26

585 69 16
                                    

"Maaf ya, abang tinggal dulu. Bhay!"

"Abang!"

Jin menghentikan langkahnya menuju garasi dan langsung menoleh ke arah Jeongyeon yang berdiri di halaman rumah.

"Make mobil, itu mendung", ucap Jeongyeon seraya melempar kunci mobil. Jin menangkapnya dengan mulus kemudian mengacungkan jempolnya.

"Taroh kamar gua, makasih!" Kini Jin yang melempar kunci motornya pada Jeongyeon walau tidak tepat sasaran. Jeongyeon memungutnya kemudian masuk ke dalam. Gerbang rumah nantinya akan dikunci oleh satpam yang sudah bekerja dari minggu lalu.

Jungkook hari ini juga turut pergi pagi karena ia memiliki kelas tambahan yang berakhir pukul 10 pagi. Ia tidak bisa membolos karena ini kelas tambahan yang ia perlukan untuk memperbaiki segala nilai-nilai buruknya demi hasil kelulusan yang memuaskan. Anak rajin.

Kini, tinggalah dua manusia yang saling diam sejak kemarin malam.

Selepas adegan panas itu, mereka lebih banyak diam dan terkesan saling tidak peduli. Meski begitu, rasa dalam diri mereka sama-sama canggung walau sekadar berpapasan.

"Jeong..", panggil Jimin pelan, nyaris tak terdengar.

Jeongyeon yang baru saja hendak ke kamarnya langsung menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah meja bar yang merupakan sumber suara Jimin. Jimin yang melihat Jeongyeon menoleh seketika terkejut karena tak menyangka suaranya sampai di telinga gadis itu.

"Astaga kamu ngapain", Jeongyeon langsung berlari buru-buru ke arah Jimin dengan cepat. Bagaimana tidak, Jimin dengan apron kotor dan wajah penuh taburan tepung terigu yang kini menjelma seperti make up.

Jimin menangkap tubuh Jeongyeon yang tumbang ke depan karena berlari terburu-buru. Kaki Jeongyeon tersandung kaki meja bar yang membuat gadis itu hampir kehilangan keseimbangannya dan terjatuh.

Jeongyeon mendongak ketika badannya telah jatuh dalam tangkapan Jimin. Setelah sekian lama, mereka kembali saling terkunci satu sama lain. Membiarkan waktu berhenti membeku karena tatapan mereka. Hanya hening yang menghiasi mereka.

"Aa ah", tatapan dalam itu hilang ketika sang gadis, Jeongyeon merintih karena rasa sakit terasa mulai menguasai kakinya. Jimin dengan sigap memeriksa kaki Jeongyeon, dan langsung menunduk untuk melihatnya.

"Yak, jangan sakit lagi ya. Segera sembuh", ucap Jimin lembut dan pelan sambil mengusap kaki Jeongyeon yang nampak memerah. Beruntung tidak ada luka namun pasti akan sedikit bengkak.

"Itu cepet sembuh kok nanti."

"Mau roti melon? Ngga juga gak papa", sambung Jimin. Jeongyeon langsung berbinar mendengar makanan bernama roti melon itu.

"Ada? Aku mau!" Ucap Jeongyeon kegirangan seolah lupa rasa sakitnya. Jimin mengangguk kemudian menarik pelan Jeongyeon untuk duduk di kursi bar. Mereka duduk berhadapan.

Di meja bar sudah tersedia lima buah roti melon dengan warna kuning dan taburan gula di atasnya. Tak lupa satu teko teh hangat sebagai pelengkap makanan hangat itu di pagi hari.

"Owh, jadi celemotan gini habis bikin roti? Aku baru tau kamu suka bikin ginian", Jeongyeon menikmati roti melon itu dengan senang sambil membersihkan sisa tepung yang menempel di wajah Jimin.

"Ngga kok, itu aja aku baru bikin pertama kali dan liat internet", sahut Jimin. Jeongyeon sedikit membelalak namun tetap melanjutkan acara makannya.

"Aneh ya rasanya?" Tanya Jimin. Tersirat sedikit ragu dan takut tentang masakannya. Jeongyeon tersenyum kemudian mengarahkan roti melon di tangannya ke mulut Jimin.

My Serendipity || Jeongyeon Jimin ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang