Drieëntwintig

20.6K 2.2K 422
                                    

Selepas kejadian kemarin Gara benar-benar berubah. Tidak ada lagi sosoknya yang ceria. Tidak ada lagi celotehannya juga tingkah usilnya. Gara benar-benar menjadi sosok pendiam.

Apapun yang mereka lakukan Gara hanya diam atau bahkan mengabaikan. Kerajinan yang sudah di pesan akhirnya terbengkalai. Membuat mereka kemarin tidak tidur untuk mengejar waktu yang di janjikan.

Rutinitas Gara hanya seputar makan, mandi, melamun, lalu tidur. Hanya itu. Sorot matanya terlihat hampa. Muni merasa sedih melihatnya.

Apalagi mengingat adik kecil mereka kemarin pulang dalam keadaan menangis. Wajahnya memerah dan matanya sembab. Muni benar-benar menyaksikan bagaimana hancurnya Gara kemarin. Sampai sekarang juga Gara seperti sosok tanpa jiwa.

Seperti hari-hari sebelumnya. Muni akan datang untuk membawa makanan kekamar Gara.

"Adek, makan dulu yuk," bujuk Muni tapi Gara hanya mengangguk tanpa mau menjawab.

Gara turun dari kasurnya dan mendudukkan dirinya begitu saja di lantai. Muni terdiam dan memperhatikan bagaimana Gara makan tanpa minat.

"Dek, duduknya di kursi depan aja, yuk. Di sini dingin," ajak Muni namun Gara menggeleng.

Muni menghela nafas dan ikut mendudukkan diirinya di samping Gara.

"Hari ini, Frans sama Edi libur. Mbak juga enggak ada tugas. Kita jalan-jalan, yuk."

Gara menggeleng untuk kesekian kalinya. Muni menghela nafas. Tatapannya meredup. Tangannya terangkat mengelus lembut puncak kepala Gara.

Sampai makanan Gara habis pun mereka hanya diam.

"Mau ikut kakak ke depan enggak? Kita beli makanan buat adek sekalian," ajak Muni lagi seolah tak menyerah membujuk Gara. Tapi, tetap saja hanya gelengan kepala yang menjawab pertanyaannya.

"Yauda, Mbak keluar dulu, ya. Adek kalau butuh apa-apa, Frans ada di kamarnya kok."

Setelah Muni berlalu Gara masih diam di posisinya. Memandang pintu yang tertutup dengan kosong. Lagi, kesedihan kembali menyelimutinya. Membuat Gara merasa sesak untuk kesekian kali. Semua kejadian kemarin berputar bagai kaset rusak di pikirannya.

Tiba-tiba netra Gara tertuju pada ponsel di atas meja yang belum ia sentuh dari kemarin. Gara mengambilnya lalu mulai sibuk dengan ponsel itu.

Yang pertama Gara lihat saat adalah postingan Sukma. Gara menyerngit saat melihat foto yang ada. Seperti dekorasi pesta. Tampak mewah dan begitu indah. Khas sekali dengan seorang Sukma. Gara seketika terdiam. Gara melupakan satu hal.

Gara segera bangkit dan mengganti bajunya dengan baju yang terlihat lebih layak dipakai. Kemeja hitam yang diberikan Asyam saat keluarga mereka masih baik-baik saja. Sedikit kekecilan tapi tak apa. Gara sama sekali tidak mempermasalahkan itu.

Lalu Gara mengeluarkan plastik besar juga kotak yang lumayan besar dari bawah kasur. Gara mulai sibuk memasukkan barang di plastik kedalam kotak. Lalu Gara membungkusnya dengan rapi.

Setelah selesai Gara bangkit dan membawa ponselnya juga plastik besar berisi kotak tadi. Gara memandang sebentar kondisi kamarnya lalu segera pergi.

Suasana sekitar kos sepi. Gara langsung bergegas pergi agar tidak ketahuan oleh Frans dan yang lainnya. Kakinya terus berlari di sepanjang jalan. Gara lupa membawa uang. Alhasil berlari adalah solusi terbaik.

Beberapa pengguna jalan sesekali melihatnya dengan bingung. Gara bahkan tak jarang menabrak bahu beberapa orang. Entah apa yang ia kejar tapi Gara terus memacu kecepatan larinya.

Butuh waktu lama sampai akhirnya Gara sampai dirumah mewah milik Wahyu. Banyak deretan mobil mewah yang terparkir rapi di halaman yang luas. Beberapa orang juga tampak mengenakan pakaian mewah dan mahalnya.

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang