27

455 70 91
                                    

Oke, sebelum mulai baca aku mau minta tolong banget

Aku minta buat kalian, kali ini aja bahkan yang siders kalo ada, buat komen tentang chapter ini. Sebisa mungkin banyakin komen di paragraf" tertentu karena

Karena aku mau tau apa tulisanku itu nge feel atau ngga, dan aku cuma tau itu dari komen nan kalian💜

So, minta tolong banget ya..

Kalo mau diterusin rajin komen tiap chapt malah bagus, walau aku jarang pake bangettt balesin komenan tapi aku always baca kok💚 makasii banget yang udh mau lakuin dan komen + vote di story ini💜💚

Siapin diri jangan lupa berdoa🐒

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa kini Jeongyeon sudah tamat dari bangku SMA. 3 hari yang lalu adalah acara kelulusannya. Kini saatnya dia kembali melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi untuk mengejar mimpinya.

Beberapa formulir universitas ternama telah Jeongyeon kumpulkan dari jauh-jauh hari. Jimin dan keluarganya mengijinkan dia untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dan tentunya disambut semangat dan bahagia dari Jeongyeon.

Saat ini dia tengah mengamati dan menyeleksi formulir-formulir yang bercecer di meja belajarnya.

Setelah cukup lama ia mendapat dua universitas yang akan ia ikuti tes nya. Ia melirik jam dinding kamarnya, sudah pukul sebelas malam. Kenapa Jimin belum kembali?

Karena sekarang Jeongyeon mulai cemas, ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada Jimin. Tapi sebelum ia mengirimkannya, Jimin sudah mengirim pesan terlebih dahulu dan mengatakan bahwa ia akan pulang besok pagi.

Jeongyeon terdiam sesaat tanpa sebab. Tapi tak lama ia pun bangkit dan melompat ke tempat tidur. Badannya meminta untuk beristirahat dan menutup mata hingga esok hari.

Dengan semangat, Jeongyeon membukakan pintu saat bel ditekan. Senyum terpampang cerah di wajahnya. Tapi semua itu luntur saat melihat Jimin yang hanya berekspresi datar. Terlebih lelaki itu langsung berlalu masuk tanpa memedulikan Jeongyeon.

"Yak, kau kenapa?" Tanya Jeongyeon sambil menghadang Jimin. Jimin meliriknya sekilas lalu kembali menunduk sperti tadi. Hanya gelengan kecil dari Jimin dan lelaki itu kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.

Jeongyeon tentu sangat keheranan dengan perilaku Jimin, tapi ia memilih tidak ambil pusing. Mungkin saja lelaki itu tengah menghadapi masalah di perusahaan.

Untuk membuat Jimin lebih tenang, Jeongyeon membuatkan secangkir teh hangat dan berusaha mengajaknya berbicara. Setelah teh itu tersaji di cangkir, Ia bergegas membawanya ke kamar.

Jimin duduk dipinggiran ranjang, pikirannya kemana-mana. Ada ketakutan dalam batinnya, namun dia yakin tidak ada yang terjadi atau itu hanya sebatas mimpi buruk. Gelisah juga memenuhi relung hatinya, ia menjadi merasa bersalah dan takut.

"Jimin-aa", suara hangat itu langsung membuat Jimin terperanjat. Untuk sejenak ia merasa ketakutan nya meningkat tanpa sebab berarti setelah mendengar suara Jeongyeon.

"Ada apa? Kenapa kamu keliatan takut?" Jeongyeon menyodorkan teh yang dibuatnya pada Jimin. Dengan sedikit tergagap dia menerima cangkir itu. Ia kembali diam dengan pandangan kosongnya.

"Jim-"

Prangg

"Astaga, ma-maafkan aku", tanpa fokus Jimin langsung memungut pecahan cangkir yang berserakan. Hal itu membuat jari telunjuknya tergores pecahan cangkir dan darah segar perlahan mengalir.

My Serendipity || Jeongyeon Jimin ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang