41. Penyerangan

320 28 9
                                    

Benar dugaan Arga. Sean sudah menunggu di depan kelas Shasha. Setelah bel berbunyi, Sean menyerobot masuk kekelasnya. Ia mulai mengoceh panjang dan membantu Shasha membereskan tasnya. Bodohnya Sean tidak mengetahui kalau Shasha telah kembali.

Ia baru mengetahui ketika Gilang dan Reza yang mengatakannya. Ia dengan cepat menghampiri Shasha di kantin, namun yang ia temukan hanya teman teman gadis itu. Jadi ia memutuskan untuk menemui adiknya itu saat pulang sekolah.

"Bang Sean lebay banget." ucap Shasha saat mereka berjalan di koridor. "Lo tau nggak sih, gue keliling kota buat nyariin lo. Lo kemana aja?"

"Gue dirumah tante Jeanny." Sean terdiam. Jangan bilang ia akan kehilangan adiknya setelah ini? Sean menggelengkan kepalanya. Shasha yang melihat Sean menggelengkan kepalanya menyentuh bahu laki laki itu.

"Bang" Sean tersadar. Sean menarik tangan Shasha agar mengikutinya. "Kita jalan jalan yuk. Udah lama banget kayanya."

Shasha terkekeh. "Emang mau kemana?"

"Lo maunya kemana?"

"Gue hari ini kan les. Gimana sih?" decaknya. Sean menjentikkan jarinya di kening Shasha. "Bolos sehari aja gak bikin lo bego."

Shasha berpikir sejenak. "Gue udah bolos beberapa hari, jadi gue gak mau bolos hari ini."

Sean berdecak. "Gak asik ah. Ayo kita jalan, gue kangen banget sama lo." Sean mendekap tubuh Shasha. Shasha memutar bola matanya dan mengiyakan ajakan Sean.

"Iya udah ayo." Sean tersenyum lebar dan melepaskan dekapannya. "Ayo"

Dengan semangat, Sean menarik tangan Shasha. "Kita mulai dari mall, terus makan, belanja, selanjutnya gue serahin ke elo aja deh mau kemana."

***
"Napa muka lo?" Arga menepuk pundak Alva yang sedang cemberut. "Gue cemburu"

Arga terkekeh. "Cemburu? Sama siapa?"

Alva menatapnya sinis. "Cewe gue dibawa pergi sama Sean. Malah dipeluk lagi sama dia, dipegang juga tangannya."

Arga menoyor kepala Alva. "Bego. Dia abangnya, lah lo cuma pacarnya. PACAR. Pacar sama Abang itu lebih berhak abang lah."

Alva mendengus. "Tangan lo gak usah noyor kepala gue juga bangsat."

Arga tertawa lepas. Kapan lagi ia bisa menoyor kepala Alva dengan santai?

Alva berjalan meninggalkan Arga yang masih tertawa. Ketika Arga sadar, Alva sudah tidak ada di dekatnya lagi. Ia buru-buru memakai tasnya dan berlari mengejar Alva.

"Al, tungguin elah. Barengan ayok, tapi ke kafe dulu ya. Bosen gue di rumah sendiri." Ucapnya setelah berada disamping Alva.

"Tadinya gue mau nyusul cewe gue, tapi gue temenin deh lo." Arga merangkul bahu Alva. "Lagian lo mau nyusul kemana sih?"

"Tau. Yang penting gue susulin dah, gak ikhlas gue. Masa cewe gue dibawa orang mulu. Tadi Reza ama Gilang, lah sekarang Setan. Sama guenya kapan coy?"

Arga tergelak mendengar gerutuan Alva. Kapan lagi ia mendengar Alva yang menggerutu seperti ini? Lagipula sejak kapan Alva menjadi pacar yang posesif?

"Udah udah, ntar kita susulin." Mereka berjalan menuju parkiran. Menaiki motor masing masing dan kembali berbincang. Tiba-tiba seorang cewe datang menghampiri mereka.

"Em, kak Alva" Bukan hanya Alva yang memperhatikan gadis itu, Arga juga. Alva melihat penampilan cewek yang ia tahu adalah adik kelasnya itu dari bawah ke atas. "Ada apa?"

"Aku boleh nebeng nggak? Rumah aku deket kok kak" Arga berdecih. Alva memberi kode dengan matanya untuk menyuruh Arga diam. "Sorry, gue udah punya pacar. Gue gak terbiasa boncengin cewe selain cewe gue."

Natasha (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang