Flashback on
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa sosok Sukma yang dikenal begitu lembut dan penyayang nyatanya menyimpan begitu banyam kebohongan.
Kala itu Gara masih begitu muda untuk meraba apa yang tengah terjadi di keluarganya. Semua tampak berbeda belakangan ini.
Biasanya saat pagi tiba Gara akan disambut hangat oleh keluarganya di meja makan. Rutinitas kecil dan sederhana namun begitu di damba banyak orang diluar sana.
Sesibuk apapun kedua orang tuanya, mereka akan meluangkan waktu untuk ketiga putra mereka.
Kasih sayang yang diberikan sama rata. Hanya saja sikap dan wajah Gara yang begitu menggemaskan membuat keluarganya memperlakukannya dengam berlebihan.
Dirumah Gara di perlakukan bak pangeran. Apapun yang di inginkan akan dikabulkan. Apapun yang diminta akan diberikan. Semuanya. Gara benar-benar hidup dengan baik bersama keluarganya kala itu.
Meski di manja dan hidup bergelimang harta hal itu tidak menjadikan sosok Gara menjadi anak yang sombong. Sebaliknya Gara tumbuh menjadi anak yang baik dan ceria. Tidak pernah sepi rumah jika ada dirinya.
Tapi entah sejak kapan semua berubah. Keadaan rumah menjadi penuh sesak dan hampa. Sukma sering pulang larut malam dan berakhir bertengkar dengan Arfan. Dari situlah semua dimulai. Rumah yang tadinya penuh kehangatan langsung berubah suram dalam sekejap.
Awalnya Asyam dan Daniel akan datang memeluknya dan menemaninya tidur hingga pagi menjelang. Tapi, seiring berjalannya waktu semua itu hilang.
Arfan jarang pulang kerumah. Sekalinya pulang akan bertengkar dengan Sukma. Daniel dan Asyam juga lebih memilih tidur di kantor atau apartemen mereka. Gara sendirian. Ditengah hancurnya keluarga Gara hanya sendiri tanpa ada yang menopangnya.
Semakin hari semakin Gara tau apa penyebab hancurnya keluarga mereka. Malam itu adalah puncaknya. Gara yang awalnya mulai terbiasa akhirnya menemukan titik puncak kehancurannya.
Malam itu hujan turun dengan deras. Gara sendirian dirumah untuk kesekian kalinya. Dibawah selimut tebal Gara terus menangis dan berdoa agar salah satu dari keluarganya pulang. Gara ketakutan.
Dengan segenap keberanian Gara turun dari kasurnya dan mengintip dari celah pintu kamarnya. Sepi. Benar-benar tidak ada orang dirumah selain dirinya.
Gara memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Gara meringis melihat kondisi lorong kamar mereka yang gelap. Memang seperti ini setiap harinya. Tapi, dulu Gara merasa tidak masalah akan hal itu.
Brak
Gara terperanjat juga degup jantungnya meningkat saat mendengar suara pintu yang dibuka dengan kasar. Asalnya dari pintu utama. Gara ragu ingin melihat. Takut jika saja itu maling.
"Dasar jalang! Kelakuanmu itu sungguh memalukan!" suara itu menghentikan langkah Gara yang hendak kembali kedalam kamar.
"Mas, dengerin aku dulu!"
Gara kenal suara keduanya. Itu suara Arfan dan Sukma. Gara segera berlari menuruni anak tangga dengan tergesa. Lampu dapur sengaja dimatikan. Hanya lampu ruang tamu saja yang masih menyala.
Saat suara petir terdengar Gara kian terkejut melihat sosok Ayahnya dengan mudah menampar Sukma. Gara terdiam kaku. Terlalu terkejut dengan semua yang terjadi saat ini.
"Aku enggak habis pikir kenapa kamu bisa kayak gini! Demi apapun kamu sudah punya anak Sukma, kamu itu seorang ibu! Apa kamu gak berpikir bagaimana dengan anak-anak? Terutama Gara! Dia masih terlalu kecil Sukma. Astaga aku benar-benar ingin mencekikmu sekarang juga!" bentak Arfan seraya mencengkram kuat lengan Sukma yang sudah menangis deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Huis (END)
Ficção AdolescenteHuis dalam bahasa Belanda artinya adalah "rumah". Gara hanya sosok remaja mungil yang rindu kehangatan dan kasih sayang. Setelah Ayah dan Bunda bercerai dan kini telah mempunyai keluarga baru masing-masing, sosok Gara lah yang menjadi terbuang. Tid...