Zes

16K 2.1K 130
                                    

Hari sudah berganti sore. Matahari sudah mulai beranjak turun dari atas sana. Hari ini semua berjalan dengan lancar, Gara mendapatkan pekerjaannya. Frans dan yang lain juga tampak ramah menerimanya. Dengan sabar pula mengajarkan pada Gara apa-apa saja yang harus dilakukan.

Pada jam makan siang tadi banyak pengunjung yang datang ke cafe. Orang-orang kantoran datang untuk sekedar melepas penat. Bahkan beberapa anak sekolah pun turut hadir.

Rasa sedih sempat hinggap dihati namun Gara segera menepisnya. Tak apa, mungkin saja suatu saat ia bisa melanjutkan sekolahnya.

Seperti dugannya, gaji yang didapat dari cafe tidak akan cukup untuk membayar uang sekolahnya sekalian. Gara tidak tau apakah setelah kejadian kemarin Arfan masih menanggung biaya hidupnya atau tidak.

Di perjalanan pulang baik Gara maupun Frans hanya diam saja. Frans sudah mengajak dirinya untuk makan di salah satu tempat makan langganan cowok itu. Namun, Gara menolak.

Frans yang tidak memperdulikan penolakan Gara pun akhirnya nekat membeli dua bungkus nasi.

Saat sampai di kos Gara san Frans pun duduk lesehan didepan kamar Gara. Mereka memakan makanannya dengan nikmat.

"Kak, Gara mau nanya dong," ujar Gara dengan pipi yang menggembung akibat penuh nasi.

"Tanya aja," jawab Frans yang masih sibuk dengan nasinya.

"Kakak ada kenalan yang kira-kira punya lowongan kerja lagi enggak?"

Uhuk

Uhuk

Gara langsung menyodorkan segelas air pada Frans yang diterima cowok itu dengan tergesa.

"Lo bilang apa tadi? Lo mau kerjaan lain?" tanya Frans memastikan setelah air di gelasnya tandas.

Gara hanya mengangguk lucu. Tampak tidak masalah sama sekali dengan pertanyaannya.

"Eh bocah, lo kan uda kerja di cafe terus mau kerja apalagi?"

Gara mengedikkan bahunya lalu berkata,
"Apa aja deh, asal bisa Gara kerjain, Kak. Kan pulang dari cafe masih sore. Malamnya daripada diam kan lebih baik kerja kak."

Frans menggeleng tidak setuju. Agak sangsi melepas Gara diluar sana sendirian. Bagaimana pun Frans tidak buta untuk tau bahwa Gara hanya anak kemarin sore yang berusaha untuk tegar diatas masalahnya.

Gara hanya terlihat kuat dari luar. Bocah manja seperti Gara tidak akan bisa dilepas begitu saja. Hanya akan membuat Gara dalam masalah.

"Entar gue tanyain temen gue deh sekalian gue juga ikut kerja."

"Kok, kakak ikut juga?"

"Bocah kayak lo kalau berkeliaran sendiri yang ada diculik," sindir Frans yang membuat Gara menggembungkan pipinya lucu.

"Kerjanya yang ringan aja ya, Kak. Tapi, uangnya banyak ntar."

Frans yang medengarnya tak tahan untuk menyentil kuat kening Gara.

"Mau duit banyak tapi kerjanya ringan, lo hidup di mana bambang? Kalau ada begitu gue juga uda kaya dari lama," gerutu Frans menatap sengit pada sosok Gara.

"Marah terus ntar penuaan dini kak."

Frans melotot mendengarnya sementara Gara hanya tertawa kecil melihatnya.

Sore itu mereka habiskan dengan berbincang bahkan beberapa anak kos pun mulai bergabung dan berbagi cerita dengan mereka.

Gara tau mungkin saja hidupnya akan sulit kedepannya. Tapi, asal sekitarnya sekarang mau menerima dirinya Gara rasa itu tidak masalah.

Sementara ditempat lain Dian tengah fokua membaca majalah diruang tengah. Arfan tengah mandi dan kedua anak tirinya belum pulang. Hal itu menjadikan dirinya bosan sebab tidak ada teman bicara.

Drtt drrtt

Pandangan Dian yang semula fokus pada majalah kini beralih ke arah ponsel yang bergetar di atas meja.

Nama mantan istri suaminya pun tampak memenuhi layar. Dian tampak menoleh kearah tangga lalu segera mengangkatnya.

"Halo mas, ada yang mau aku bicarain sama kamu soal Gara, penting," ujar Sukma diseberang sana.

"Ini saya Dian, apa yang mau kamu omongin tentang anak kamu itu?"

"Oh, Mbak Dian, ya. Begini Mbak aku cuma mau tanya, Gara uda sampai di sana belum?"

Dian tampak mengerutkan keningnya bingung.

"Gara? Bukannya dia sama kamu ya?"

"Enggak mbak, kemarin sempat kesini cuma ada masalah sedikit jadi Gara katanya mau pulang kerumah baru kalian."

"Dia enggak ada ke sini bahkan alamat rumah ini juga enggak tau. Kenapa kamu enggak ngabari ke sini?"

"Maaf banget mbak, aku baru bisa ngabarin sekarang. Aku kira Gara uda sampai di sana."

"Yauda gini aja, kamu jangan hubungi Mas Arfan soal ini. Nanti aku cari Gara dan kalau uda ketemu aku kabari kamu duluan. Ingat, jangan hubungi Mas Arfan soal ini."

"Iya mbak makasih banyak ya, Mbak. Kalau gitu aku tutup dulu."

Setelahnya sambungan diputus oleh Sukma. Jemari Dian langsung menghapus riwayat panggilan dari Sukma untuk menghilangkan jejak.

Ia tidak benar-benar dalam ucapannya tadi. Mencari Gara? Hey, tentu tidak. Dirinya tidak akan membuang waktu untuk itu.

Sejujurnya tidak ada alasan khusus kenapa dirinya ikut membenci Gara. Hanya saja dirinya malas mengurus Gara. Berbeda dengan Asyam dan Daniel yang sudah bisa mengurus diri mereka sendiri.

Guncangan pela di bahunya membuat pikiran Dian buyar. Wanita itu tampak melihat kearah Arfan yang menatapnya khawatir.

"Kamu di panggilin gak nyaut-nyaut, kenapa? Kamu sakit?"

Dian memaksakan senyumnya terbit lalu menggeleng.

"Enggak, aku cuma lagi mikirin soal Asyam aja, Mas."

"Emang kenapa sama Asyam?"

"Eh itu, Asyam kan uda mapan aku rasa dia uda cocok deh nyari pasangan. Gimana menurut kamu, Mas?"

Arfan tampak mengangguk lalu berkata,
"Aku terserah Asyam aja. Enggak usah dipaksa anaknya. Ntar juga kalau uda ada pasti dia kenalin ke kita."

Dian hanya mengangguk tak tau harus menjawab apa.

"Gimana kalu kita makan malam diluar aja? Asyam sama Daniel bakal pulang malam. Enggak enak makan berdua aja, sunyi," ajak Arfan yang diangguki semangat oleh Dian.

Lantas wanita itu pamit untuk beberes diatas. Sementara Arfan tampak sudah memainkan ponselnya.

Dirinya pun membuka beberapa foto kebersamaan mereka kemarin di postingan istrinya. Tanpa sadar netranya terpaku pada satu nama. Nama anak bungsunya yang tampak menyukai postingan tersebut.

Tiba-tiba saja sesuatu terasa begitu janggal dihatinya. Entah apa tapi yang jelas rasanya sesak.

Dengan cepat Arfan mengalihkan perhatiannya dengan membuka beberapa berkas dan menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas tersebut.

¤¤¤

Selamat membaca😊

Semoga suka dengan part ini ya.
Maafkan typo.

Ig : @anisaadrm23

Salam manis,
Ans Chaniago

22 Juli 2020

Huis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang