VI: Party (2)

9.6K 1.5K 272
                                    

Happy reading y'all

☆☆☆

"Maaf, apa kita pernah bertemu?" Harry bertanya malu-malu.

Pasalnya, Harry pernah tahu sosok di depannya ini. Entah di mana Harry tidak ingat.

Sosok di depannya tertawa, suara bassnya terdengar keren di telinga Harry.

"Aku Cedric, kita satu sekolah." Katanya.

Seketika Harry mulai ingat, cowok di depannya adalah cowok yang di taksir Cho Chang.

"Aku Harry, salam kenal."

Cedric tersenyum, dia mengambil dua minuman dari nampan yang di bawa pelayan.

"Maaf, aku tidak minum alkohol." Harry menolak denga sopan, mengembalikan gelas yang isinya masih utuh pada pelayan.

"Ah, begitu ya," dan mencegah pelayan pergi, "bawakan non alkohol untuknya."

"Baik." Lalu si pelayan pergi.

"Sekali lagi terima kasih." Kata Harry, "kau tingkat tiga kan?"

Cedric mengangguk sembari menelan minumannya, "ya, minggu depan ada turnamen antar sekolah. Kau ikut?"

Harry menggedikkan bahunya, "i don't know. Aku tidak terlalu suka pertandingan olahraga."

"Yah, setidaknya untuk mendukung sekolahmu."

"Thank you." Harry berujar pada pelayan yang memberikan segelas jus jeruk pada Harry lalu pergi.

"Maaf, aku harus pergi. Mari bicara lagi nanti." Kata Cedric pamit dan menghilang di antara orang-orang.

Oke, Harry sendirian lagi. Melangkah meninggalkan tempat ia berdiri menuju ke meja makanan, mencari cemilan.

Yah, bagaimanapun juga ia lapar dan seharusnya ini menjadi jam makan malamnya. Mengambil eskrim yang menarik minatnya dan membawa ke sudut ruangan di mana ada kursi dan meja. Beruntung ada satu deret yang kosong, Harry bisa menikmati es krimnya tanpa--

"Boleh aku duduk di sini?"

--mungkin berbagi akan menjadi hal menyanangkan.

"Ini rumahmu, Malfoy. Kenapa kau minta ijin padaku." Harry mendengus, untaian kata tersebut tersebut keluar begitu saja.

"Kenapa kau sensi sekali, Potter." Draco berkata sambil di selingi dengan tawa hambar.

Hah..

"Maaf."

Suasana menjadi canggung, Harry maupun Draco tidak saling melempar kata lagi.

Harry sedikit berdeham lalu memikirkan pertanyaan yang sekiranya bisa mencairkan suasana.

"Rumahmu bagus." Hanya dua patah kata yang keluar dari mulut Harry dan mungkin saja tidak membantu.

"Secara teknis ini masih milik orang tuaku."

Harry membalasnya dengan tawa, "apa bedanya? Toh ini akan menjadi rumahmu nantinya."

"Tentu saja beda, di surat rumah masih tertulis nama ayahku."

Harry mengangguk, membenarkan perkataan Draco.

"Omong-omong yang waktu itu pacarmu?"

Draco terlihat berpikir lalu terdiam beberapa saat. Harry jadi bertanya-tanya apa ia salah pertanyaan atau apa?

Kalau gadis itu memang benar kekasih Draco, kenapa Draco seperti enggan untuk mengakui. Apa malah gadis itu hanya selingkuhan dan Draco terpegok selingkuh oleh Harry dan takut ketahuan oleh kekasih aslinya? Jawabannyan masih mengambang.

A.B.OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang