8. Deringan yang ditunggu.

87 18 9
                                    

"Aku benci menunggu. Tapi, itu semua berubah saat yang di tunggu itu kamu." - Liana Arabella Syandana.

*****

Tubuh mungil itu bersandar pada kursi kayu yang sengaja ia simpan di dekat pagar pembatas balkon kamarnya yang terletak dilantai 2, menghadap kearah depan. Tangannya sudah siap siaga memegang ponsel, menunggu panggilan dari seseorang yang tadi sore berkata akan menelpon untuk menanyakan keadaannya.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Terhitung sudah satu jam gadis itu menantikan deringan ponsel dari sang pujaan hati. Liana menghela napas, menatap layar ponsel yang dari tadi masih berwarna hitam tak kunjung menyala karena adanya panggilan. Dalam hati, Liana sudah merapalkan banyak doa agar Kai benar-benar menepati perkataannya.

"Eh, Maemunah, ngapain lo malem-malem nongkrong di balkon? Melas banget lagi mukanya kayak lagi mikirin utang." tegur Fano dari balkon kamarnya yang tepat di sebrang Liana.

Mata Liana yang semula melirik kearah ponsel, sontak melihat kearah Fano yang kini mendudukkan dirinya di pembatas balkon dengan rambut basah dan handuk yang tersampir di leher. Sepertinya cowok itu habis mandi.

"Lo kalau duduk jangan di situ. Ambil bangku, kek." ujar Liana ngeri, takut cowok itu jatuh ke bawah.

"Mager, Li, disini aja lah."

"Di jorogin setan baru tau rasa lo."

"Gue jorogin balik lah tuh setan. Semena-mena amat sama gue."

"Belom aja gue aminin."

"Dih, amit-amit. Ya jangan dong."

Liana memutarkan bola matanya malas. Percuma saja berdebat dengan Fano, hanya akan membuat darahnya naik saja.

"Pan, gue mau nanya deh." ujar Liana.

"Ape?"

"Menurut lo kalau orang yang habis nerima telpon terus langsung panik gitu, kira-kira dia kenapa?" tanya Liana.

Fano berpikir sejenak mencoba mencerna pertanyaan Liana. "Maksudnya gimana, Li?"

"Ishh, bego! Jadi, misalnya ada orang nerima telpon nih, terus si orang itu langsung panik gitu, kira-kira apa yang di kasih tau sama si penelpon itu? Pahaam, gak?"

Fano mengangguk sambil berohria. "Ohh paham-paham."

"Nah, menurut lo apa yang di kasih tau?"

"Mungkin aja dia lagi di tagih utang, di suruh lunasin hari itu juga. Kan pasti bikin panik tuh."

"Tapi dia kaya, masa iya punya utang." gumam Liana.

"Atau... Mungkin dia lagi naber tapi malu bilang ke lo makanya pura-pura ada telpon."

"Ngaco lo!"

"Atau mungkin aja dia..." Fano berpikir lagi. "Ahh, tau lah emangnya gue cenanyang apa."

"Siapa si emang yang lo maksud?" tanya Fano mulai kepo.

"Itu... Si Kai."

"Kenapa emang doi?"

"Tadi kan dia antar gue balik tuh. Nah tadi juga dia dapet telpon lagi, mukanya langsung panik gitu. Kayak pas di kafe kemarin." jelas Liana. "lo tau nggak dia kenapa? Lo kan temennya nih, yakali dia nggak cerita."

CHOOSE OR LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang