33. Cup!

28.7K 3.8K 1.1K
                                    

Vote, comment and happy reading 💚

Vote, comment and happy reading 💚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Jio memberikan coklat hangat pada Ale yang sedang duduk di ruang keluarga kediaman Ghalendra. Tadi si jangkung mengantar Ale pulang dan menemaninya disini sesuai permintaan Nana.

Jio sengaja membuat coklat hangat demi merubah suasana hati Ale. Pria yang lebih tua dua tahun dari Ale itu ikut duduk di sofa.

"Udah lebih baik?" Jio bertanya. Tanganya terangkat untuk merapihkan rambut poni yang menutupi dahi Ale.

Lelaki imut itu mengangguk. Hidungnya masih memerah akibat menangis dari Cafe sampai rumah tadi. "Abang Jeno bentak Ale. Ale gak suka."

Jio tersenyum lembut. "Mungkin Ale buat salah sama Abang Jeno."

"Ale cuma minta abang datang makan malam di rumah Papa." Anak itu berpikir sebentar. "Walau agak maksa." Kepalanya menunduk dalam. Melihat pada gelas berisikan minuman coklat di pangkuannya.

"Mungkin abang Jeno cuma lagi capek, banyak kerjaan. Makanya dia jadi kebawa emosi. Ale kan adiknya, pasti Ale yang paling tau abang Jeno itu gimana kan?"

Perlahan Ale mengangguk. "Abang memang orang yang keras dan gak suka di paksa. Tapi Ale pikir setelah abang udah mau ke makam Mama abang juga akan mau ketemu sama Papa. Ale cuma mau abang gak seperti ini terus. Ale cuma mau Abang gak membenci Papa lagi."

Andai Ale tau perkataannya persis seperti perkataan Nana pada Jeno yang di utarakan beberapa waktu yang lalu.

Tangan Jio mengelus kepala belakang Ale waktu ia berkata; "Mungkin abang Jeno cuma perlu waktu Ale."

"Waktu? Apa sepuluh tahun gak cukup?"

Lagi Jio tersenyum lembut. Kedua Tangannya meraih tangan Ale untuk ia genggam. "Ini bukan masalah berapa tahun waktu yang udah di lewati Ale. Tapi masalah seberapa siap Hati abang kamu untuk memulai."

Ale paham. Sakit Dari luka yang Kakaknya alami itu bukan sakit seperti terkena pisau yang dapat sembuh dalam waktu seminggu. Luka itu membekas cukup dalam di lubuk hatinya. Luka yang coba untuk Jeno kubur dalam-dalam. Dan rasanya kalau ia bertemu dengan sang Ayah, luka itu akan kembali menyeruak kepermukaan.

Biar bagaimanapun, Jeno masih menyalahkan Ayahnya yang sudah membuat keretakan dalam keluarga mereka.

"Udah ya, Ale jangan sedih lagi. Kalau Ale sedih nanti Jio juga ikut sedih." Jio berkata.

Membuat Ale menatap Jio, matanya mengerjap lucu dengan hidung yang memerah. Pemuda itu mengangguk seraya tersenyum. "Iya Jio. Ale gak akan sedih lagi."

Puzzle Piece (DISCONTINUED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang