untuk tak memihak adiknya sendiri.
"Kita kalah jumlah dan rencana" Lydya tertunduk lesu.
Kita berdua telah sama-sama lelah. Satu-satunya cara untuk mengakhiri semua masalah ini adalah dengan membunuh Indira. Tapi ia terlalu licin untuk ditangkap dengan mudah. Permainan yang benar-benar tersusun dengan amat rapi, kurasa.
"Instirahatlah dulu" kita pikirkan apa yang selanjutnya kita lakukan.
Aku berjalan ke lantai dua, menuju kamarku. Meskipun rasanya ada beban kalau harus memilih tidur disaat seperti ini. Tapi inilah yang bisa dilakukan. Dengan Istirahat ataupun tidak, toh kami tetap kan menghadapi masalah yang sama.
***
TOK TOK TOK
Suara ketukan itu membangunkanku dari tidur layak yang baru saja kudapatkan beberapa jam ini. "Siapa?" Tanyaku sambil berusaha mengumpulkan kesadaranku dengan duduk di sisi tempat tidur.
"Mas!"
Cklek...
"Kita kedatangan tamu" ujar Lydya.
Sosok wanita yang sudah tak asing lagi, berdiri di belakang punggung Lydya.
"Ibu?" gumamku melihat sosok wanita itu.
"Apa kabarmu, Bay?"
"Kenapa kemari?" tanyaku singkat. Jujur saja aku tak mau lagi basa-basi dengan orang-orang yang terlibat dekat dengan Indira. Mereka tak ada yan bisa kupercaya.
"Aku, aku..."
"Bicara yang jelas!" bentakku kesal.
"Aku ingin membantu kalian" jawabnya.
"Lyd, kau yakin dengan orang ini" tanyaku tak paham.
"Kita tak punya rencana sama sekali mas" jelasnya. "Lagipula orang yang bisa membantu kita menemukan Indira adalah bu Nino, orang yang paling dekat dengannya"
Bu Nino mengangguk. Ia setuju dengan apa yang dikatakan Lydya. Tapi tidak denganku. Setelah semua kebohongannya itu, bagaimana mungkin kami dapat mempercayainya. Semua hal tentangnya maupun tentang Indira, semua hanyalah sekumpulan hal yang tak pasti.
"Dia pembohong" ujarku. Jari telunjukku benar-benar lurus ke arah wanita tua itu. Wanita yang dengan bodohnya ku anggap sebagai ibuku sendiri.
"Tapi dia punya alasan" jelas Lydya. "Lagipula ia tak membunuh kau dan aku dari sejak lama"
Untuk kalimat terakhirnya, pikiranku rasanya sedikit goyah. Ia yang tahu kalau kami waktu itu mengincar untuk menangkap adiknya, tapi tak melakukan apapun pada kami.
"Tapi tetap saja..." ujarku masih menyisakan ragu.
"Bu.." Lydya memegang tangan bu Nino. "Ibu boleh tunggu di bawah, ada yang ingin ku bicarakan dengannya"
Setelah menutup pintu dan memastikan kalau bu Nino sudah menuruni anak tangga, Lydya mendekat padaku.
"Mas, Aku tahu kamu tak sepaham dengannya" ujar Lydya. "Tapi ia satu-satunya jalan kita menuju Indira"
"Bagaimana kalau ini jebakan?"
"seperti kataku tadi, ia jalan kita menemui Indira" Lydya hanya mengulangi kalimatnya tadi. "Entah ini jebakannya atau bukan, tapi setidaknya kita bisa tahu dimana lokasi indira, Lilia dan lainnya"
Aku diam mengalihkan pandanganku darinya. Apa yang dikatakannya memang ada benarnya. Kini malah giliranku mempertanyakan apakah sebenarnya alasanku tak mau mempercayai bu Nino karena alasan personal saja.
***
"Jadi apa rencana kita?" tanyaku.
"Kita masuk dari kantor Indira, ada terowongan rahasia yang akan membawa kita ke tempat mereka menyembunyikan Lilia" Jelas Bu Nino.
"Pak Oji?" tanyaku.
"Sepertinya ada disana"
"Maksudnya sepertinya?" tanyaku kesal. "Kau bilang kau tahu dimana mereka"
"Masalahnya semua bisa saja terjadi" jelas Bu Nino. "Adikku itu bisa melakukan apa saja untuk mewujudkan impiannya"
Aku tak bisa membantah untuk kalimat itu. Sudah jelas kalau Indira memang seperti itu.
"Kapan kita bergerak?" tanya Lydya.
"Malam ini saja" Jawab Bu Nino tanpa ragu. Bahkan suaranya benar-benar terdengar begitu meyakinkan.
***
Lilia POV
Kreeet....
Pintu besi itu kembali dibuka. Perempuan yang kemarin menyamar sebagai Lydya berjalan mendekatiku, perlahan. Aku menendang kaki kak Dila, tapi sepertinya ia tertidur dengan nyenyak sekali.
"Ku pikir kami hanya makan sekali sehari" ujarku. "Kenapa kau kemari lagi?"
"Psssstttt" ujarnya menaruh telunjuknya di depan bibir. "Jangan berisik"
Wanita itu mulai menarik kulitnya hingga terlepas dari wajahnya.
"Topeng?" ujarku kaget.
"Ini aku" ujarnya.
"Bu Nino?"
"Ayo cepat pergi dari sini" ujarnya berbisik.
Ia melemparkan topeng kulit seperti yang dipakainya. Tapi dengan wajah yang berbeda. Buru-buru aku memakainya. Sementara Bu Nino berusaha melepaskan borgol di tangan dan kakiku.
"Ayo ikut aku" ucapnya lagi pelan.
"Bagaimana dengan yang lainnya?" tanyaku melihat kak Dila dan pak Oji yang masih tertidur.
"Ayo cepat, kita tak punya banyak waktu"
Aku mengangguk lalu bergegas mengejar ketinggalanku. Terakhir kalinya aku menatap dua orang di ruangan itu dari depan pintu.
Aku pasti kembali lagi kemari, tolong bertahanlah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STITCHES (Sibling 2nd season)
Misterio / Suspenso"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali dari awal" Senja Bayu, setelah akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan pasiennya dari seorang psikopat yang ingin mengoleksi kepalanya...