Dengan napas terengah karena berlari, kedua remaja itu berhenti didepan rumah sakit. Matanya berpendar menatap sekitar mencari keberadaan seorang gadis yang sudah menghilang dari jangkauan pandangnya.
Desahan frustasi lolos dari Fabian. Mengingat raut wajah Liana yang begitu kecewa membuat Fabian semakin merasa bersalah dan juga takut dalam satu waktu. Bagaimana kalau Liana menjauh darinya? Fabian menggeleng pelan. Tidak. Tidak boleh seperti ini. Dia bahkan baru saja dekat dengan Liana. Fabian mengacak rambutnya frustasi lalu menatap tajam pada Kai yang masih terlihat panik mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Dia pasti udah pulang." Kata Kai sambil masih menatap kesekeliling. "Gue kerumah dia sekarang."
Mendengarnya, Fabian semakin dibuat geram. Kilatan emosi terlihat jelas dikedua matanya yang semakin menajam menatap Kai. Dengan langkah lebar Fabian menghampiri lelaki yang berdiri beberapa meter dihadapannya. Lalu mencengkram kerah baju Kai dengan kuat.
"Lo lihat sekarang akibat dari sikap lo yang pengecut?"
Kai tidak berkutik sama sekali. Cowok itu hanya diam tanpa suara. Menerima setiap perlakuan kasar dari Fabian tanpa melawan sedikitpun. Dia memang pantas mendapatkannya.
"Fab, tenang. Jangan ribut!" Seru Risky yang baru saja datang disusul oleh teman-temannya yang lain.
Dengan sigap Chandra menjauhkan Fabian dari Kai. Menahan tubuh cowok itu agar tidak lepas kendali. Belum pernah Chandra melihat Fabian yang seperti ini.
"Jangan kayak anak kecil. Inget kita masih dirumah sakit." Ujar Risky kembali.
Fabian menghembuskan napasnya kasar. Lalu mengedikkan bahunya agar Chandra menjauh. Melihat Fabian yang mulai bisa mengendalikan emosi, Chandra pun mengalah.
Sedangkan Aubrey, cewek itu sejak tadi terus berusaha menghubungi Liana. Berulang kali namun hasilnya tetap sama. Liana tidak mau mengangkat panggilannya. Aubrey menggigit bibirnya dengan kuat. Sebelah tangannya mengusap kasar air mata yang terus mengalir dikedua pipinya. Selama mereka berteman, Aubrey belum pernah melihat Liana marah. Maka dari itu, melihat Liana yang seperti ini membuatnya sangat takut.
Fano yang melihat Aubrey menangis pun langsung menghampiri cewek itu. Aubrey pasti merasakan hal sama dengannya. Takut dan juga menyesal. Tapi mau bagaimana lagi. Semuanya sudah terjadi. Daripada meratapi kesalahan, lebih baik mencari solusi untuk menjelaskan kepada Liana. Walaupun kemungkinannya ada dua. Liana mau mengerti, atau Liana malah memilih pergi menjauhi mereka semua.
Risky sebagai orang yang paling tua sekaligus memiliki pemikiran lebih dewasa dari temannya yang lain masih bisa menunjukkan sikap tenangnya. Walau begitu, tetap saja matanya tidak bisa berbohong. Sorot khawatir dan juga penyesalan terlihat jelas disana.
"Sebelum semuanya makin runyam. Lebih baik lo jelasin ke Liana semuanya, Kai. Gak harus sekarang. Liana pasti masih emosi. Tunggu beberapa hari. Kita kasih dia waktu buat nenangin diri." Ujar Risky. "Tapi gue harap saat lo jelasin ke dia, gak ada lagi yang lo tutup-tutupin, Kai. Jangan karena lo takut dia sakit hati, lo mengulang kesalahan yang sama." Lanjut Risky sambil menatap Kai dengan serius.
Chandra mengangguk setuju. "Betul tuh. Jangan mengulang kesalahan yang sama." Katanya membenarkan kalimat Risky. "Karena sekarang bukan cuma lo yang bakal kena dampaknya. Liana mungkin aja bakal menjauh dari kita semua."
"Udah malem, mending kita pulang." Ucap Risky memilih menyudahi pembicaraan tersebut. "Tadi gue udah izinin ke mamanya Shella, kok." Setelah mengatakan itu Risky pun langsung merangkul Aubrey, membawa cewek itu menuju parkiran diikuti oleh Fano dan juga Chandra yang menarik Fabian agar ikut bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE OR LOSE
Teen FictionSeandainya kamu tahu. Satu saja perlakuan manis yang kamu berikan kepadaku, menumpuk begitu banyak harapan besar dihatiku. -Liana Arabella Syandana Kailendra Alderio, laki-laki tampan yang setahun belakangan ini memenuhi hati seorang gadis remaja be...