Biyu mendiami Dewa yang masih belum ingin jujur padanya. Setelah berhasil membuat Biyu spot jantung tiba-tiba sekarang yang anak itu lakukan malah membohonginya dengan karangan yang tak masuk akal.
Biyu sudah merelakan jadwal nongkrongnya bersama teman-teman hanya karena chat dari Judha yang membuatnya tidak fokus seketika. Apalagi saat ia melihat sendiri bagaimana Dewa yang terlihat kacau, tadi. Basah yang membuat adiknya menggigil masih terekam dengan jelas. Biyu bertanya-tanya siapa orang kurang ajar yang berani mengusik adiknya. Belum lagi teman-teman Dewa yang mengatakan tidak tau siapa pelakunya.
"Mas Abi, marah?" tanya Dewa dengan kepala menunduk dan tangan memilin selimutnya.
"Gak!" jawab Biyu dengan ketus.
"Biasanya kalau jawab pendek-pendek gitu marah," kata Dewa tambah takut.
"Diem."
"Mas, maaf."
Haruskah ia jujur jika Sena yang melakukannya. Tapi, Dewa takut kalau besok pagi ia harus datang ke pemakaman Sena karena ulah Biyu. Meski pikiran itu terlalu berlebihan, tapi Dewa yakin Biyu pasti tak akan membiarkan Sena berkeliaran begitu saja walaupun lelaki itu ayah kandung Biyu sendiri. Apalagi kemarin Biyu sudah memperingati. Namun, tak dihiraukan oleh Sena. Biyu itu tak pernah main-main dengan ucapannya.
"Mas Abi, mau ke mana?" tanya Dewa saat Biyu beranjak. Cowok itu diam tak menimpali bahkan sampai ia menghilang di balik pintu kamar Dewa dan menutupnya dengan sedikit bantingan.
"Kalau lagi marah kaya cewek PMS, deh."
Dewa bangkit dari kasur dan berjalan pelan menuju pojok ruangan di mana Cimoy bohay sedang asik bermain di kandangnya.
"Moyyy, Dewa mau curhat."
"Mas Abi marah masa."
"Dewa bohong, Moy."
"Gimana ini, Moy." Dewa bermonolog yang hanya dibalas cicitan oleh Cimoy.
"Oh, gitu ya Moy. Jadi aku harus nunggu sampe Mas Abi nggak marah baru ngomong jujur kalau yang udah ngunciin aku di kamar mandi itu Om Sena."
"Oke, Moy saranmu aku terima."
Dewa membalikkan badan lalu terkejut setelahnya. Biyu dengan tatap mata nyalang dan tangan terkepal berdiri di samping meja belajar. Niatnya, Biyu hanya ingin mengambil tas yang tertinggal di ruang tamu. Tapi, saat ia kembali. Dewa sedang asik ngobrol sendiri dengan hamsternya sehingga tidak sadar dengan pintu yang sedikit berdecit. Lalu Biyu memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Namun, saat akan melangkah keluar Biyu mendengar dengan jelas siapa pelaku di balik insiden penguncian Dewa di toilet tadi.
"Mas Abi, sejak kapan? Bukannya tadi udah keluar." Dewa menggigit bibir dalamnya saat tatapan horor Biyu menghujam maniknya.
"Udah gue duga sebelumnya."
Dengan langkah lebar-lebar Biyu berjalan keluar. Bukan ke kamarnya melainkan mencari keberadaan Sena. Kurang ajar sekali ayahnya itu. Sepertinya peringatan Biyu kemarin hanya dianggapnya angin lalu mungkin sedikit tindakan yang akan Biyu berikan bisa sedikit memberi jera dan meyakinkan Sena jika Biyu tak pernah main-main dengan perkataannya.
"Mas, mau ke mana?" tanya Dewa seraya mengejar langkah lebar Biyu.
"Mas, dengerin Dewa dulu."
"Dewa tadi beneran kepleset terus nabrak ember air."
"Mas, Dewa mohon jangan!"
Seakan tuli, Biyu tetap berjalan dengan tegas. Dewa jadi kalang kabut sendiri dia bingung apa yang harus dia lakukan untuk mencegah Biyu agar tidak pergi. Ah, sepertinya dia harus mengeluarkan jurus jitunya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bother
Teen FictionDewa bahkan tidak pernah meminta apapun pada Tuhan. Bahkan ketika ia di tuding sebagai pembunuh ia hanya diam. Ketika di bully dia hanya diam. Ketika dunia tak menginginkan dirinya ada dia juga diam. Tapi, untuk yang satu ini bolehkah dia egois. Bo...