بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
'Maaf, tapi perasaan memang terkadang tak tahu tempat yang tepat untuk menetap.'
Halalkan Almira
~Thierogiara
***
Hakim berbincang dengan Ago yang duduk di hadapannya sambil menepuk-nepuk punggung putrinya yang sedang tidur.
"Kalau misal mau buka lagi kayaknya terlalu cepat Kim, kita masih butuh waktu dan penyesuaian diri, jujur karena ini emang bukan bidang gue, jadi gue percayain semuanya ke lo dan gue nggak yakin kalau lo sanggup."
Hakim terdiam, dia sedang emosi, dia sedang galau, dia sedang tak baik-baik saja. Hakim sedang patah hati dan patah hati tersebut membawanya pada satu kenyataan kalau dia melampiaskan rasa kecewanya ke hal lain, terutama ke pekerjaan, selain tidak bekerja secara maksimal, dia juga jadi menggebu-gebu, seolah ingin membuktikan pada dunia kalau dia baik-baik saja.
"Tapi gue ada modal, kalau lo sama Bhumi nggak mau gue bisa buka sendiri," ujar Hakim menyeruput kopi susunya.
Ago menggeleng. "Nggak masuk akal, lo hanya sedang berusaha untuk terlihat lebih baik padahal lo sendiri nggak benar-benar siap," kata Ago, dia selalu mendukung apa yang Hakim lakukan, Ago bahkan tak segan-segan membantu Hakim jika sahabatnya itu membutuhkan bantuan, namun saat ini situasi dan kondisinya berbeda, Hakim hanya sedang berusaha mencari celah agar sakit hatinya tak perlu dinikmati.
"Mending lo fokus sama kafe ini dulu, nanti kita pikirin sama-sama gimana untuk cabang selanjutnya," lanjut Ago, kafe mereka cukup berkembang pesat, omset puluhan juta selalu didapat setiap bulannya, namun tetap saja, terlalu dini untuk Hakim membagi pikirannya untuk outlet yang lain, mereka masih harus bekerja sama membuat pelanggan tetap tinggal.
"Ya udah gue bangun kos-kosan aja nanti di dekat sini," putus Hakim.
Ago menggelengkan kepalanya, agak menggelikan sebenarnya, dulu mereka adalah dua anak nakal yang banyak orang pastikan tak akan bisa sukses, namun sekarang, pembahasan mereka ketika mengobrol tak jauh-jauh dari uang dan bisnis, bahkan mereka berdua yang dulu hobinya bermain game di ponsel sedang merencanakan untuk membuat perusahaan game, sekarang sedang mencari beberapa programmer, juga animation design untuk mendukung jalannya perusahaan.
Bhuma datang dan langsung ikut bergabung selepas bertos ria layaknya laki-laki pada umumnya. "Lagi pada ngomongin apa?" tanya Bhumi meletakkan tas kantornya di tempat duduk yang kosong.
"Biasalah, kafe sama bisnis," jawab Ago sebab Hakim tampak enggan menjawab.
"Oh ya, apa yang gue lewatkan selama sering izin nggak ke sini?" tanya Bhumi lagi, Hakim masih tampak enggan menjawab membuat Ago juga bingung karena dia sendiri juga jarang berada di kafe tersebut, Hakimlah orang yang paling tahu tentang segalanya.
"Nggak ada sih, semuanya berjalan sebagaimana mestinya." Hakim akhirnya menjawab meski tanpa menatap mata Bhumi.
"Oke, maafin gue karena akhir-akhir ini nggak bisa ke sini, lo berdua tau kan gue lagi sibuk banget? Orang tua Almira udah terima lamaran gue dan sekarang gue lagi nyiapin pernikahan karena ternyata orang tua Almira nggak mau lama-lama, jadi gue bakal nikah dua minggu lagi," jelas Bhumi tanpa di minta membuat Ago menelan ludahnya dengan susah payah, Hakim sendiri berusaha menyimpan segalanya di balik wajah datar, menjadi munafik di saat seperti ini sangat penting, Hakim tak mau terlihat lemah, dia kuat jika hanya perihal merelakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halalkan Almira [Terbit✅]
SpiritualHakim tak pernah serius dalam hidupnya, sampai pertemuannya dengan seorang gadis bercadar membuat dunianya terusik. Sorot mata yang hampir tak pernah dilihatnya itu seperti candu, membuatnya ingin melihat lagi dan lagi. Pemilik Semesta ternyata ama...