Gelap.
Hanya itu yang Dewa tangkap saat matanya terbuka dengan sempurna. Sesak langsung menghimpit dadanya. Ia tak tau di mana dia saat ini. Tempat ini kotor, seperti gudang yang sudah lama terbengkalai. Banyak benda-benda tak terpakai di pojok ruang, serta debu-debu yang berterbangan.
Tangan dan kakinya terikat. Mulutnya juga tersumpal oleh sesuatu. Bergerakpun rasanya sulit. Dewa hanya bisa berdoa semoga Biyu segera datang untuk menolongnya.
Ahhh, jangan lupakan. Telinganya yang terasa sakit. Hanya hampa tanpa suara yang terasa. Ia yakin alat pendengarnya jatuh saat orang-orang tadi menyeretnya.
Dewa kembali memejam dan berdoa pada Tuhan. Untuk kali ini saja setidaknya biarkan ia bernapas dengan leluasa tanpa ada sesak yang menghimpit dadanya. Paling tidak hingga bala bantuan datang atau jika memang ini akhirnya ia rela asal orang-orang disekelilingya bahagia.
Biyu memang marah, tapi bukan berarti dia hanya diam dan membiarkan Dewa begitu saja. Ada rasa tak nyaman saat cowok itu meninggalkan Dewa dengan amarah yang membara. Apalagi adiknya tak menelpon ataupun mengirim pesan sama sekali padanya.Hatinya semakin resah saat nomor ponsel Dewa tak dapat dihubungi. Biyu menyesal karena memilih meninggikan egonya untuk menemui Sena dari pada menjaga Dewa yang bahkan belum benar-benar pulih keadaannya.
Biyu mengumpat serta memukul stir mobil dengan kesal. Hari sudah mulai petang saat ia sampai di rumah. Tadi, setelah mencecar Sena dengan penuh amarah dia tak langsung pulang ke rumah. Biyu lebih memilih menenangkan dirinya terlebih dahulu hingga resah mulai menghantuinya saat satu nama terlintas dipikiran, Dewa.
Alis Biyu menukik tajam saat matanya menangkap sesuatu yang aneh. Tidak biasanya gerbang rumah terbuka selebar ini apalagi Dewa sedang di rumah sendiri.
Matanya menajam saat melihat pintu rumah juga terbuka. Jantungnya semakin berdetak dengan brutal. Perasaannya semakin tak karuan. Biyu membuka pintu mobil secara tak sabaran dan setelahnya lari ke dalam dengan perasaan yang semakin tidak tenang.
Detik seolah berhenti saat ia menemukan pecahan gelas di dekat pintu serta alat pendengar milik Dewa yang juga tergeletak di sana.
"DEWA!" serunya dengan lantang dan wajah penuh ketakutan.
"Wa, Mas Abi pulang!" Tetap tidak ada sahutan.
Biyu masuk semakin dalam. Tujuan utamanya adalah kamar Dewa. Ia pikir mungkin anak itu ketiduran sehingga tidak menjawab panggilannya. Biyu membuka pintu kamar dengan kasar. Namun, kosonglah yang ia dapatkan. Hatinya semakin tak tenang saat ia tak menemukan Dewa di seluruh penjuru rumah.
Detak di dalam dada terasa semakin menggila saat secarik kertas yang tertempel pada kaca yang berada di dekat ruang tamu berhasil tertangkap netranya.
Hanya kalimat sederhana, tapi mampu membuat dunia Biyu seolah berhenti saat itu juga.
'Ucapkan selamat tinggal'
KAMU SEDANG MEMBACA
Bother
Teen FictionDewa bahkan tidak pernah meminta apapun pada Tuhan. Bahkan ketika ia di tuding sebagai pembunuh ia hanya diam. Ketika di bully dia hanya diam. Ketika dunia tak menginginkan dirinya ada dia juga diam. Tapi, untuk yang satu ini bolehkah dia egois. Bo...