Tien

15.1K 2.1K 124
                                    

Meski hari sudah larut dan udara terasa dingin sampai menusuk kulit, nyatanya hal itu seperti tidak berguna untuk Gara.

Ditengah sunyinya malam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh tampaknya Gara masih sibuk dengan kerajinan pot yang ia buat. Tadi siang mereka mendapatkan orderan lebih banyak dari biasanya.

Jadi, malam ini Gara habiskan waktunya untuk menyicil pot untuk Wahyu. Meski dirinya lelah dan matanya juga sudah mengantuk tampaknya Gara belum juga mau menyerah.

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Memang Gara belum menguncinya sebab ada niatan untuk membeli makanan ringan diluar.

Frans masuk sembari menenteng plastik kresek yang Gara tau apa isinya. Namun, bukan ekspresi berbinar yang Gara tampilkan melainkan takut. Sebab Frans tampak menatap tajam dirinya sekarang.

"Kenapa belum tidur?" tanya Frans dingin seraya berlalu untuk mengambil air minum.

Belum ada jawaban yang keluar dari mulut Gara bahkan sampai Frans kembali dan duduk di depannya.

"Kalau duduk dilantai itu dialasi tikar dek. Ini udah malam terus duduknya di lantai ntar masuk angin," nasihat itu Gara dengarkan sambil menundukkan kepala fokus dengan sedotan ditangannya.

"Lagian kenapa masih ngerjain ini sih? Besok pagi kan bisa dilanjut Gara."

Fix, jika sudah namanya dipanggil demikian tandanya Frans sedang serius dan tidak bisa diajak bercanda.

"Maaf, Kak."

Hanya itu. Hanya itulah yang mampu keluar dari mulut Gara. Dapat Gara dengan Frans mendengus kasar. Lalu Frans pun membuka kotak berukuran sedang berisi martabak manis rasa coklat kesukaan Gara.

Gara yang melihatnya tampak selera. Apalagi wanginya yang menusuk ke indra penciumannya.

"Makan ini dulu mumpung masih hangat."

Gara mengangguk lalu mengambil sepotong dan memakannya dengan lahap. Frans tampak tidak berniat memakan makanan manis itu. Frans malah menyambung kerjaan Gara yang belum selesai.

"Martabaknya enak, Kak. Makasih ya hehe," cengis Gara dengan tangan kurusnya yang kembali mengambil sepotong martabak manis itu.

Frans terkekeh melihat cara makan Gara yang seperti anak kecil. Belakangan ini nafsu makan adiknya itu kacau. Jadi Frans berinisiatif membelikan martabak siapa tau saja Gara suka dan memakannya dengan lahap. Dan buktinya sekarang Gara tampak fokus menghabiskan martabak yang ia bawa.

"Pelan-pelan aja makannya, Dek. Enggak diminta kok," kekeh Frans sebab melihat kedua tangan Gara sudah penuh dengan coklat.

Gara tampak sibuk dan tidak menyahut sama sekali. Pun dengan Frans yang kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Kenapa kakak pulang larut? Padahal Gara uda nunggu dari sore loh," celetuk Gara.

"Nunggu kakak apa martabaknya?"

"Martabaknyalah. Yang kayak kakak juga banyak di Tanah Abang sana."

Sialan. Mulut adiknya ini terkadang benar-benar beracun.

"Dikira barang apa sampai banyak di Tanah Abang!"

Gara terkekeh lucu. Dahinya lantas mengerut bingung saat melihat martabaknya tersisa satu.

"Kok tinggal satu, ya?" gumam Gara yang masih bisa di dengar oleh Frans. Fran mendengus melihat ekspresi kebingungan itu.

"Yang lain uda di perut makanya dikotak tinggal satu. Lagian cepat banget sih makannya sampai cuma sisa satu."

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang