"Ke UKS aja yuk, Li. Badan lo panas banget asli." Bujuk Aubrey pada seorang gadis yang tengah menelungkupkan kepalanya diatas meja. Entah sudah berapa kali Aubrey membujuk Liana yang masih saja enggan untuk beranjak.
Kondisi Liana sekarang terlihat lebih memprihatinkan daripada kemarin. Aubrey bahkan sempat terkejut ketika melihat Liana datang ke sekolah dengan wajah pucat dan badan melemas. Temannya itu sudah seperti mayat hidup.
Beruntung hari ini tidak ada pelajaran dari guru killer. Jadi Aubrey tidak perlu khawatir Liana akan dihukum karena tidak memperhatikan pelajaran. Ia cukup menaruh buku untuk menutupi Liana agar cewek itu bisa istirahat dengan tenang.
"Sudah jelas ya materi yang ibu sampaikan tadi?" Tanya Bu Lusi setelah menjelaskan beberapa soal matematika di papan tulis.
"Sudah Buuu,"
"Baik, kalau begitu cukup untuk hari ini, ya. Untuk tugas minggu depan tolong kerjakan buku paket halaman 120. Jam 7 harus sudah dikumpulkan ke meja ibu."
"Baik buuu," Ujar murid IPA 3 serempak.
"Ya sudah, ibu pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumusaalam, terima kasih Bu Lusi."
Bu Lusi tersenyum kecil lalu melangkah keluar kelas. Bertepatan dengan kepergian Bu Lusi, bel istirahat berbunyi. Hal itu membuat para murid langsung bersorak kegirangan dan berbondong-bondong menuju kantin. Namun, itu semua tidak berlaku bagi kedua siswi yang masih duduk dikursinya. Aubrey dan Liana.
Seketika suasana di kelas 11 IPA 3 berubah hening. Hanya tersisa Aubrey dan Liana disana.
Beberapa saat Aubrey hanya memainkan ponselnya. Berbalas pesan dengan Risky yang katanya sudah berada dikantin bersama yang lain.
Liana bergerak pelan, lalu menegakkan tubuhnya dengan perlahan. Sesekali meringis pelan merasakan pusing dan juga ototnya yang terasa nyeri. Pergerakkan Liana membuat Aubrey menoleh.
"Udah istirahat, ya?" Tanya Liana denhan suara yang terdengar begitu lemas.
Aubrey mengangguk sebagai jawaban. Lalu menempelkan telapak tangannya di dahi Liana. Matanya langsung melotot ketika merasakan suhu tubuh Liana yang semakin meningkat dibanding tadi pagi.
"Anjir panas banget! Fix, Li. Uks ayok!" Panik Aubrey seraya menarik tangan Liana tidak sabaran.
Liana menggeleng pelan. "Disini aja lah."
"Gak! Gila lo, ya. Mau mati lo?!" Sentak Aubrey. "Atau gue telpon bang Revan aja deh, ya. Iya deh gue telpon aja." Ujar Aubrey tanpa menunggu jawaban dari Liana.
Baru saja Aubrey hendak menekan tombol call, Liana lebih dulu menahan tangannya. "Jangan. Dia lagi banyak tugas."
Aubrey mendelik. Hembusan napas kasar lolos begitu saja. Merasa kesal dengan Liana yang susah sekali diajak kerjasama. Padahal ini untuk kebaikan dirinya sendiri.
"Terus gue harus gimana, ANJAYANI!"
"Duduk aja. Temenin gue disini." Ujar Liana sambil bersandar pada kursi.
"Tapi itu badan lo panas banget, Liiii."
"Gapapa, Brey. Tenang aja, nanti kalau udah nggak kuat gue bilang."
"Bener lo ya!"
Liana mengangguk pelan.
Aubrey memilih menuruti perkataan Liana. Tapi matanya tetap terus mengawasi. Takut Liana tiba-tiba tumbang. Sedangkan Liana hanya menatap lurus kearah depan dengan pandangan menerawang. Seperti sedang memikirkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE OR LOSE
Novela JuvenilSeandainya kamu tahu. Satu saja perlakuan manis yang kamu berikan kepadaku, menumpuk begitu banyak harapan besar dihatiku. -Liana Arabella Syandana Kailendra Alderio, laki-laki tampan yang setahun belakangan ini memenuhi hati seorang gadis remaja be...