Twintig

17.2K 2K 204
                                    

Gara hanya diam sepanjang perjalanan bahkan saat Daniel menggenggam tangan mungilnya dan membawanya masuk ke dalam kantor Asyam.

Tidak banyak yang berubah. Masih sama seperti terakhir kali Gara datang kesini. Dulu, saat sepulang sekolah jika mals pulang kerumah Gara akan berkunjung untuk bermain bersama Asyam.

Tidak, lebih tepatnya menganggu kakak sulungnya bekerja. Mencoret asal kertas kosong di printer, mengoceh, bermain game dan memesan makanan untuk dimakan diruangan Asyam. Kala itu ruangan Asyam akan berubah seperti tempat pengasuhan anak.

Bahkan di ruangan itu ada kamar khusus untu Asyam beristirahat jika lembur. Tapi, dulu Gara ubah menjadi ruangan pribadu miliknya. Bahkan beberapa mainannya dibawa kesana.

Asyam tidak pernah marah apalagi menegur. Kakaknya itu dulu senang ada dirinya sebagai pengubah mood kala tumpukan kertas di meja kerja membuat kepala menjadi pusing.

"Kak Asyam pasti seneng kalau liat adek datang," ujar Daniek seraya merapikan rambut Gara dengan tangannya.

Gara hanya mampu tersenyum. Gara senang akhirnya bisa bertemu Asyam. Namun, mengingat pertemuan terakhir mereka membuat Gara di rundung rada khawatir yang berlebihan.

Mereka pun sampai di ruangan Asyam. Sekretaris kakaknya itu pun mempersilahkan mereka masuk. Tampak Asyam yang sibuk dengan tumpukan kertas di meja. Tidak mengindahkan mereka yang baru saja tiba.

Gara mengamati sekitarnya. Semuanya berubah. Tata letak barangnya pun sudah berubah. Bahkan sofa besar nan emouk kesukaan Gara juga sudah di ganti dengan yang baru dan lebih bagus.

"Ck, woi ada tamu ini!" seru Daniel dengan raut kesal mendapati Asyam yang tak kunjung sadar mereka datang.

Mengenali suara itu lantas Asyam berkata,
"Lo bukan orang asing jadi kalau mau duduk ya duduk aja. Enggak usah dibuat ribet Niel."

"Ck, liat sini dulu, Kak. Gue punya kejutan buat lo," greget Daniel seraya mendekati meja kerja Asyam yang membuat Asyam menghela nafas kasar.

Netranya pun beralih dari Daniel ke belakang cowok itu. Dan detik selanjutnya Asyam terdiam pun dengan Gara yang hanya mampu memberikan senyum yang terkesan sangat canggung.

"Gimana? Lo seneng kan? Gue bawa adek pulang kak!"

Binar bahagia mengisi penuh netra Daniel saat mengatakannya. Berbanding terbalik dengan Asyam yang tiba-tiba di sulut amarah.

"Lo ngapain bawa dia ke sini?"

"Tunggu, apa maksud dari pertanyaan kakak tadi?" tanya Daniel bingung dan seketika terkejut saat mendapati ekspresi marah Asyam.

"Kak," tegur Daniel namun tidak mendapat respon apapun dari Asyam.

Asyam bangkit berdiri dan melangkah lebar menuju Gara. Daniel merasakan adanya hawa tidak enak pun langsunv mengikuti sang kakak.

"Lo ngapain di sini?"

Gara hanya diam membisu menatap Asyam dengan sendu. Sudah jelas bahwa hadirnya tidak diterima. Dan itu terasa menyakitkan untuknya.

"Lo bisa bicara kan? Bukannya bisu kan? Gue tanya, lo ngapain disini?" tanya Asyam penuh penekanan.

"Kak, lo jangan begitu dong," ujar Daniel tak suka.

Asyam pun melirik Daniel tajam.

"Lo waras enggak sih? Ngapain lo bawa dia ke sini? Lo mau cari masalah sama Ayah?"

Daniel sontak saja menggeleng.

"Gara adek kita, Kak. Ayah enggak mungkin marah kalau Gara balik ke rumah," jawab Daniel.

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang