19. Selangkah Lebih Dekat

1.6K 51 0
                                    

Author POV

Shasha duduk di bangku taman rumah sakit sendiri. Ia memperhatikan sekitarnya yang dipenuhi oleh pasien rumah sakit. Ia menghela nafas pelan sembari menutup matanya.

Ia kesepian saat ini, tidak ada Jane maupun Alice. Bukannya mereka tak peduli ketika Shasha dirawat dirumah sakit, tapi Shasha yang menutupi kenyataan bahwa ia dirawat. Ia tak pernah mengabari temannya jika ia ngedrop.

Ia membuka matanya lagi sekilas kemudian menutup matanya lagi. Menghembuskan nafas teratur. Ia kesal dengan keluarganya yang posessive itu, selalu melarang ini itu tanpa memperdulikan perasaannya.

Ia ingin pulang kerumah, namun Papi sekaligus dokter yang merawatnya menolak mentah-mentah permintaan nya itu. Ia kan jadi kesal.

Tanpa disadari oleh Shasha, ada seorang pria yang sedang mengamati gerak gerik nya. Pria itu Brian. Orang yang tak sengaja menabraknya tadi. Ia berjalan mendekati Shasha. Shasha yang mendengar derap langkah itu langsung membuka mata.

"Merenungi nasib, heh?" ucap lelaki itu dingin. Shasha hanya memutar bola matanya malas. "Apa pedulimu?"

Brian duduk disamping Shasha. Ia menghela nafas pelan. "Kadang takdir selucu ini ya?"

Shasha langsung menatap Brian tak mengerti. "Maksud lo?"

Brian menyandarkan punggungnya disandaran kursi dan menutup matanya. "Setelah sekian lama, kita dipertemukan kembali. Dengan alasan yang sama. Lo sakit dan gue nemenin nyokap buat jenguk lo. Dasar cewek penyakitan."

"Untuk apa lo ngikutin gue kalo cuma mau menghina doang? Mending pergi deh lo jauh jauh." Shasha semakin kesal karena perkataan Brian barusan. Penyakitan? Haha... sangat lucu menurutnya.

"Sebegitu mirisnya ya lo? Disaat lo sakit, temen lo nggak ada yang peduli.  Itu temen atau temen? Gue yakin temen lo ada yang munafik. Karena gak ada seseorang yang berteman dengan sebegitu tulusnya." Shasha merenungi ucapan Brian.

"Kalaupun ada, itu cuma berada di cerita fiksi. Bukan nyata. Gue cuma mau ngasih tau doang, jangan terlalu percaya bahkan terlalu bergantung sama temen. Bisajadi dia yang paling lo percaya adalah dia yang paling gampang ngehianatin lo." Lanjutnya santai.

"Heh? Korban pengkhianatan? Bijak banget. Tau ah, gue badmood. Gue mau balik deh, ikut nggak. Entar mama lo nyariin lewat gue, gue males jawab." Shasha bangkit meninggalkan Brian yang duduk dibangku taman, ia masih memejamkan matanya. Setelah ia rasa Shasha cukup jauh, ia pun bangkit dan berjalan mengikuti gadis itu.

Shasha berjalan dengan kaki yang dihentak hentak sambil mendorong tiang infusnya. Ia melewati meja resepsionis dan suster itu menghentikan nya.

"Lho, kenapa nona Natasha? Kenapa kelihatan kesal?" tanya suster yang menjaga meja resepsionis. Shasha mendekati meja itu dan meletakkan kepalanya di meja tersebut.

Suster Kanya- suster yang menjaga meja itu mengerutkan alis bingung. Ia memang mengenal Shasha karena Shasha sering kesini, dan ia juga menganggap Shasha ini adiknya.

"Saya kesel sama dokter Arya, saya jadinya ngambek. Terus tadi saya diketawain sama Papa, dan yang lainnya. Dan yang terakhir saya ketemu sama cowok aneh." ucap Shasha yang masih menempelkan kepalanya dimeja.

Untungnya meja itu sepi, jadi Shasha bisa bebas. Kanya memberikan segelas air mineral kearah Shasha. "Itu minum dulu, ntar dehidrasi."

Shasha menegakkan badannya dan meminum air yang disuguhkan oleh suster tersebut. "Sus"

"Yah?"

"Pengen duduk" suster Kanya hanya tersenyum tipis. Ia pun memanggil satpam dan menyuruhnya mengambil kursi untuk Shasha. Setelah kursi itu sampai, Shasha duduk didekat meja.

Natasha (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang