18. Patah Hati Lagi

2.6K 290 20
                                    

'Bukan Allah yang jahat, tapi ekspektasi soal sesuatu yang kita inginkan terkadang yang terlalu besar.'

Halalkan Almira

~Thierogiara

***


Rasanya sangat hancur, hati kana sangat sakit mendengar penolakan Almira, mobil hening sepanjang perjalanan pulang. Kurang apa seorang Hakim? Tampan, mapan, beriman IsyaAllah, seiman dengan Almira, kurang apa lagi? Kana tak habis pikir anaknya yang luar biasa itu ditolak oleh seorang wanita.

Hakim hanya diam memandang keluar jendela, apa dia terlalu cepat mengambil keputusan? Namun sungguh Hakim benar-benar takut kehilangan kesempatan untuk memiliki Almira. Apa dia memang tidak pantas untuk menikah dengan gadis shalihah seperti Almira?

Sampai di rumah tanpa kata kedua orang tuanya meninggalkan mobil kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan Hakim sendirian.

Hakim meraih ponselnya kemudian menelepon Dera.

“Lo di mana?” tanya Hakim tanpa basa-basi.

“Di rumah, ngapa? Mau naik gunung lagi lo?” tanya Dera dengan nada bercanda.

“Gue ke rumah lo sekarang.”

Hakim langsung mematikan sambungan telepon kemudian menjalankan mobilnya meninggalkan rumah tanpa pamit ke kedua orang tuanya.

Hakim harus menenangkan dirinya dan Dera adalah sejenis setan yang selalu mampu membawa Hakim kepada kenikmatan dunia, di rumahnya selalu ada stok alcohol karena memang keluarga Dera meminum alcohol.

Hakim memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, dia sudah tak peduli, jikapun harus meninggal sekarang, Hakim yakin kalau dia meninggal sekarang tak akan masalah.

Perjalanan yang seharusnya satu 40 menit ditempuh dalam 15 menit oleh Hakim menggunakan mobil. Dera sampai menggeleng dramatis mendapati itu.

“Sayang nyawa Kim, walaupun hidup lo nggak berguna,” kata Dera masih sempat-sempatnya bercanda, sebelum akhirnya dia sadar kalau Hakim sedang tak baik-baik saja.

“Gue mau minum,” kata Hakim.

“Tunggu!” Dera menahan dada Hakim yang mau berjalan masuk ke dalam rumahnya. “Kenapa lo?” tanya Dera, dia menatap Hakim dari ujung rambut sampai kaki, penampilannya sangat rapi tapi kenapa malah mengajak minum?

“Bukan urusan lo, gue Cuma mau minum dan ngelupain semuanya.”

Dera mengangguk kemudian berjalan masuk ke dalam rumah diikuti oleh Hakim, keduanya langsung menuju lantai dua di mana kamar Dera berada.

“Siang-siang Kim?” tanya Dera, dia tak pernah mabuk di siang hari sebelumnya.

“Bodo amat!” Hakim langsung membuka tutup botol minuman yang baru Dera ambil dari belakang kemudian menenggaknya.

Hari ini Hakim mabuk hingga tak sadar keadaan dunia dan melupakan sejenak apa yang terjadi dengan dirinya.

***

Ago terpaksa meninggalkan pekerjaannya hanya untuk memantau kafe, dia mengumpat karena kesal dengan Hakim yang tak kunjung kembali. Ago sudah dari pagi di kafe sebab Hakim memintanya datang karena sahabatnya itu mau lamaran.

Namun sampai sore bahkan sudah menjelang malam sama sekali taka da kabar dari Hakim, mau menelepon mertuanya rasanya segan karena kafe itu juga miliknya, Ago memang harus ikut andil mengurusnya.

Hafa datang bersama kedua anak mereka, dia tadi ke kantor Ago, namun tak mendapati suaminya di sana, kata sekretarisnya Ago sudah meninggalkan kantor sejak pagi.

Ago mengambil alih Tifa.

“Bang Hakim belum ke sini?” tanya Hafa menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru dan tak mendapati Hakim.

“Belum ke mana sih dia? Kamu tau? Mama sama papa ada nelepon?” tanya Ago, siapa tahu saja Hafa mendapat kabar dari rumah.

“Tadi mama nelepon nangis-nangis.” Hafa mendudukkan dirinya di salah satu bangku.

“Hah? Kenapa?” tanya Ago, dia sendiri tak ikut duduk malah bergoyang untuk menenangkan Tifa yang agak rewel.

“Lamarannya ditolak,” lanjut Hafa membuat Ago kaget setengah mati.

“Masa?” tanya Ago tak percaya.

“Iya makanya mama sampe nangis-nangis, katanya apa kurangnya bang Hakim? Kenapa nasib  bang Hakim nggak semulus waktu Hafa mau nikah. Pokoknya mama curhat deh, Hafa Cuma bilang mungkin emang nggak jodoh, dari awal kalau emang jodoh pasti dimudahin,” papar Hafa.

“Kok bisa sih?” Ago menggeleng tak habis pikir.

“Nah itu, Hafa juga nggak tau, Bang Hakim kurang soleh mungkin buat Almira yang salihah, sekarang aja ke mana coba? Pasti ngabisin waktu nggak jelas, nggak dewasa banget ngadepin masalah,” omel Hafa lagi, kalau ada Hakim di sana mungkin Hafa akan menceramahinya panjang lebar.

“Nggak boleh nilai keimanan seseorang sayang kamu bukan Allah.”

“Tapi Hafa tau banget Bang Hakim, sekarang ini ya kalau nggak minum ya paling sama cewek, nggak pulang ke rumah juga dia, kata mama bahkan dia nggak turun dari mobil,” jelas Hafa lagi.

Ago diam, dia juga sangat tahu, dia sudah bersahabat dengan Hakim bertahun-tahun, dari mulai bandal tak karuan sampai tobat Ago hanya menghabiskan waktunya bersama Hakim. Apa yang Hafa katakana benar, Hakim pasti sedang mencari pelarian sekarang.

“Lagian kenapa dia bisa jatuh cinta sih sama Almira? Pernah cerita sama Kakak nggak?” tanya Hafa ke suaminya.

Ago menggeleng. “Hakim mah kayaknya hidupnya lurus terus, kayak nggak ada gitu niatan buat suka sama cewek, kaget juga ternyata seleranya yang kayak Almira,” jawab Ago.

“Makanya, Hafa juga nggak pernah tuh lihat dia tertarik sama cewek, bahas soal cewek aja jarang banget, tau-taunya pas jatuh cinta malah lebay kayak gini.”

Ago tak lagi menanggapi Hafa karena bukan hanya Hakim, dia juga selebay itu saat jatuh cinta.

***

Hakim perlahan membuka matanya, sinar dari lampu kamar Dera langsung menusuk indera penglihatannya saat dia membuka mata. Hakim merasa sangat pusing, dia memegangi belakang kepalanya sembari mendudukkan diri. Di sebelahnya Dera yang juga tepar dan tidur dengan posisi tak karuan.

Hakim berjalan ke kamar mandi karena merasa kandung kemihnya sudah sangat penuh, setelah membuang air kecil dia mencuci wajahnya, baju yang melekat di tubuhnya masih baju lamaran tadi siang, wajahnya tampak sangat berantakan, Hakim bisa melihat sosok hancur di depannya.

Dia keluar dari kamar mandi kamar Dera lantas berjalan keluar rumah berpamitan dengan kedua orang tua Dera, Hakim kehilangan akalnya sekarang, doa bodoh, dia melewatkan beberapa hal hanya karena mabuk tidak jelas. Tadi dia mungkin lupa soal penolakan Almira, namun sekarang kembali teringat bahkan menjadi sangat miris.

Hakim tak pulang ke rumah dia memilih ke kafe dan tidur di sana, karena memang sudah tangah malam kafe sudah hampir tutup hanya ada beberapa karyawan yang tampak mengelapi meja, Hakim tersenyum.

“Aman hari ini?” tanyanya.

Salah seorang karyawan mengangguk. “Aman Bang, seharian pak Ago di sini,” jawabnya.

Hakim mengangguk lantas melanjutkan perjalanan menaiki tangga menuju kamarnya, Hakim adalah sampah, seharusnya dia memang tak harus berada di sekitar Ago, hidup Ago sangat baik kalau tanpa dirinya.

Hakim mendudukkan dirinya di tepi kasur, dia menghela napas, lagi-lagi dia lalai, dia tak menjadikan Allah tempat kembali dari segala luka yang mendera.Hakim lantas menghempas dirinya ke atas kasur, dia memang sampah!!

Hakim kembali tidur untuk melupakan apa yang terjadi hari ini termasuk ketidakbergunaannya, selalu saja kalah oleh patah hati.

Perlahan lelehan air mata meluncur dari sudut matanya, dia kembali kalah, dia kembali terluka oleh sesuatu bernama cinta, Hakim sebenarnya tak pernah siap, namun dia dipaksa, dipaksa oleh semesta untuk merasakan cinta.

***

Jangan lupa vote & comment

Halalkan Almira [Terbit✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang