3. Main bareng.

118 22 12
                                    

“Kemajuan pesat banget kan, coy!! Gila gila, gue juga nggak nyangka banget bisa pulang bareng sama My bebih,”

Liana menatap Aubrey menggebu-gebu menceritakan moment kemarin saat diperpustakaan bersama Kai hingga cowok itu mengantarnya pulang kerumah.

Keduanya sekarang sedang berada dikantin.

“Bisa nggak si gausah pake 'my bebih'? Merinding gue dengernya.” Aubrey bergidik geli.

“Maklumin sih, namanya juga lagi jatuh cinta.”

Mendengarnya, membuat Audrey memutarkan bola matanya malas. “Yain dah. Trus gimana lagi tuh kelanjutannya?”

“Nah! ini Breh yang masih ganjel diotak brilian gue yang 11 12 sama otaknya Galileo ini.” kata Liana mulai memasang muka seriusnya.

“Masa si Kai tau rumah gue tanpa gue kasih tau anjir. Gue bingung, deh. Dia tau darimana coba? Gamungkin kan selama ini dia ngikutin gue? Apa jangan-jangan selama ini Kai suka juga sama gue terus dia itu—”

“Mulai dah halunya mulai!” seru Aubrey memotong perkataan Liana. Aubrey sudah hapal betul sifat Liana, kalau tidak dihentikan temannya itu akan berpikir sangat jauh dan semakin menumpukkan harapan padahal belum jelas kebenarannya.

Liana meringis. “Tapi mungkin aja nggak, sih?”

“Ya nggak lah! Mustahil itu. Lo pikir cogan kek dia level apa nguntit-nguntitin orang? Kalau pun dia suka sama lo, ya.. paling dia udah deketin lo dari dulu kali.”

“Mungkin aja dia malu kan?” Liana masih keukeuh pada pemikirannya, membuat Aubrey gemas sendiri. Gemas ingin menampol.

Aubrey menjitak dahi Liana. “Dia cowok bego, Li! Kalau dia suka sama cewek ya tinggal deketin. Emangnya elo suka tapi diem-diem doang.”

Liana terdiam. Mulai setuju dengan perkataan Aubrey yang kalau dipikir-pikir ada benarnya juga.

Ahh lebih tepatnya sangat-sangat benar. Justru dia sendirilah yang terlalu melebih-lebihkan. Entahlah jika menyangkut orang yang disuka rasanya sulit sekali berpikir rasional.

“Rumah lo kan depanan sama si Panu tuh, kali aja dia tau dari si Panu.” ujar Aubrey sambil meminum air mineral yang baru saja dia beli.

“Fano Breh! parah banget nama orang cakep-cakep diganti. Gaada akhlak banget lo emang.” kata Liana menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

Aubrey melotot mendengar penuturan Liana. “Ngaca sia! Lo duluan yang melesetin namanya si Fano jadi Panu."

“Ya...gue kan gak nyuruh lo niru.”

“Dih emang siapa juga yang niruin lo?!”

“Lo lah. Masa iya nenek lo.”

“Bodo anjink.”

Liana tersenyum senang melihat wajah kesal Aubrey. Entahlah melihat cewek itu kesal karenanya seperti ada kepuasan tersendiri di dalam hatinya.

“Tapi masa iya si Panu tiba-tiba ngasih tau rumah gue kalau gak ditanya, yakan?” tanya Liana kembali fokus pada topik pembahasan tadi.

“Emm...” Aubrey memegang dagunya seolah sedang berpikir membuat Liana yang melihatnya pun menunggu jawaban cewek itu dengan seksama.

“Emm....” Aubrey melirik sebentar pada Liana yang semakin serius menatapnya. Sepertinya cewek itu benar-benar menunggu jawabannya.

“Emm...au deh, males mikirin ah gue.” Aubrey memalingkan wajahnya kearah pintu masuk kantin, ada Kak Risky dan teman-temannya yang baru saja datang. Mereka duduk di meja kantin dekat pintu masuk.

CHOOSE OR LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang