5 tahun kemudian.
Dewa berlari menerobos lalu lalang manusia yang juga sama tergesa-gesanya. Salahnya, ia tak langsung bangun ketika alarm dari jam di atas nakas berbunyi.
Beruntung kereta yang menuju ke arah kampusnya masih ada meski ia harus berhimpit-himpitan dengan para penumpang lainnya. Belum lagi kepalanya terasa sangat pusing saat sosok perempuan di sampingnya tak henti mengoceh ini dan itu.
"Telat, nih."
"Ya, maaf."
"Kamu pakai nggak bangun-bangun."
"Capek, Jhe"
"Kalau di hukum, kamu yang nanggung pokoknya."
"Astaghfirullah, iya."
"Bagus, tapi kayaknya aku mau bolos aja."
Dewa menilik jam yang bertengger di tangannya. Ah, sudah dipastikan jika ia akan terlambat.
Kereta berhenti, Dewa ikut turun bersama orang-orang lainnya. Mau masuk kelas juga tidak mungkin jadi dia mengiyakan saja keinginan Jhewa yang ingin membolos dan lebih baik mereka pergi ke taman sambil goleran di bawah pohon maple.
Dewa selamat, setelah enam bulan lamanya melewati masa masa tersulit. Beruntung ia memiliki teman seperti Judha, Pesona, Wawan dan Jhewa. Mereka sangat setia merawat dan menemaninya hingga bisa kembali berdiri seperti sekarang.
Matanya menerawang jauh pada angkasa di atas sana.
"Curang," kata Dewa yang membuat perhatian Jhewa tertuju padanya.
"Kalian semua curang. Tega banget ninggalin Dewa di sini sendirian." Jhewa paham sekarang, Dewa sedang rindu dengan keluarganya. Gadis itu menggenggam tangan Dewa guna menenangkan.
Beberapa bulan setelah Dewa sadar Judha menceritakan semua hal yang telah terjadi. Termasuk ibu Biyu yang bunuh diri setelah mendengar kabar kematian sang anak. Sena menyerahkan dirinya pada polisi dan Biyu yang selalu menjaganya meski raganya tak lagi ada.
Tentu saja ucapan terimakasih tidak cukup untuk membalas kebaikan mereka semua.
"Jangan mengusik jika kau tak mau diusik."
Dulu Dewa tak paham kenapa tulisan tersebut ada di kamar Biyu. Sebelum akhirnya ia paham siapa sosok pengusik yang Biyu maksud di sana. Ya, siapa pun yang berani mengusik orang terdekatnya. Maka, Biyu tak akan pernah tinggal diam.
Sejak awal Biyu sudah mengetahui rencana Sena. Dia tidak ingin melakukan hal yang Sena suruh pun akhirnya memilih memberontak dan pergi.
Terkadang apa yang kita inginkan dalam hidup tak akan berakhir sesuai perkiraan. Mau sehebat apapun kita berencana, Tuhan yang akan menentukan akhirnya.
Seperti Dewa yang harus kembali menata kehidupannya setelah semua kekacauan ini terjadi. Tidak mudah, beruntung ia memiliki mereka yang selalu mendukung dan menemaninya.
Kehidupan seseorang tak selamanya sama seperti ekspresi yang mereka gambarkan. Banyak dari mereka yang hanya menggunakan topeng kepura-puraan. Mungkin, kamu salah satunya. Tak, apa. Kau tak sendirian. Bahkan mungkin kita sama.
The end.
Udah ya, terimakasih kepada saudaraku semuanya yang sudah mau membaca dan memberi vote pada cerita ini. Nggak nyangka kalau bakal ada yang baca cerita ini.
Jujur pas awal aku up rasanya nggak pede, sampai sekarang pun masih sama. Tapi, kata temanku yang dia penulis juga kalau kita nggak berani mulai sampai kapan pun juga nggak akan jadi apa apa. Ya udah dengan modal nekat aku coba aja deh.
Aku tau ini cerita amburadul banget. Alurnya juga mungkin masih membingungkan. Aku akan terus belajar untuk memperbaikinya.
Akhirnya bisa lanjut nulis cerita sebelah.
Sekali lagi terimakasih semuanya. Cinta kalian banyak banyak 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Bother
Teen FictionDewa bahkan tidak pernah meminta apapun pada Tuhan. Bahkan ketika ia di tuding sebagai pembunuh ia hanya diam. Ketika di bully dia hanya diam. Ketika dunia tak menginginkan dirinya ada dia juga diam. Tapi, untuk yang satu ini bolehkah dia egois. Bo...