Einde

34.4K 2.5K 1.3K
                                    

Tiada satu orang pun didunia ini yang mau menikmati penyeselan. Tapi, beberapa dari mereka harus menerima yang namanya penyesalan. Semua perlakuan mereka di masa lalulah penyebab penyesalan itu hadir.

"Maaf, kondisi anak bapak benar-benar menghawatirkan dan bisa dibilang kritis. Benturan di kepalanya cukup keras dan ada masalah pada salah satu ginjalnya. Kondisinya juga terus mengalami penurunan. Anak bapak akan ditempatkan di ICU agar bisa dipantau oleh tim dokter."

Perkataan dokter tadi mampu membuat dunia mereka seolah jungkir balik. Muni sudah tidak bisa lagi menangis. Frans yang mengerti situasi lantas mengajak mereka pulang. Meski Renan menolak namun akhirnya juga menurut karena bagaimanapun juga yang paling hancur disini adalah Arfan dan kedua anaknya.

Frans ingin memberi ruang pada mereka kendati dirinya juga masih ingin berada disini. Tapi, Frans tidak ingin egois. Mereka juga harus mengistirahatkan tubuh mereka. Lalu akan kembali dan berjaga bergantian diluar ruangan.

Sementara Arfan masih duduk diam di dekat ruang ICU. Kondisi Gara mengharuskan anak bungsunya untuk di pantau 24 jam oleh dokter.

Daniel dan Asyam sedang makan di kantin. Di kondisi ini Daniel tidak boleh ikut larut dalam kesedihan. Jika ia ikut bersedih entah apa jadinya mereka bertiga disini. Meski berat Daniel harus sabar membujuk kakaknya untuk makan. Arfan dan Asyam benar-benar sulit untuk diajak bicara saat ini.

Tidak lama kemudian Nadya dan Hana datang menghampiri mereka. Nadya tersenyum miris melihat keadaan Asyam yang jauh dari kata baik.

"Aku sengaja minta mereka ke sini. Kakak harus pulang buat istirahat," ujar Daniel yang dibalas tatapan tidak terima dari Asyam.

"Gimana gue bisa pulang Niel? Gara sendirian di dalam sana. Setidaknya kita harus nemenin dia walau dari luar sekalipun," bantah Asyam.

Nadya yang melihatnya pun mengelus pundak Asyam dengan lembut hingga Asyam menoleh padanya.

"Kamu butuh istirahat. Kalau kalian semua di sini yang ada kalian ikutan sakit. Besok kamu bisa gantian jagain Gara. Hari ini biar Daniel, ya," ujar Nadya memberi pengertian.

Asyam menghela nafas lalu mengangguk. Setelah makanan mereka habis Asyam dan Nadya bergegas pulang.

Daniel memandang kosong punggung kakaknya yang semakin menjauh. Tiba-tiba tangannya terasa di genggam dengan hangat dan Daniel menoleh mendapati Hana yang memberinya senyum menenangkan.

"Kamu uda berusaha kemarin. Gak apa, kita lewati sama-sama, ya. Kita doain yang terbaim buat Gara."

Sesederhana itu dan Daniel tersenyum miris berusaha menahan air matanya. Ia beruntung memiliki Hana untuk menguatkannya saat ini.

Sementara diluar Asyam dan Nadya hanya diam dalam hening. Asyam terdiam saat tangannya terasa di genggam dengan lembut.

Asyam menoleh dan terdiam melihat Nadya yang memberinya senyum tulus.

"Kamu harus sabar, ya. Aku tau menyesal juga enggak akan cukup. Tapi, aku janji akan nemenin kamu, nguatin kamu. Kamu harus kuat. Ada Ayah dan Daniel yang butuh kamu saat ini."

Tidak ada kata yang bisa Asyam lontarkan selain memeluk Nadya dengan erat disertai air mata yang mengakir bersama beban yang sedikit terangkat dari pundaknya. Nadya berusaha menahan air matanya dan mengelus lembut punggung itu.

Disaat Asyam dan Daniel mendapatkan sandarannya Arfam justru menikmati lukanya sendirian. Selesai solat Arfan memilih duduk sendirian ditaman rumah sakit.

Arfan terlalu sibuk melamun sampai akhirnya merebahkan diri di kursi panjang itu dan menutup matanya menyelami alam mimpi.

"Ayahh, ayo dong tangkep adek! Masa Ayah kalah dari adek sih!" teriak bocah lucu sambil mengerucutkan bibirnya.

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang