Achttien

15.2K 1.9K 86
                                    

Netra indah itu memandang sekitarnya dengan takjub. Menjadi bingung apa kiranya yang akan ia ambil untuk dibawa pulang. Siang ini Gara ditemani oleh Muni datang ke mall besar yang lumayan jauh dari kos untuk membeli hadiah.

"Adek mau beli apa sebenarnya? Kita uda muter-muter tapi belum ada yang di pilih, loh," celetuk Muni dengan tatapan yang mengarah pada deretan boneka di depan mereka.

"Gara bingung, Mbak."

Muni terkekeh pelan lalu menarik lembut lengan Gara untuk mengikutinya. Muni kemudian mengambil sebuah boneka beruang coklat berukuran sedang yang memiliki pita di tengah lehernya.

"Ini aja gimana?. Lucu terus warnanya enggak mudah kotor."

Gara pun mengangguk. Tatapannya kemudian jatuh pada mainan truk pasir mirip dengan punyanya dulu yang dibelikan oleh Daniel.

Sekarang truk itu sudah tidak tau lagi ada dimana. Padahal dulu Gara sangat menyukainya. Kala sore hari saat masih kecil akan mengisinya dengan pasir atau tanah dari taman belakang rumah. Lalu Daniel dan Asyam akan mengomel karma tangannya yang kotor penuh tanah.

Muni yang mengerti arah tatapan Gara pun mengambil mainan itu dan memasukkannya dalam keranjang.

"Ayo," ajak Muni.

Gara hanya mengangguk. Muni tidak tau apa alasan Gara membeli semua ini yang katanya adalah hadiah. Muni tidak ingin bertanya lebih. Yang bisa ia lakukan hanya menemani tanpa banyak bertanya. Karena Muni yakin suatu saat Gara akan mengatakannya tanpa harus di desak.

Hampir setengah jam mereka berkeliling dan kini keduanya sudah berada di luar mall. Muni tadi sudah memesan jemputan melalui aplikasi di ponselnya.

"Adek enggak mau beli yang lain? Mumpung Masnya belum datang."

Gara memandang sekitarnya. Tidak ada yang menarik di matanya. Lalu Gara menggeleng. Tak lama setelahnya jemputan mereka datang. Lalu mereka bergegas masuk dan langsung melesat pergi meninggalkan area mall.

"Mbak, makasih ya uda nemenin Gara," ujar Gara dengan tulus.

Muni tersenyum lalu mengelus lembut kepala Gara. Sudah Muni katakan bukan bahwa Gara itu sudah seperti adiknya sendiri. Selagi bisa membantu pasti Muni akan bantu.

Andai aja Gara adik kandungku - batin Muni seraya memandangi Gara yang anteng melihat keluar jendela.

¤¤¤

"Bangsat! Wanita sialan!" murka Daniel dengan menghempaskan semua barang di atas meja kerjanya.

Daniel terus mengamuk dan membanting apa saja yang ada di ruangannya. Pecahan kaca tampak berserakan dimana-mana. Daniel mengabaikannya dan terus menghancurkan apapun untuk meredakan emosinya.

Cklek

"Daniel!!" seru Hana dengan wajah yang kaget saat melihat kondisi ruangan Daniel yang benar-benar berantakan.

"Kamu keluar aja biar Daniel saya yang urus," perintah Hana pada sekretaris Daniel. Perempuan itu pergi menyisakan Hana yang sudah menutup pintu ruangan Daniel lalu mendekati kekasihnya yang tampak begitu kacau.

"Bajingan! Bakal gue bunuh lo jalang!"

Hana terdiam memaku menyaksikan bagaimana air mata kekasihnya turun dan wajahnya juga tampak lelah.

Sebenarnya ada apa? Kenapa Daniel bisa begini?

Dengan segenap keberanian akhirnya Hana kembali mendekat dan langsung memegang tangan besar Daniel saat cowok itu hendak melemparkan bingkai foto berisi foto keluarga kekasihnya itu.

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang