9. Bekerjasama Tanpa Membawa Perasaan

2.6K 311 13
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

'Karena mencintai bukan tentang yang terlihat oleh mata, namun yang dirasakan oleh hati.'

Halalkan Almira

~Thierogiara

***

Hari ini Hakim kembali melanjutkan merekap keungan kafe di salah satu meja kafe, kemarin karena kedatangan Bhumi pekerjaan Hakim jadi terbengkalai, selain menghitung keuntungan, Hakim juga berniat memisahkan gaji para karyawannya yang harus diserahkan tanggal satu nanti.

Mata Hakim sangat fokus menatap layar laptopnya, sampai terbukanya pintu kafe mengusiknya dan sosok gadis dengan sacar yang menjuntai menutupi sebagian wajahnya berjalan mesuk ke dalam kafe, sama seperti ketika bertemu Almira sebelum-sebelumnya, jantung Hakim langsung berdetak tak biasa, rasanya seperti habis lari marathon berpuluh-puluh km. Hakim berusaha menarik napas juga meminum jus jeruk yang ada di meja.

Dada Hakim semakin sesak kala melihat Almira berjalan menujunya, mau apa lagi dia? Apa tak cukup membuat perasaan Hakim yang sudah karuan? Hakim langsung menegakkan tubuhnya saat Almira sudah berdiri di dekat tempatnya duduk. Tanpa sungkan gadis itu menarik kursi lantas duduk di hadapan Hakim.

"Mas Bhumi ada di sini Bang?" tanya Almira.

Sekali lagi Hakim menelan ludahnya dengan susah payah.

"Nggak, belum datang mungkin, udah janjian?" tanya Hakim.

Almira mengangguk. "Udah, mau beli cincin," jawab Almira, kurang sakit apa lagi yang Hakim rasakan? Silakan saja Bhumi dan Almira menikah, namun kenapa semuanya seolah melibatkan dirinya? kenapa Bhumi dan Almira selalu muncul di hadapannya?

"Oh gitu, paling bentar lagi nyampe dia, bentar lagi kan jam makan siang," ujar Hakim yang lantas memasang senyum palsu.

"Iya katanya sepuluh menit lagi dia sampe," kata Almira.

Hakim mengangguk-angguk.

"Kamu sendirian?" tanya Hakim, tak biasanya Almira keluar rumah sendirian, bahkan kalau mewakilkan arisan mamanya pun bersama Diro.

"Sama Amara, tapi tadi dia ketiduran jadi aku tinggalin di mobil." Almira terkekeh membuat Hakim terpesona sesaat. "Tuh anak emang selalu deh kalau naik mobil, bentar aja udah tepar," ujar Almira yang merasa kalau itu sangat menggelikan.

Hakim tersenyum. "Ditinggal sendirian di mobil emang nggak apa-apa?" tanya Hakim.

"Udah biasa dia, nanti juga bangun sendiri." Almira terkekeh lagi dan Hakim memutuskan untuk menundukkan pandangannya.

Kemudian hening menyelimuti, Almira bukanlah wanita yang terbiasa berinteraksi dengan laki-laki, sementara Hakim sangat menghormati Almira, Almira sudah menjaga dirinya dengan sangat baik dan tugas Hakim adalah membantunya.

"Oh iya, mau minum apa? Gratis!!" tawarkan Hakim.

"Wah wah boleh deh, terserah aja kan gratis," kata Almira.

"Oke sebentar ya." Hakim lantas berjalan ke meja pemesaran memesankan milk shake untuk Almira, setelah beberapa menit menunggu pesanan Hakim jadi dan Bhumi datang.

Baru saja Hakim ingin membawa minuman itu kembali ke mejanya tadi, Bhumi sudah lebih dulu mengajak Almira keluar.

"Kim gue duluan ya," pamit Bhumi.

"Bang Hakim nanti jangan lupa dateng ya," pinta Almira sebelum benar-benar keluar dari kafe, Hakim menatap milk shake yang ada di tangannya, bahkan untuk hal yang sangat remeh- temeh seperti ini pun ia kalah dari Bhumi.

Hakim tetap membawa minuman tersebut ke mejanya lantas meminumnya, tak sepenuhnya salah Bhumi karena memang jam makan siang di kantornya selalu mepet. Hakim menyedot minuman yang seharusnya untuk Almira itu, setidaknya rasa manis pada minuman tersebut mampu membuatnya merasa sedikit lebih baik, Bhumi tak salah, Almira juga tidak salah. Hakimlah yang salah telah membiarkan perasaannya terus ada dan tumbuh.

Seorang wanita masuk ke kafe, Hakim mengerutkan keningnya, kenapa Wina datang? Waktu itu padahal dia sudah marah dengan Hakim.

Wina duduk persis di tempat di mana Almira duduk tadi.

"Ada apa?" tanya Hakim.

"Gue kangen..." kata Wina membuat Hakim langsung membuang mukanya.

"Sama kafe lo," lanjut Wina.

"Sialan lo!!" Hakim melempar tisu ke wajah Wina.

"Ya kali gue kangen sama lo, ya nggaklah!!" ujar Wina songong, padahal beberapa hari lalu dia meninggalkan Hakim dengan deraian air mata.

"Eh btw tadi Bhumi sama siapa?" tanya Wina.

"Sama calon istrinya," jawab Hakim, untuk menyebut Almira calon istri Bhumi saja rasanya kelu sekali, apalagi harus menyaksikannya nanti.

"Oh cewek yang ngebikin lo ambyar?" tanya Wina.

Hakim terdiam kemudian langsung menatap Wina.

"Kok lo tau?" tanya Hakim memicingkan sedikit matanya.

"Kata Dera lo sama dia mau naik gunung di tanggal pernikahan mereka," jawab Wina. "Insting wanita tuh kuat, tebakannya nggak akan pernah meleset," lanjut Wina lagi.

Hakim mengangguk, apa Almira bukan spesies wanita? Kenapa dia sangat tidak peka dengan perasaan Hakim?

"Ternyata tipe lo cewek kayak gitu, pantes gue ditolak mentah-mentah," kata Wina sembari menyeruput jus jeruk milik Hakim.

"Bukan karena penampilannya, tapi gue emang jatuh cinta pandangan pertama sama dia," ungkap Hakim, sepertinya berteman dengan Wina tak ada salahnya, lagipula wanita itu baik hanya saja mungkin lingkungan yang merubahnya menjadi seperti ini.

"Ya semoga suatu saat ada yang mencitai gue kayak gitu," ujar Wina.

"Aamiiin," sahut Hakim.

"Eh, apaan sih lo!"

"Lah doa baik kan emang harus diaminin?"

"Lah iya, thanks deh," ucap Wina.

"Jadi ngapain lo ke sini? Sumpah gue nggak yakin lo kangen kafe gue," ujar Hakim.

"Pengen lihat muka lo, ada rasa bersalahnya nggak bikin gue patah hati," ujar Wina ngasal.

"Serius Win," kata Hakim mengingatkan.

"Lah Hayuk ke plaminan," ajak Wina setelah mendengar kata serius.

"Pulang lo!!" usir Hakim.

"Hehehe, canda Kim ya Allah sensi banget, gue mau minta kerjaan ngapain kek di sini, bosen banget gue," ujar Wina menerangkan apa maksud dan tujuannya datang ke sana.

"Lah gila lo! Lo kan punya butik, ngapain lo kerja di sini?!" tanya Hakim, rasanya aneh kalau dia mempekerjakan seorang pemilik butik ternama seinstagram, produk yang Wina jual bahkan sering di-riview para selebgram.

"Bosen gue Kim, jadi bangunan butik gue kan punya bokap, nah adek gue minta tuh ruko katanya dia mau buka warnet, gue udah ngamuk-ngamuk tapi tetep aja dia kan anak kesayangan," jelas Wina, ini lebih seperti curhat.

"Lah lah, kan lo udah sukses masa orang tua lo nggak lihat kesuksesan itu?"

"Boro-boro, dianggap anak aja gue nggak kayaknya, gue mau tutup aja!!" kata Wina, memang nampak dari wajahnya kalau gadis itu sedang memiliki beban berat.

"Janganlah, udah besar ini," tolak Hakim.

"Terus gue harus gimana? Gue minta saran deh sebagai sesame interpreneur," ujar Wina.

"Beli aja gedungnya," jawab Hakim santai.

"Duit gue nggak cukup," kata Wina ngenes.

"Gue bantu, kita beli!" pungkas Hakim, lagipula Hakim memang sedang bingung harus dikemanakan uangnya, investasi di butik Wina sepertinya akan menguntungkan.

***

Jangan lupa vote & comment kalau suka.

Halalkan Almira [Terbit✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang