Drie

17K 2.2K 161
                                    

Suasana di dalam mobil tampak asing bagi Gara. Arfan dan kedua kakaknya berbagi cerita dan sesekali Dian pun ikut nimbrung.

Sementara Gara hanya mampu duduk diam ditengah-tengah kedua kakaknya seraya memeluk tas lumayan besar yang berisi pakaiannya.

Tidak berani berbicara sebab takut kata yang Gara keluarkan justru membuat mereka tidak nyaman.

Jadi, pilihan yang terbaik hanyalah diam. Memandangi dalam diam kehangatan itu tanpa bisa merasakan. Tak satu pun dari mereka mengajaknya bicara. Menyinggung hal apapun tentang dirinya tidak.

Setelah lumayan lama menempuh perjalanan akhirnya mereka sampai dirumah besar yang terlihat begitu mewah.

Seorang satpam tampak membukakan pintu gerbang. Namun, Arfan hanya memberhentikan mobilnya di depan tanpa niat masuk ke dalam.

"Buruan turun," titah Arfan pada Gara yang langsung dituruti begitu saja.

Asyam keluar dari mobil disusul oleh Gara. Masih dengan memeluk tasnya Gara hanya diam tidak tau harus berbuat apa. Perasaan cemas tiba-tiba saja datang tanpa di undang.

"Baik-baik disini dan jangan nyusahin bunda sama ayah tiri kamu. Sisa barang kamu akan diantar besok," ujar Arfan seraya menatap Gara dengan tatapan tajam. Sementara Dian dan kedua kakaknya hanya diam.

Gara pun hanya mampu memberikan anggukan.

"Syam, ayo masuk."

Asyam mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.

"Ayah, hati-hati ya," pesan Gara yang di angguki oleh Arfan.

Tanpa kata mobil mereka melaju meninggalkan Gara tanpa belas kasihan. Air mata yang sedari tadi Gara tahan pun sudah meluncur dengan bebas.

Dadanya ikut terasa sesak sembari netranya memandang mobil Arfan yang terlihat semakin menjauh.

Tidak ada ucapan manis atau pelukan. Padahal Gara berharap setidaknya mereka mau memeluknya. Memberikan ketenangan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Masnya ini anak Ibu Sukma, ya?"

Pertanyaan itu membuat Gara tersadar dan langsung menghapus air matanya. Tubuh mungilnya berbalik dan memberikan anggukan sopan pada pria itu.

"Mari masuk, Mas."

Setelah menutup gerbang, Gara dibawa masuk ke dalam rumah. Netranya memandang takjub sekelilingnya. Halaman luas yang bersih. Serta beberapa bunga tampak tumbuh disekitar. Satpam tadi sudah kembali ke pos lagi.

Tanpa sadar Gara mengukir senyum saat netranya menangkap sosok yang selama ini dia rindukan tengah asyik menyiram bunga.

"Bunda," panggil Gara yang membuat Sukma lantas menoleh dan terkejut.

Wanita itu pun meletakkan gembor yang di yang tadi di pegangnya lantas menghampiri Gara.

"Kamu kok di sini?" tanya Sukma yang membuat Gara dilanda kebingungan.

"Ayah pindah, terus katanya Gara bakal tinggal sama Bunda mulai sekarang. Bunda uda dikabari sama Ayah, kan?"

Sukma tampak menghela nafas kesal. Hal itu membuat Gara tanpa sadar terdiam.

"Ayah kamu itu emang enggak tau malu ya. Seharusnya dia kabari Bunda dulu kalau memang kamu bakal tinggal disini," omel Sukma dengan raut kesal. Gara hanya mampu diam.

"Yauda, masuk dulu yuk. Kebetulan suami Bunda lagi di rumah," ajak Sukma seraya menarik lembut tangan Gara.

Gara hanya mengikuti dalam diam. Perasaan cemas kini kembali hadir saat netranya menangkap sosok pria tegap tengah membaca koran di sofa ruang tamu.

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang