بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
'Mencintaimu membuatku menemukan waktu yang tepat, tepat untuk menyempurnakan separuh agamaku.'
Halalkan Almira
~Thierogiara
***
Mala mini Almira dan Hakim sibuk menyalami para tamu undangan yang datang, mulai dari yang mereka kenal sampai tidak kenal, keduanya tak banyak berinteraksi, bahkan cenderung saling diam.
Setelah satu jam acara selesai, Hakim dan Almira meninggalkan lokasi pesta, mereka berdua kembali ke kamar yang tadi siang mereka tempati, saat pintu terbuka ternyata kamar mereka sudah berubah, handuk yang dibentuk menjadi angsa berbentuk love, juga kelopak mawar dibentuk dengan bentuk yang sama.
Hakim melirik Almira, namun sepertinya gadis itu sama sekali tak terusik dengan keanehan kamar mereka, menggaruk belakang kepalanya, Hakim mempersilakan Almira untuk masuk duluan.
"Abang mau mandi?" tanya Almira.
Hakim menganguk. "Tapi kalau kamu mau duluan ya sudah, duluan." Sekali lagi Hakim mempersilakan Almira.
Almira kemudian mengangguk lantas masuk ke dalam kamar mandi, setelah selesai mandi dia malah mengalami pergolakan batin, bagaimana ini? apa dia harus melepas cadarnya di hadapan Hakim? Tapi sungguh dia belum siap.
Almira memegang dadanya sendiri, setelah yakin dia keluar dari kamar mandi, Almira tak melepaskan kerudungnya, dia masih lengkap dengan kaus kaki, kerudung dan cadarnya, Almira memilih mengenakan gamis panjang yang biasa ia kenakan, dia benar-benar tak siap dengan semuanya.
Hakim hanya menipiskan bibirnya kemudian gentian masuk ke dalam kamar mandi.
Saat Hakim keluar dari kamar mandi, ternyata Almira sudah tidur, dia memutuskan untuk tidur di sofa, dia tak mau Almira terganggu dengan keberadaannya.
***
Hakim dan Almira sudah berada di mobil, keluarga yang lain sudah pulang duluan, hanya mereka berdua yang baru meninggalkan hotel di sore hari.
"Kita ke rumah kamu dulu?" tanya Hakim.
"Iya, ada beberapa barang yang harus diambil," jawab Almira, tadi mereka sudah membicarakan kalau nanti Almira akan ikut tinggal di rumah Hakim dengan kedua orang tua Hakim karena Hakim ingin mengurus kedua orang tuanya ketika tua, selain itu karena Hakim anak laki-laki satu-satunya, Hafa sudah dibawa oleh sang suami tinggal bersama mertua, maka Hakim yang akan bertanggung jawab atas kedua orang tuanya.
Sekitar 10 menit berkendara mereka sampai di rumah Almira, Hakim menyalami semua orang termasuk Diro.
"Banyak juga ternyata saudara yang dateng," ujar Hakim mendudukkan diri di sebelah Diro, sementara Almira berjalan ke kamarnya untuk mengambil segala keperluannya.
"Iya, karena baru Almira yang nikah jadi semuanya diundang," jelas Diro, Hakim hanya mengangguki perkataan abang iparnya itu.
Hakim lantas melihat ponselnya yang agak terabaikan dari kemarin, tak ada notifikasi berarti, hanya beberapa dari para tangan kanannya yang memantau rumah-rumah kontrakan.
"Kalian normal kan?" tanya Diro, dia sempat melihat interaksi kaku antara Hakim dan Almira.
"Maksud lo?" tanya Hakim yang tak mengerti.
"Hati Almira bukan buat lo, jangan pura-pura bego." Sebenarnya Diro agak miris, namun ini adalah kenyataan, kapanpun Hakim harus siap tertampar.
"Dia bahkan nggak mau buka cadar di hadapan gue," ujar Hakim, terdengar menyedihkan, namun sungguh dia sama sekali tak merasa bahwa itu adalah sebuah masalah.
Diro tertawa, tebakannya benar, dia benar-benar sangat menganal adiknya itu.
"Tapi nggak apa-apa sih, Almira jadi istri gue aja rasanya udah bersyukur banget," jelas Hakim, iya paling tidak dia sudah tak merasa takut kalau aka nada laki-laki lain yang bersanding dengan Almira.
"Almira mirip banget sama Amara, jadi ya wajahnya kayak gitu." Diro menunjuk Amara yang duduk tak jauh dari tempat mereka.
"Lah apaan sih lo, biarin ajalah, gue nggak masalah kok," kata Hakim, dia bukan seseorang yang menggilai kecantikan, dia mencintai Almira murni karena ahlak gadis itu bukan karena parasnya.
"Ya udah gue nyusulin bini gue dulu ya," pamit Hakim.
"Dih bini," kata Diro tertawa.
Hakim mengabaikan itu, dia memilih langsung melangkah menaiki tangga menuju kamar Almira.
"Assalamualaikum," sapa Hakim membuka pintu kamar.
"Waalaikumsalam," jawab Almira menoleh ke arah Hakim.
"Boleh masuk?" tanya Hakim, meski sebenarnya Hakim tak perlu bertanya, namun tetap saja dia sangat menghargai Almira.
Almira mengangguk, Hakim langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Almira, ternyata kamar itu benar-benar menggemaskan dengan nuansa pink-nya.
Hakim mendudukkan diri di atas kasur, matanya menatap ke arah Almira yang sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.
"Bajunya mau dibawa semua? Kapan-kapan kan kita juga bakal nginep di sini," ingatkan Hakim setelah melihat Almira benar-benar menosongkan lemarinya.
Almira tampak terdiam dan berpikir sejenak.
"Iya juga ya? Tapi mau ngapain juga kita nginep di sini?" tanya Almira dengan polosnya.
"Kok ngapain sih? Ini kan rumah orang tua kamu," ujar Hakim.
"Iya ya, ya udah deh sebagian ditinggal." Almira kemudian memasukkan lagi beberapa baju yang sudah sempat ia keluarkan.
***
Hakim dan Almira sampai ke kediaman keluarga Hakim, Hakim membawakan koper milik Almira lantas berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Hakim beberapa kali melirik tangan Almira, ingin sekali rasanya ia menggandeng tangan itu, namun lagi-lagi kenyamanan Almira adalah yang utama, dia sangat menghargai wanita itu.
Hakim langsung membawa Almira menghadap kedua orang tuanya.
Keduanya menyalami tangan kedua orang tua Hakim.
"Mulai hari ini Almira akan tinggal di sini," ujar Hakim.
Yuda mengangguk, sementara Kana malah tampak tak peduli, wanita itu memfokuskan pandangannya ke televisi yang menyala di depannya.
"Ma..." Hakim menatap mamanya.
"Oke, iya silakan," kata Kana terkesan tak peduli.
Hakim menghela napas.
"Ya udah kita ke kamar," ajak Hakim.
Almira mengangguk, mereka berdua berjalan bersama naik tangga menuju kamar Hakim.
"Maaf ya suasana kamarnya kayak gini, beda banget sama kamar kamu." Kalau kamar Almira dipenuhi dengan nuansa pink, maka kamar Hakim sangat maskulin karena bernuansa abu dan dongker.
"Iya nggak apa-apa, namanya juga cowok," jawab Almira.
Hakim meletakkan koper Almira di sudut kamarnya.
"Besok aja beres-beresnya, sekarang langsung tidur ya," ujar Hakim.
Almira menatap Hakim.
"Jangan takut, kamu boleh kok tidur pake cadar, bahkan boleh pakai itu semua yang ada di tubuh kamu, tapi emang kamu nyaman?" tanya Hakim.
Almira mengangguk.
"Ya udah, kita tidur, aku tidur di sofa," ujar Hakim.
***
Aku nggak nyangka, kenapa aku kejam sekali membuat Hakim jadi se-sadboy ini😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Halalkan Almira [Terbit✅]
SpiritualitéHakim tak pernah serius dalam hidupnya, sampai pertemuannya dengan seorang gadis bercadar membuat dunianya terusik. Sorot mata yang hampir tak pernah dilihatnya itu seperti candu, membuatnya ingin melihat lagi dan lagi. Pemilik Semesta ternyata ama...