Asyam menghempaskan tubuh lelahnya di atas sofa kamarnya. Dirinya baru sampai dirumah dan belum membersihkan diri. Padahal Asyam tipe orang yang risih dengan keringat. Biasanya akan langsung mandi sepulang kerja.
Asyam menghembuskan nafas kasar saat kata-kata Gara tadi terus terngiang di kepalanya. Apa benar anak itu tidak tinggal dirumah Bunda? Lalu selama ini anak itu ada dimana?
Terlalu sibuk memikirkan perihal ucapan Gara tadi, Asyam sampai tidak menyadari bahwa Arfan telah masuk ke kamarnya dan memandang dirinya dengan bingung.
"Kak," tegur Arfan saat melihat putra sulungnya tidak kunjung menyadari kehadirannya. Asyam tersentak kaget dan langsung menoleh pada sosok Arfan yang memandangnya bingung.
"Kenapa belum bersih-bersih?" tanya Arfan. Pria itu kemudian duduk di sofa seberang dan menatap putranya dengan tenang.
"Sebentar lagi, Yah."
Afran mengangguk mengerti mendengarnya.
"Lagi ada masalah di kantor? Kakak mau cerita sama Ayah?"
Asyam menggeleng lalu memberikan senyum hangatnya pada sang Ayah.
"Cuma lagi capek aja, Yah. Enggak ada masalah apapun kok," balas Asyam seadanya.
"Kapan kamu mau bawa Nadya ke sini? Umur kamu udah cukup matang untuk menikah. Kamu uda sukses jadi apa lagi yang kamu tunggu?"
Memang Arfan menyetujui hubungan putra sulungnya dengan gadis bernama Nadya. Mengenal Nadya juga sudah lama. Arfan tau Nadya gadis baik dan cocok untuk putranya.
Sementara Asyam nampak terdiam. Yang ada di pikirannya hanya kejadian di cafe kemarin. Dimana Nadya menyinggung soal Gara padanya.
"Urusan Mama biar Ayah yang atur. Ayah tau Nadya gadis baik. Ayah mau yang terbaik buat kakak," ucap Arfan dengan lembut.
"Asyam bakal bawa Nadya, Yah. Tapi, bukan dalam waktu dekat. Kasih Asyam waktu ya, Yah."
Arfan mengangguk saja sebagai jawaban. Dirinya masih tidak menyangka bahwa putranya sudah dewasa dan sudah bisa menjadi kepala keluarga. Rasa haru itu kini tanpa sadar membuat kedua netranya berkaca-kaca.
"Ayah," panggil Asyam yang tentu saja membuat Arfan menatap manik Asyam.
"Ayah...bahagia sama Mama?"
Entahlah. Pertanyaan konyol itu keluar begitu saja dari mulut Asyam. Ini semua karena perkataan Nadya soal Mama tirinya. Asyam tau ini salah. Tapi, tidak ada salahnya untuk bertanya kan?
"Kenapa kakak tiba-tiba nanya begini sama Ayah?" tanya Arfan dengan raut heran.
"Cuma nanya aja kok, Yah."
"Ayah bahagia," balas Arfan singkat. Namun, di dalam lubuk hatinya terdalam seolah ada kekosongan saat mengatakan hal itu.
Asyam mengangguk. Ayahnya bahagia jadi untuk apa Asyam menghancurkan kebahagiaan sang Ayah dengan omong kosong Nadya tentang Dian?
Sejauh ini Dian begitu menyayangi mereka. Menganggap dirinya seperti anak kandung dan memperlakukannya dengan baik. Wajar Asyam merasa yang dikatakan Nadya itu tidak benar.
Ayahnya sudah banyak menanggung luka saat masih bersama Sukma. Asyam rasa Mama Dian adalah obatnya. Ayahnya bahagia dan Asyam tentu tidak akan merusak kebahagiaan itu.
"Yaudah, kalau gitu kakak bersih-bersih dulu. Malam ini Mama kamu mau makan di luar. Jadi, cepat siap-siap, ya," jelas Arfan yang di angguki oleh Asyam.
Arfan pun bangkit dari duduknya lalu hendak berbalik keluar dari kamar Asyam sebelum suara putra sulungnya itu berhasil membuat langkahnya terhenti.
"Ayah, Gara tinggal di rumah Bunda, kan?" tanya Asyam yang membuat Arfan kembali terheran dengan pertanyaan putranya itu.
"Iya, kan kita yang antar dia ke sana, Kak," ucap Arfan mengingatkan Asyam tentang mereka yang mengantar Gara kerumah Sukma.
"Ayah pernah ketemu Gara setelah hari itu?" tanya Asyam lagi. Kali ini Arfan memberikan gelengan sebagai jawaban.
"Kenapa, kak?" Asyam pun menggeleng.
"Yaudah, kalau gitu Ayah keluar dulu, ya." Lagi Asyam hanya memberikan anggukan saja.
Sempat terdiam sebelum akhirnya Asyam pun bangkit untuk mandi. Daripada memikirkan hal yang membuat kepala pusing, Asyam seharusnya memikirkan bagaimana caranya membawa Nadya kerumah tanpa harus melibatkan Gara.
Sementara di kamar lain, Arfan tampak terdiam dengan ponsel di tangannya. Perkataan Asyam tadi berhasil membuat Arfan entah kenapa merasa ada yang janggal.
Ia pandangi ponsel ditangannya. Ragu untuk menelpon mantan istrinya guna menanyakan perihal Gara.
Setelah lama menimang akhirnya Arfan memutuskan untuk menelpon Sukma. Namun, belum sempat mencari nama Sukma di kontaknya, sosok Dian masuk ke kamar dan melempar senyuman.
"Ini ada teh buat kamu, Mas. Aku kira kamu tadi di belakang ternyata ada di sini," ujar Dian dengan senyumnya lalu meletakkan teh yang dibuatnya diatas nakas.
"Daniel uda pulang?" tanya Arfan seraya menyimpan ponselnya diatas nakas. Melupakan niat awalnya untuk menelpon Sukma.
"Uda, Daniel juga bawa Hana kesini. Kita keluar yuk, Mas. Enggak enak soalnya Hana nunggu sendirian diruang tamu."
Arfan mengangguk lalu beranjak keluar bersama Dian menghampiri Hana yang ada diruang tamu.
Hana, gadis itu langsung mencium punggung tangan Arfan dan tersenyum sopan pada keduanya. Mereka kemudian berbincang sambil menunggu Daniel selesau mandi.
"Kebetulan kita mau makan di luar, Hana ikut yuk, nak," ajak Dian yang membuat Hana mengangguk.
Sebenarnya tadi ia hanya akan sebentar disini. Tadi, Daniel menjemputnya di mall dan mengajaknya mampir sebentar untuk mandi lalu mereka akan pergi keluar untuk makan malam. Kebetulan sekali bahwa keluarga Daniel juga ingin makan malam diluar.
Tak lama Daniel yang sudah selesai mandi pun turun dan ikut bergabung dengan mereka.
"Panggil Asyam gih biar kita langsung berangkat."
Dian mengangguk lalu bangkit dari duduknya untuk memanggil Asyam. Tak lama setelahnya Asyam dan Dian turun lalu mereka bergegas pergi.
Malam itu, mereka habiskan waktu dengan penuh tawa dan kehangatan. Tanpa sadar bahwa Arfan melupakan tentang Gara.
Putra bungsu yang seharusnya ada diantara mereka. Yang seharusnya mendapatkan kehangatan yang sama dari mereka. Bukannya di singkirkan dan dibuang jauh dari ingatan.
¤¤¤
Apa kabar para pembaca? Masih kuat baca kan? Soalnya mendemati ending nih wkwk.
(Dedek gemes balik guyss)
Selamat membaca😊
Maafkan typo.
Ig : @anisaadrm23
Salam manis,
Ans Chaniago06 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Huis (END)
Genç KurguHuis dalam bahasa Belanda artinya adalah "rumah". Gara hanya sosok remaja mungil yang rindu kehangatan dan kasih sayang. Setelah Ayah dan Bunda bercerai dan kini telah mempunyai keluarga baru masing-masing, sosok Gara lah yang menjadi terbuang. Tid...