21

698 77 9
                                    

Jimin perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Jeongyeon. Menatapnya lamat-lamat sambil terus mengikis jarak di antara mereka. Nafas Jimin jelas terasa di wajah Jeongyeon dan itu sedikit membuatnya geli.

"Mulai sekarang jika kau melakukan kesalahan kau harus dihukum dengan" Jimin melirik bibirnya sendiri dan tersenyum miring.

"A-apa?" Jeongyeon ragu.

"Kau harus menciumku. Aku tidak akan memaafkanmu sebelum kau menciumku"

Jawaban Jimin sukses membuat Jeongyeon terkejut dan ia merasakan darahnya berdesir. Ia kembali menatap Jimin dengan manik hazel miliknya.

"Apa itu harus?" Jeongyeon berusaha memelas.

"Ya dan aku tidak mendengar penolakan. Untuk kali ini aku tidak akan menghukummu karena membiarkanku terjebak oleh gadis-gadis sinting itu, tapi lain kali. Hukuman ini berlaku" Jimin menarik tubuhnya cepat dan lagi-lagi membuat Jeongyeon terkejut.

Jimin melangkah lebih dulu, meninggalkan Jeongyeon yang masih melamun sambil menatap jalanan.

"Ji-Jimin!"

Jeongyeon melihat Jimin hilang ditelan rumah di belokan jalan. Segera ia mengejar Jimin agar tidak tersesat di desa ini.

Sreett

"Jeongyeon"

Jimin berbalik. Ia melihat sekeliling, tak ada siapapun di jalanan itu kecuali dirinya. Ia berbalik pada jalan yang telah dilewatinya tadi. Sama saja, nihil.

"Jeongyeon!" teriak Jimin keras.

Jimin terus menyusuri jalanan yang sempat mereka lewati berdua tadi. Tak ada orang dengan pakaian mirip dengannya dan jalanan itu juga dikelilingi tanah gersang yang beberapanya ditumbuhi ilalang tinggi. Tak ada yang akan berkebun di tanah seperti itu.

Perasaan Jimin makin kacau. Sudah setengah jam ia mondar-mandir di jalanan bahkan pasar tak segan-segan ia datangi lagi.

"JEONGYEON!"

"Bangke mereka. Anjir suara Jimin"

"WOI JIMIN BANTET DENGER KAGAK?"

Jeongyeon tengah berusaha memanggil Jimin yang kebetulan suaranya masuk ke indra pendengaran Jeongyeon. Jeongyeon dimana? Dicemplungin ke sumur dangkal sama ciwi-ciwi genit. Katanya buat bales dendam.

"BANTET TOLONGIN GUE NJIR" Teriak Jeongyeon keras. Lubang sumur itu kurang lebih dalamnya 2.5 meter. Tempatnya becek dan sedikit ada genangan air di dasarnya.

Singkatnya Jeongyeon mau nyusul Jimin yang udah jalan lebih dulu di depannya. Tapi tiba-tiba dari belakang ada yang narik dia kuat dan langsung dihempaskan ke dalam itu sumur yang Jeongyeon gatau ada dimana.

"Rasain!"

"Gue salah apa njir?" tanya Jeongyeon tak terima.

"Gausah sok cantik. Lagian masih cantikan kita."

Jeongyeon makin gedeg denger bacotan ciwi-ciwi ini. Apa hubungannya sama dia? Kan mereka yang mulai napa malah Jeongyeon yang disalahin?

Jeongyeon geram. Diam-diam tangannya mengambil gumpalan tanah disekitarnya selagi ciwi-ciwi ngebacotin dia sambil ngejelekin Jeongyeon.

"Gedeg kuping gue dengerin bacotan kalian" sarkas Jeongyeon setelah melempar gumpalan tanah di tangannya tepat di pipi ciwi berbaju merah menyala.

Sontak perlakuan Jeongyeon menyulut emosi ciwi berbaju merah menyala. Ia menatap Jeongyeon sinis dan penuh amarah. Ciwi itu tak tinggal diam. Ia dan teman-temannya pergi dari pandangan Jeongyeon dan kembali membawa gumpalan tanah lebih banyak. Mereka langsung melemparkannya ke dalam sumur tanpa melihat Jeongyeon yang tengah menghindar dari hujan tanah itu.

My Serendipity || Jeongyeon Jimin ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang